Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 38 - LIBURAN vs VITAMIN

Chapter 38 - LIBURAN vs VITAMIN

"Nona Aira, gadis itu cinta pertama Mr Raave. Mereka..." Gio datang, pagi itu, ke rumah Aira.

"Kenapa harus kau jelaskan padaku, Tuan Gio. Aku bukan siapa siapa Raave kan? We just friend. Aku tak berharap apa-apa selama ini, Sir."ujar Aira.

"Tapi Nona.. Mr Raave ingin saya menjemput Anda ke..."

"Maaf, Mr Gio. Saya akan ke rumah orangtua saya, sebentar lagi, jadi..."

"Kamu menolak bertemu denganku...?" suara merdu itu menyapa telinga Aira.

Aira Memandangi sang pemilik suara dengan tatapan datar. Berusaha datar tepatnya. "Bukan menolak. Tapi untuk apa harus bertemu denganmu? Kamu bahkan bisa menemuiku kapan saja semaumu, jika aku tak sibuk"

"Kamu menghilang, tak pernah bisa kuhubungi, tak pernah ada di rumah, di Bookshop.. Apa maksudmu??!"tukas Raave. Emosi

"Itu tak artinya kan untukmu?"balas Aira. "Siapa aku, Raave. Aku hanya relasimu, hanya teman dekat biasa. Lalu kenapa kamu emosi hanya karena itu?" Aira mulai memasukkan tas dan koper ke mobil. Dibantu Bu Wina.

Raave menegang. Ditatapnya gadis di hadapannya lekat. Mendekat, menahan tangannya yang segera disingkirkan perlahan.

"Aira, dengarkan aku,.."

Gadis itu menatap sang lelaki, "Ya..?"

"Aku tak bermaksud membuatmu cemburu atau semacamnya. Atau..."

"Cemburu? Aku boleh cemburu, Mr Raave? Bukankah aku tak berhak cemburu. Aku amat sangat mengerti, siapa dirimu. Jadi, santai saja..." Aira tersenyum.

"Kenapa kamu seolah menghindar dariku?"tanya Raave sendu.

"Apa aku tak boleh sibuk, Raave?"tanya Aira balik. "Aku tidak menghindar. Aku sibuk!"

"Aku sangat paham dirimu. Sesibuknya kamu, pasti membalas pesan atau panggilanku, Ai"

"Oh, kamu sangat paham diriku. Ya, aku hanya sibuk saja. Aku terlalu lelah, membalas semua pesan dan panggilanmu."

"Hingga berhari hari..?"

"Lalu kenapa? Tak boleh? Hanya kamu saja yang boleh sibuk? Bukankah kamu juga sudah memiliki seorang, yang perhatian dan sayang padamu. Itu akan lebih sangat berarti, daripada pesan atau panggilan telepon dariku, kan?" Jelas Aira panjang lebar. Tersenyum.

"Maaf, aku harus pergi. Ayo Bu..!!" Aira masuk mobil. Bu Wina sudah siap di kursinya. Semua tas dan koper sudah di dalam mobil.

Aira mulai melaju. Perlahan, semakin lama semakin kencang.

Raave mendesah panjang. Wajahnya begitu muram. Namun lalu mendongak, "G, kita ikuti Aira. Sekarang!!" Raave segera masuk mobil. Diikuti Gio yang langsung melaju kencang.

"Apa sebenarnya hubungan Anda dengan Nona Ghina, Sir?"tanya Gio kepo.

"Aku dekat dengannya memang, Aira melihatku di Kedai kopi bersama Ghina."jawab Raave.

"Anda kembali dengannya. Cinta lama bersemi kembali?"

"Tidak, akan pernah"

"Lalu anda anggap apa, Nona Aira, jika saya boleh tahu..?" Gio fokus menyetir.

Raave diam. Tak menjawab pertanyaan Gio.

"Ya, kalau begitu, jangan salahkan dia, jika memang dia tak menghubungi anda, Sir." Gio menatap Raave dalam.

"Apa tak cukup, aku memintanya bersamaku??"

"Bersama Anda itu bisa berbagai makna. Anda juga bilang begitu pada nona Ghina kan dulu?"

"Lalu aku harus bagaimana, G?"

"Saya tak paham, Sir. Anda yang menjalaninya sendiri" Gio seolah juga bingung. Tak ingin bicara banyak, takut salah.

"Mereka tak akan ke rumah orangtua Aira. Mereka akan berlibur. Ke villa barangkali."

"Bagaimana Anda tahu?"

"Aku tahu, feeling, G. Ikuti saja." Raave memejamkan mata, menyandarkan kepala, bernafas dalam.

"Anda baik saja?"

"Kau masih tanya??!!"tukas Raave.

Satu jam perjalanan, mobil Aira berhenti. Di sebuah belokan. Daerah perkampungan padat penduduk. "Bu, yakin ga mau ikut saya aja?"

"Ga, Mba. Mba Aira tenangkan diri. Saya tak di tempat saudara, sekalian junguk, soalnya sakit, Mba"jelas Bu Wina.

Aira menganguk. Lalu melambai pada asistennya, yang mulai berjalan memasuki sebuah gang. Bu Wina akan pulang, menunggu Aira, yang akan menjemputnya lagi di tempat yang sama.

Ia menepi di salah satu minimarket. Turun. Memegangi kepala.

Raave masih di belakang sang gadis. Ia bergantian mengemudi. Gio tidur di sebelahnya. Ia amati gerak gerik gadis itu.

Aira masuk ke minimarket lalu keluar dengan beberapa botol air oksigen, jus buah dan cemilan. Masuk lagi ke mobil. Ia bersandar di jok. Minum obat dan makan cemilan sambil mengecek ponsel.

Raave calling...

"Ya."

"Kamu mau kemana, Ai?"

"Mau kemana aja"

"Jadi tadi kamu bohong, mau ke rumah PapaMama?"

"Apa sebenarnya maumu, Raave?"

Terdengar suara helaan nafas panjang. "Kamu marah padaku, karena melihatku bersama Ghina?"

"Apakah aku berhak marah?"

"Tentu saja, kamu berhak marah. Dan.. Kamu berhak... Cemburu.."

"Oh terima kasih kalau begitu"

"Ai..."

"Hm?"

"Bagaimana caranya kamu tak lagi marah padaku?"

"Tak ada cara apa-apa. Biarkan aku sendiri. Jangan mengikuti mobilku."ujar Aira sendu.

"Tapi, Ai...

"Please... Raave..Maaf, Aku ingin sendiri saja"lanjut Aira. "dan tolong, Jangan menghubungiku dulu. Terima kasih." call end.

Aira melirik spion. MPV sang CEO agak jauh di belakangnya. Ia masih diam di tempat. Mengistirahatkan tubuh. Mengusap bulir bening di sudut matanya.

Menutup muka. Terisak pelan. Dan kemudian...

Seseorang memeluknya, erat. Aroma sandalwood pekat, dengan sedikit Aqua scent yang segar menyapa hidungnya.

Aira mendongak, Raave memeluknya dari luar mobil. Pintu mobilnya terbuka. Ia menjauh. Perlahan. "Maaf.." gadis itu mendorong hati-hati tubuh Raave. Lalu menutup pintu mobilnya.

Sejurus kemudian melaju kencang. Perjalanannya kurang dari satu jam lagi. Ia akan berusaha cepat. Agar segera tiba di tempat tujuan.

Airmatanya terus jatuh, namun beruntungnya Ia bisa fokus. Sempat melirik spion, Raave mematung memandanginya menjauh.

Sementara itu, Gio mendapat laporan dari beberapa Staff. Kaget, ia keluar dari mobil. Menghampiri Raave yang masih mematung dengan kepala tertunduk.

"Sir, Anda harus melihat ini." Gio merangkul Raave, mengajaknya ke mobil.

Menunjukkan beberapa foto. "Sir, foto-foto ini dikirim ke email Nona Aira."ujar Gio serius. "Ini asli, Sir...? Anda..?"

Raave tampak kaget. "Dikirim ke email Aira??!"ketusnya. "Siapa?? Iya G, itu benar aku dan Ghina. Entah siapa yang mengambil gambar kami." Ia hembuskan nafas dalam. Menutup muka, bersandar di jok mobil. "Apa yang sudah kulakukan?"lirihnya.

Gio geleng geleng kepala. Menatap Tuannya dengan pandangan bingung, heran.

*

Pohon Inn, Malang

Aira termenung di balkon kamar. Memandangi hamparan kebun hijau nan luas. Tampak menyegarkan mata. Ia hirup udara sejuk yang berhembus. Gadis itu baru saja selesai berenang. Hari menjelang gelap.

Nampaknya dua hari cukup untuknya, menenangkan diri di Hotel unik, yang terletak di dalam pohon besar itu. Ia memesan makan malam lewat kamar. Terlalu malas turun ke Resto di bawah.

Sehari sebelumnya, Ia menjelajahi Hotel dengan interior elegan nan apik itu. Berjalan-jalan di taman, berenang, sambil menikmati pemandangan nan cantik Kota Malang.

Melupakan sejenak, masalah tak menyenangkan yang menerpanya. Juga seseorang yang menjadi penyebab si masalah.

Menjajal menu Resto yang lumayan menggoyang lidah. Ia menggunakan kartu khusus. Aira memiliki seorang teman yang menjabat sebagai Manager di Hotel yang ia tempati, sayangnya, ketika Ia tiba, sang teman sedang ke Luar Negeri. Jadi hanya diberikan kartu khusus oleh Staff pribadi sang teman.

Ketika hari telah gelap, Aira memutuskan berbaring sambil menunggu Dinnernya diantarkan. Sang gadis menghabiskan waktu dengan membaca buku Inspirasi. Juga beberapa kumpulan puisi.

Dinnernya datang..

Aira memesan western food. Chicken soup, Udang Panggang, dan Baked Potato. Segelas besar Jus strawberry jeruk. Juga dua scoop es krim vanilla.

Ia makan dengan semangat. Menghabiskannya dalam waktu singkat. Kemudian mencuci tangan dan muka, segera tidur. Rencananya, akan pulang ke rumah pagi-pagi sekali.

Pagi harinya...

Aira mengisi tumblernya dengan air oksigen. Ia pindah dari botol asli ke tumblernya yang besar. Berjaga untuk minum di jalan.

Ia beresi barang barang di meja nakas. Obat-obat dan vitamin. Gadis manis itu tak meminumnya selama di hotel. Hanya ia letakkan begitu saja. Tak sengaja menyenggol botol vitamin, Aira tak menyadari, tutupnya terbuka dan miring.

Isinya tumpah, habis, ke dalam tumbler airnya yang belum tertutup. Botol vitamin yang ia letakkan, di atas kotak perlengkapan obatnya itu posisinya lebih tinggi dari tumbler, jadi langsung masuk ke dalam tumbler.

Aira meraup semua obat termasuk vitamin. Ia masukkan ke dalam kotaknya. Juga menutup tumbler. Memberesi tas dan perlengkapan yang lain, kemudian dengan sedikit tergesa, keluar dari hotel.

Gadis itu mampir ke Receptionist, check out dan mengembalikan kartu pada Staff khusus hotel. Berterima kasih dan segera melangkah menuju mobilnya di parkiran.

Bu Wina sudah dihubunginya. Dalam waktu satu jam akan segera menjemput di tempat yang sama, terakhir kali mereka bertemu.

Ia menyetir sambi mendengarkan musik. Bergoyang gembira.sesekali meneguk air oksigennya. Ponselnya sudah dua hari non aktif. Semua panggilan telah dialihkan pada Mr Suri.

Sama sekali tak ada lagi kegalauan dalam dirinya. Aira merasa jauh lebih tenang. Tak lagi memikirkan lelaki, yang menjadi penyebab ia melakukan perjalanan jauh ini. Dengan membawa mobil sendiri.

Aira menghidupkan ponsel, kala berhenti sejenak di Pos Pengisian Bahan Bakar. Juga ke kamar kecil. Membeli donat di gerai minimarket yang tersedia.

Usai makan donat, minum air ia lanjutkan perjalanan. Hanya 20menit sampai di tempat Bu Wina. Asistennya itu sudah menunggu dengan senyum yang terulas.

"Haii.. Bu..!!" Aira memeluk sekilas asistennya yang disambut pelukan hangat.

"Mba Aira sudah ceria lagi. Syukurlah. Agak anget badannya..?"Komentar Bu Wina.

"Masa, Bu?" Ia lajukan mobil perlahan. Kemudian melaju kencang saat sampai di jalan bebas hambatan.

Bu Wina mengajak ngobrol Aira yang berulang kali menguap. Beruntungnya hanya sebentar lagi mereka akan sampai. "Mba Aira baik saja, kan?"

"Iya Bu. Akhirnya sampai juga..

uwaaaaahh.... Adooohhh....nguap aja daritadi." keluhnya.

Ia parkir mobil di halaman. Keluar dan mengangkut tasnya. Bu Wina membuka pintu, mendorongnya dan segera masuk ke dalam. Diikuti Aira.

Gadis itu langsung naik ke kamar. Lalu membongkar tas. Mengeluarkan isinya satu persatu. Perlengkapan mandi, baju kotor segera ia masukkan di laundry net. Menyimpan baju bersih sisanya.

Obat-obatan. Ia bongkar isinya. Menyimpan kotaknya di lemari. Aira menghabiskan sisa air di tumblernya yang tinggal sedikit. Karena masih saja menguap.

Obatnya dirapikan lagi di laci nakas. Tempat semula. Matanya terbelalak, saat melihat sekilas botol bening kecil vitaminnya. "Habiss..??! Tapi aku ga minum sama sekali!!"teriaknya kaget.

Ia mengingat lagi, saat ia terburu, menyenggol vitamin dan.... Aira menatap tumbler.

"Apaaa...???!!!"pekiknya tak percaya.

Gadis itu mengendus tumbler. Bau sedikit obat. "Ya Tuhan.. Ini tadi di dekat kotak obat, belum kututup. Jadi... Vitamin jatuh kesini semua...??!!"gumamnya lagi. Masih tercekat.

Continued...