Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 37 - KAMU MENCARIKU??

Chapter 37 - KAMU MENCARIKU??

Siang itu Aira masih berkutat di ruangannya. Beberapa tumpuk buku menggunung di meja. Ia periksa satu persatu. Karena ada beberapa yang katanya cacat. Halaman robek, hilang, tulisan tak jelas dan yang lain.

Beruntung, Ia menjalin kerjasama dengan distributor buku besar yang bonafide dan terpercaya. Murni kesalahan mereka, saat pengecekan. Kurang teliti, karena Bagian Quality Control adalah karyawan baru.

Sang Distributor meminta Aira meretur semua buku yang cacat. Ia sudah memelototi sang buku sedari pagi, namun semua baik-baik saja. Bagus kondisinya. Jika saja, BookShop tak ramai hari ini, tentu gadis itu tak akan mengajukan diri membantu mengecek.

Membuat mata dan tangan keriting. Walau menyenangkan juga, bisa mengetahui beberapa jalan cerita, dari setumpuk kecil novel. Belum tersegel. Ia sengaja, menyegelnya dengan segel khusus BookShop.

"Ada juga ternyata..!"gumamnya. Sebuah novel terjemahan. Halaman sedikit robek di bagian tengah. Seperti bekas basah. Ia sendirikan di dalam box khusus.

Raave calling...

Aira melirik ponsel. Tersenyum miring. Namun tak berniat menjawabnya. Jadi dibiarkan saja. 'Sesekali tak kujawab ya, aku sedang tak ingin bertemu denganmu'batinnya.

Gadis itu meminta tolong pada semua Staff, Mr Suri, hingga OB, Satpam, berpesan jika Raave mencarinya, Ia meminta mereka mengatakan dirinya ke luar kota. Menggunakan Ojek online.

Dering tak berhenti, hingga lima belas menit. Dilihat dari panggilannya, yang bertubi -tubi, bergantian. Lewat nomor ponsel maupun lewat aplikasi messenger, Lelaki itu sudah kembali ke Indonesia.

Aira terkekeh geli. Raave pantang menyerah. Dering berhenti dengan sendirinya. Sesaat kemudian berdering lagi. Sang gadis menutup tirai jendela. Seluruhnya. Jika Staff Raave mengintai, tak akan tahu.

"Baiklah, Raave selamat mencari..!"gumam Aira, puas. Tertawa kecil. Ia lanjutkan memeriksa buku. Dengan perasaan lega.

Dering ponselnya berhenti. Gadis itu mengeceknya. 20kali panggilan tak terjawab.

Satu jam kemudian, Aira selesai dengan pemeriksaannya. Ia tata kembali di box sebelumnya, lalu menutupnya rapi.

Kembali ke kursinya, membuka notebook. Lalu melihat lagi email dari seseorang tempo hari.

Aira tersenyum pahit. "Raave, apa yang sebenarnya kamu pikirkan?"lirihnya. Ia tatap beberapa foto di layar. Sang lelaki tampak berciuman dengan seorang gadis. Lalu memeluknya. Yang lainnya, sang lelaki menggenggam tangan si gadis.

Ia amati lagi. "Ini siapa ya? Ah ga kenal!! Tidak mungkin ini Rose. Mereka berciuman. Mesra."gumamnya. Seorang gadis sangat cantik. Semampai bak model, dengan tubuh aduhai layaknya aktris papan atas. Rambutnya berwarna golden brown gelap yang memukau.

"Sempurna!! Dibandingkan denganku, yang bukan siapa siapa."gumamnya lagi.

Airmatanya luruh perlahan. "Baiklah Raave. Kurasa, kita tak usah lagi bersama"lirihnya. Menunduk pilu.

"Mba..!!! Pintunya dikunci?!"teriak Mr Suri dari luar. Aira segera melangkah ke pintu. Mengintip lewat lubang kecil. Bisa jadi ini jebakan, padahal ada Raave di belakangnya.

Setelah Aira mengintip si lelaki hanya sendiri. Ia buka pintunya. Mr Suri segera masuk. Kaget.

"Kok tirainya ditutup, Mba?"

"Biar adem, Sir, hehehe"jawab Aira asal.

Nampaknya sang Head MAnager mengerti, jadi tak bertanya lagi. Ia datang untuk mengambil buku yang telah dicek. Akan segera disegel. Dan yang cacat langsung diretur.

"Mr Suri, besok ada meeting atau tamu penting?"tanya Aira.

"Ehmm.. saya rasa tidak Mba. Gimana?"

"Saya ijin ga ke sini ya. Ada urusan penting di luar kota."balas Aira. "Saya serahkan Mr Suri semua urusan di BookShop"

Mr Suri menatap Aira dalam. Lalu mengangguk, tersenyum. Ia sudah mengangkat kotak kedua. Dibantu Staff umumnya.

"Mba Aira jaga kesehatan ya, hati-hati"pesan sang lelaki.

"Terima kasih, Sir"jawab Aira.

Mr Suri mengangkat box terakhir, mengacungkan jempol dan undur diri. Aira menutup lagi pintunya. Kembali ke meja kerja.

Iseng menghubungi Sia, "Si, kamu ditelepon Raave?"

"Oh iya, Mba. Saya bilang, Mba Aira ke luar kota. Urusan penting. Naik ojek online"jawab sang Staff Admin.

"Ok, thanks ya ,Si" Aira tersenyum.

"Sama sama"

Ia letakkan telepon. Lalu memandangi ponsel. Bertubi-tubi pesan dari Raave datang. Yang isinya menanyakan kemana perginya, bersama siapa. Kapan kembali, apa urusannya pergi. Lalu di pesan terakhir yang terkirim hanya beberapa detik lalu. Aira tersenyum miring,

'Aku ingin bertemu denganmu, Ai...'

'Yah setelah dia tak lagi ada di sisimu, kamu kembali mencariku, begitu, Raave Pranaja?' gerutunya dalam hati.

"Oh, biar kuberi waktu. Siapa tahu gadismu di sana itu, menyusulmu kemari. Kita tak pernah tahu kan apa yang akan terjadi?"gumamnya lirih.

Aira mencoba menelusuri akun sosmed Raave. Menscrol foto dan gambar yang lelaki itu posting. Kebanyakan foto Robot ciptaaannya, Lalu percobaannya yang lain. Ada beberapa foto bersama orangtuanya.. Dan Rose. Aira tahu, karena caption sang lelaki menunjukkannya. "My Big Sister" Hanya satu foto.

Ia amati dengan seksama. Rose cantik. Tak terlalu tinggi. Kurang lebih sama dengan Aira. Kulitnya putih bersih. Rambutnya hitam. Panjang. Keriting dibawah, dengan poni samping. Parasnya mirip dengan Raave.

Aira bersandar di kursi. "Jadi memang gadis lain"lirihnya. Ia non aktifkan ponselnya. Lalu menyimpannya di tas.

Ia minum obatnya sekaligus. Menunggu waktu pulang yang tingal beberapa saat lagi.

"Semoga Raave tidak menguntitku."harapnya.

Sore harinya, saat akan menuju mobil. Aira berlari. Lalu melajukan mobil dengan kencang. Sampai di rumah secepat kilat.

Ia ngos-ngosan, saat masuk ke rumahnya sendiri. "Hei, kayak dikejar maling!"celetuk Bu Wina dari dapur.

Gadis itu tersenyum geli. Melepas tas dan flat shoesnya kemudian merebahkan diri di sofa. Tangannya yang bebas merogoh tas. Mencari ponsel. Setelah ketemu, ia hidupkan.

Raave calling...

Aira kembali memutar bola mata. Segera ia berpesan pada Bu Wina. "Bu, nanti kalo ada Raave kesini, bilang saya keluar kota. Saya tak di atas."

"Kenapa??"

"Ah, Bu Wina ini..!" Aira gemas. "Please..!!" gadis itu memohon.

"Iya iya.. Sayangkuuuu.." sang asisten mencubit pipinya.

Aira tertawa senang. Langsung naik ke kamarnya. Ia mandi, membersihkan diri. Menutup tirai kamar, jendela. Turun lagi. Mengajak asistennya makan bersama. Dan menjelaskan kondisinya.

"Saya cuma ingin ngilang sementara darinya, Bu"lirihnya. "Ada sesuatu, yang ga usah saya bilang sama Bu Wina. Yaa. Saya sadar diri. Jadi lebih baik gini saja."jelas Aira, masih dalam suara pelan. Takut tiba-tiba Raave datang.

Bu Wina membelai kepalanya. Tersenyum. "Saya dukung saja, apapun keputusan Mba Aira"

Mereka makan dengan santai dan tenang. Sepertinya, Raave tak akan datang. SAng gadis bernafas lega. Naik ke kamarnya usai berbincang sebentar dengan sang asisten.

Aira mengunci pintu. Lalu membaca Novel, di atas sofa. Sambil sesekali melihat pemandangan dari lantai dua rumahnya. Lampunya ia matikan. Ia memakai penerangan dari lampu tidur kecil.

Raave calling...

Berhenti beberapa menit kemudian. Beberapa pesan dari Raave.

'Kamu dimana, Ai...?'

'Aira...?'

'Bisakah aku bertemu denganmu?'

Aira hanya memandanginya sedih. Tanpa berniat sama sekali membalas, menjawab atau menghubungi balik lelaki itu. "Maaf, Raave..."lirihnya. Menyandarkan kepala di sofa.

Gadis itu duduk meringkuk. Memeluk lutut. Memandang kosong novel di depannya. Dengan lampu kecil berbentuk jamur.

Bu Wina bergumam pelan di luar pintu. "Mba, saya ngintip masih ada mas Raave di luar. Tadi nyariin, saya bilang Mba Aira di Semarang., naik mobil temen perempuan. Lampu udah saya matiin. Mba Aira udah tidur?"

Aira bergegas ke pintu. Membukanya pelan. "Belum Bu. Ya. Dia telepon saya terus. Ya udah Bu Wina tinggal tidur aja. Saya juga mau tidur."

Bu Wina tersenyum, mengangguk. Turun. Aira tutup lagi pintu, menguncinya.

Aira minum vitaminnya. Sedikit, lalu berbaring. Bersiap menyongsong mimpi indahnya.

*

Tiga hari sudah Aira 'Menghilang' dari sang CEO. Ia lebih tenang. Ponselnya ia non aktifkan.

Zii ke rumahnya sore itu, mengajaknya ngopi. Aira tampak senang.

"Kamu masih menghilang darinya?"tanya Zii, menatap Aira sendu. Ia sudah diberitahu sang sahabat, soal email yang Ia terima.

Aira mengangguk.

"Sampai kapan?"

"Seterusnya"

"Yakiiinn..??"

"Engga..!" Aira meringis. Tertawa usil. "Aku lebih tenang begini. Ga harus mikirin dia."

"Tapi dia masih menghubungimu??"

"Entahlah. Ponselku kumatikan. Aku ganti nomor baru. Dia tak cari informasi padamu, atau Adnan?"

"Pantas, kuhubungi ga bisa. Iya beberapa kali. Karena memang aku baru bertemu denganmu kan, hari ini. Aku bilang tak tahu. Adnan sama juga kayaknya."

"Lalu bagaimana relasimu, Ai..?"

"Kualihkan ke Mr Suri. Aku bilang ponselku di perbaiki."

"Kamu rindu padanya?"

Aira menatap Zii dalam. "Haruskah pertanyaan itu kujawab?"

Zii menggeleng pelan.

Mereka sampai. Zii mengajak Aira masuk. Lagi-lagi dekat kantor. "Disini lagi? Kalau ketemu lagi, gimana? Tapi yaudahlah. Ketemu ya gak apa." Aira setengah protes.

"Di sini yang enak, Dear." Zii menangkupkan tangan. Ia gandeng sahabatnya langsung ke spot favoritnya dengan Adnan. Di tepi kolam ikan. Dengan water fountain berbentuk mermaid.

"Zii, pelan dong!" Aira setengah berlari mengimbangi langkah sahabatnya. Namun...

Sang sahabat ternganga. Berhenti, hingga Aira menabraknya cukup keras. "Kamu nih, keburu buru amat, sih!"gerutu Aira. Ia tatap sahabatnya. "Hei, ayo du....

Aira memandang lurus ke depan, mengikuti arah pandangan Zii.

Raave... Lelaki itu sedang bersama si gadis di dalam foto. Mereka tertawa. Raave sesekali mengusap kepala sang gadis, membenarkan rambutnya.

Aira menahan diri agar tidak menangis. Berhasil. Ia biasa saja. Terus menatap sang lelaki. Akhirnya tatapan mereka bertemu.

Raave refleks berdiri. Ekspresinya berubah, total. "Aira" Bisa didengarnya sang lelaki menyebut namanya. Tatapannya dalam.

Aira memandang Zii. "Kita duduk di depan aja? Atau di teras depan?" ajaknya.

Zii menatap Aira tak percaya. "Kamu masih mau di sini??? Kita pulang aja!!" ia tarik tangan Aira, berjalan cepat dari sana. Sementara Raave memanggil Aira di belakang mereka.

Zii berlari ke mobil. Setelah sahabatnya masuk, ia lajukan mobil dengan kencang.

"Zii, aku ga masalah kok..

"Ga masalah gimana sih?? Dia kekasihmu, tapi seolah aku yang sakit hati. Kamu kenapa diam saja??"

"Aku bukan kekasihnya, Zii. Maaf. Jangan merasa begitu. Biar aku yang tanggung ini sendiri. Apa kamu tahu, kita dibuntuti?!" Aira melirik ke belakang.

Sahabat Aira itu melihat dari kaca spion. Semakin kencang.

"Ke rumahmu aja. Ga usah pulang. Boleh kan aku nginap di rumahmu? Semalam aja?"tanya Aira.

Zii membelai pipi sahabatnya dengan satu tangan. "Boleh dong. Berapa malampun boleh. Baiklah, Biar kubuat mereka nyasar dulu, Ai!"ujar Zii bersemangat. Tersenyum licik.

Berbelok di gang sempit. Yang berkelok kelok. Lalu berbelok lagi ke gang berikutnya. Dan muncul di gang lainnya. Lalu tancap gas. Segera mengambil jalan pintas ke rumahnya.

Staff sang CEO sepertinya benar benar tersesat.

*