"Raave.. Boleh aku mengajakmu Dinner malam ini?"seorang perempuan, dengan suara selembut beledu, menyapa dari seberang sana.
Sang lelaki yang sedang memeriksa setumpuk tinggi berkas penting, hanya diam. Gerakan tangannya yang lincah menanda tangani berkas, berhenti sementara. Ia garuk garuk kepala.
"Raave.. Kau masih di sana?"
"Hm. Maaf aku sibuk sekali nanti malam. Ada Virtual meet dengan relasi dari luar."jawabnya sedikit ketus. Wajahnya muram. Membuat Gio yang duduk di sofa, melirik curiga dari balik kacamata bacanya.
"Hm begitu ya. Sayang sekali. Besok bagaimana?" tanya si perempuan lagi. "Atau seluangmu lah. Makan siang juga tak masalah." perempuan ini pantang menyerah.
"Hm. Ya. Jika aku luang, aku kabari"
Call end.
Mom calling...
"Yes, Mom"
"Raave, kamu benar tak ikut kami? Hanya seminggu, Nak. Membantu Rose saja."
"Memangnya Rose perlu dibantu apa, Mom, sebenarnya?"
"Dia mau Pertemuan dengan keluarga Rey. Maksudnya kan, kamu adiknya."
"Bagaimana kalau aku datang pas pertemuannya saja? Lalu aku akan pulang sendiri. Mom dan Dad langsung lanjut ke Jepang kan? Atau kemana kemarin, aku lupa?!"
"Iya. Jepang. Ya sudah. Ini kakakmu mau bicara"
Hening sesaat.
"Hai, adik lelakiku tersayang sedunia...!"sapa Kakak perempuannya. Rose.
"Hm. Kamu baik saja kan? Mau ketemu camer rupanya, Hm??"
"Ya, aku sehat. Kuharap kamu juga baik saja. Kau masih saja suka menggodaku!!"
"Hahah... tapi benar kan? Aku akan datang saat pertemuanmu, Rose. Tapi aku tak bisa lama. Ada sedikit masalah di Robotku" Raave meminta ijin lebih dulu pada Rose.
"Hm. Ada masalah di Lab atau kau tak ingin jauh dari seseorang, Hm, adik tersayangku??!" goda Rose, seolah membalas adiknya.
"Kau bisa saja Rose. Tidak, memang ada sedikit masalah di Lab. Robotku." Raave tersipu.
"Okay, adikku. Tak apa, paling tidak kau menampakkan diri di depan kakakmu ini. Apa kau tak rindu padaku, Hah?"
"Aku juga ingin bertemu denganmu, Rose. Tapi kau tak pernah pulang kesini. Nempel sama Rey aja di sana. Lupa punya adik??"
"Hahahhh.. Tidak dong. Ya sudah Dear. Aku ada tamu lagi nih. Kututup ya. Love you, Raave"
"Hm" call end.
"Nona muda, Sir?"tanya Gio.
"Hm. Jadwalkan untuk ke Singapore besok, G."
"Berapa hari Anda di sana? Saya ikut?"
"Tak usah, kau awasi di sini saja ya. Nanti kukabari"
"Baik, Sir"
Raave mengetuk-ngetukkan jari di meja. Berkasnya sudah sebagian di tanda tangani. Tinggal sebagian lagi. Ia masih diam. Seolah berpikir.
"Ada apa, Mr Raave?" Gio menatap Tuannya bingung.
"Tak apa."jawab Raave. Mendesah. Meneruskan berkasnya dengan sedikit muram.
Sorenya..
"Kamu mau ke Singapore? Oh oke. Berapa hari Raave?"tanya Aira. Mereka duduk di sofa ruang Tv, rumah Aira. Sang lelaki merengkuhnya begitu erat.
"Hm. Belum tahu. Pertemuan keluarga dengan calon Rose, Kakakku."jawab Raave.
Aira tersenyum senang. "Wah, sudah mau resmi ya?"
"Belum, hanya biar kenal dan dekat saja" Raave membelai pipi sang gadis. Perlahan mendekat. Menyatukan bibir mereka.
Aira mengecup bibir seksi Raave dalam. Sementara sang lelaki mengeratkan rengkuhannya. Mencecap bibir sang gadis yang manis.
Gadis itu melepaskan diri, menjauh perlahan. Tapi Raave menariknya lagi. Mengecupnya semakin dalam. Lalu menyatukan dahinya dengan milik Aira. Bernafas dalam.
"Kenapa?"tanya Aira kepo. Ia belai pipi lelaki itu.
"Tak apa" Raave tersenyum tipis. Mengusap kepala gadis di hadapannya. Namun wajahnya yang berbeda dari biasanya, membuat Aira bertanya lagi.
"Kamu kenapa sebenarnya. Tak apa tapi kok masih muram aja?"
"Aku bener tak apa-apa. Jangan sakit ya"pesan Raave.
"Siap Boss!! Oh sampaikan salamku untuk Kak Rose." Aira titip salam.
"Salam dari siapa, kalau aku ditanya?"
"Dari Aira, teman Adiknya."jawab Aira polos, enteng. Cuek.
"Teman Adiknya?"
"Hm. Kenapa? Aku temanmu kan?"
"Sejak kapan, teman berciuman, Ai?" Raave berbisik.
"Sejak sekarang, Yah terserahlah kamu bilang apa pada Kak Rose. Kalau begitu!"balas Aira lagi, memutar bola mata. Mendengus.
Raave tertawa kecil. Merengkuh Aira lagi. Mengusap punggungnya.
"Raave..?"
"Hm?"
"Apa kamu juga sedekat ini, dengan Anne dulu, atau dengan Kylie kemarin?"tanya Aira. Penasaran. Ia tatap sang lelaki.
Raave menggeleng. "Tapi sebelum aku bertemu denganmu..."
"Ya, begitu banyak yang jadi teman tidurmu, kan?" Aira berbisik. Mengecup lembut pipi Raave. Mengerling pada si lelaki.
Sang lelaki tersenyum. Mendekatkan lagi wajahnya, "Itu memang benar, tapi tak ada yang berani menggodaku, seperti yang kamu lakukan"
"Aku tak melakukan apa -apa. Aku juga tidak menggodamu."celetuk Aira. Terkikik .
"Lalu apa yang barusan kamu lakukan? Hm?"
"Apa??" Aira membulatkan mata. "Oh kamu tergoda, Mr Raave??"bisiknya.
"Hahahahh..." Raave malah cengengesan. Mendekap sang gadis erat.
Lelaki itu tak melepaskan tangannya dari memeluk Aira. Sambil menonton siaran Tv. Hingga hari mulai gelap. Masih betah saja, Raave merengkuh pinggang Aira.
"Kamu harus pulang. Besok berangkat pagi sekali, kan?" Aira mengingatkan. Sudah hampir pukul 7malam.
Bu Wina telah selesai menyiapkan makan malam. Asistennya itu memanggilnya untuk makan.
"Oh, makan malam dulu ya, Raave. Bu Wina memasak lumayan banyak" Aira menggandeng Raave ke ruang makan. Memintanya duduk. Lalu Aira mengambilkannya piring, nasi dan mempersilahkan sang lelaki mengambil sendiri lauknya.
Raave hanya menurut. Wajahnya agak muram. Mengambil Ayam goreng, Sosis dan tumis Pokcoy dengan gerakan perlahan.
"Ada apa, Raave?" Aira yang duduk di sebelah sang lelaki memandanginya bingung.
Raave menoleh, membelai kepala Aira. Menggeleng, tersenyum. Kemudian melahap makanannya. Menambah hingga sepiring lagi. Ditambah dua mangkuk kecil Sup Tomat yang disusulkan Bu Wina. Karena baru matang. Sebotol besar jus jeruk dan air mineral.
Kenyang makan malam, Raave pamit dengan wajah semuram sebelumnya.
"Hati-hati, Raave" Aira membelai wajah sang lelaki, yang dibalas senyum dan anggukan. Kecupan di bibir sekilas sebagai pelengkap. Ups.
Aira naik ke kamarnya usai membantu Bu Wina bersih-bersih dapur sebentar. Ia duduk di tepi tempat tidur. Menimang sebungkus kecil zip lock berisi lima tablet besar berwarna ungu.
Gadis itu berbaring. Masih menggenggam tabletnya. Tertidur.
Entah mimpi atau tidak, Aira seperti berada dalam satu ruangan. Kamar inap Rumah sakit. Ia berbaring. Raave di sampingnya menangis dalam diam. Menggenggam tangannya.
"Aira, jangan tinggalkan aku.. Please..!!"gumamnya rendah. Menciumi tangannya. Membelai wajahnya dengan airmata berderai. "Ai.. " Ia panggil berulang kali Aira dengan suara gemetar. Namun sang gadis tak sedikitpun membuka mata atau meresponnya.
Sejurus kemudian, Raave mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Sebuah botol kecil, setinggi jari. "Lihat Ai, ini adalah obat khusus dari Dokter Alan. Aku memintanya. Obat yang bisa membuatku berhenti bernafas, seketika, saat aku meminumnya. I can't live without you, dear. Aku akan menyusulmu... Dengan ini." Raave segera membuka tutup botol. Meneguknya hingga tak bersisa.
Ditatapnya Aira sedih. Bersamaan dengan nafas yang mulai tak beraturan. Sang lelaki ambruk...
"Raaaavee...!!!" Aira tersentak. Ia bangun dengan nafas memburu. Ngos ngosan. Pandangannya tertuju ke jendela. Gelap. Aira mengusap muka. Airmatanya jatuh.
Ia bangun, beranjak, berjalan ke kamar mandi, mencuci muka. Minum segelas air, kembali berbaring. Mencoba menutup mata. Tapi tak bisa lagi tidur. Akhirnya ia minum lagi obat tidur dengan label vitamin itu. Hanya setengah tablet. Lalu kembali tidur.
Esoknya,..
Raave tak mau diantar, jadi Aira bersiap berangkat ke BookShop. Pagi sekali. Ia jogging keliling kompleks. Bertemu Altan yang akan berangkat ke kantor. Pakaiannya sudah rapi. Wajahnya segar.
"Al..!!"panggil Aira. Melambai.
Sang lelaki menoleh, tersenyum. Lalu menyeberang. Menghampiri si gadis dengan senyum lebar. Mereka berseberangan jalan.
"Pagi banget, udah ngantor?"sapa Aira. Berjalan cepat, yang diimbangi Altan.
"Iya, Ai. Banyak kerjaan. Biar nanti juga pulang ga kemalaman. Kamu ga ke BookShop, kok jogging sendiri?"tanyanya.
"Iya, habis ini. Udah selesai juga kok"jawab Aira, terengah. Menatap Altan sambil tersenyum. Mereka berjalan bersama hingga kompleks. Berbincang ringan. Altan tak menyinggung soal hubungan mereka, jadi Aira juga tak berusaha membicarakannya.
"Ok, Ai. See you." Altan dan Aira berpisah di depan rumah Aira.
"Ya, Al" Aira melambai. Lalu masuk rumah. Bergegas mandi dan bersiap ke BookShop. Ia berpesan pada Bu Wina, agar sarapannya dimasukkan lunch box saja.
Asistennya itu segera menyiapkan apa yang diminta sang Nona.
Gadis itu setengah berlari turun, begitu manis dengan skinny jeans dan blus kerah sabrina. Belakangan ini, Ia sering dan memang senang mengenakan skinny jeans.
Rambutnya mulai melewati bahu, hampir mencapai dada. Ia mencepolnya hingga tinggi keatas. Memperlihatkan lehernya yang mulus.
Aira segera menuju mobil, masuk. "Heiii.. Sarapannyaaaa!!!" teriak Bu Wina. Berlari menyusulnya. Beruntung belum berangkat.
"Makasih Bu! Berangkat!"pamit Aura. Langsung tancap gas.
Dalam perjalanan, sambil menyetir, Ia santap Roti sosis kejunya. Ternyata asistennya membawakannya juga Scrumble telur. Jus jeruk manis.
Aira kenyang. Bersamaan dengan Ia tiba di BookShop. Kegiatan yang padat, sudah menantinya. Sebelum turun, gadis itu meneguk air mineral, yang turut dibawanya di dalam tas.
*
Yarwood Avenue House, Singapore
Calling Aira...
Nada tunggu pertama...
Nada tunggu kedua...
Nada tunggu ketiga...
"Ya" suara gadis di seberang sana, membuatnya lega.
"Hai, kamu lagi apa?" Raave menyapa sang gadis.
"Aku baru pulang dari BookShop. Kamu sendiri?"
"Jam berapa ini, baru pulang?? Aku sedang di kamar, memantau Pranaja Tech."
"Banyak kerjaan tadi, Sudah makan, Raave?"
"Sudah. Kamu juga sudah kan?"
"Belum, aku tidak selera makan."
"Kenapa? Bu Wina kan masakannya enak"
"Iya memang enak. Tapi... "
"Hm?"
"Terasa tak enak jika tak ada kamu di sini, cieeee... Ups...maaf kelepasan." sang gadis terdengar cekikikan sendiri.
Raave geleng-geleng kepala. Semburat di pipinya terlihat jelas, saat ia tak sengaja menatap screen notebook yang off. Ia tersenyum.
"Begitu ya...lalu apa maumu, biar kamu mau makan?"
"Aku hanya bercanda. Sorry, handsome man. Aku sedang mengambil makan ini."balasnya di seberang sana.
"Nah, gitu dong. Mungkin aku agak lama di sini, Ai."
"Iya. Mau selamanya di sana juga ke oke aja. Hahahahhh.. Uhuukkk" si gadis tertawa, namun tersedak.
Raave tergelak sendiri. "Makanya, kalo ngomong yang bener."
"Ya, terus gimana dong?"
"Apanya yang gimana?"
"Gimana kalau aku merindukanmu?" Si gadis tergelak lagi.
"Hei, Ai. Kamu ini pintar sekali membuat orang terhibur ya"celetuk Raave. Jantungnya berdebar kencang. 'Sungguh, apa sebenarnya ini?'batinnya.
"Terima kasih. Ya udah Raave, aku makan ya. Kamu jaga kesehatan. See you soon, charming man"tutup sang gadis.
"Hm. Kamu juga"balas Raave datar. Call end
Raave mengulas senyum senang. Ia hidupkan lagi notebook. Memulai lagi Online meet dengan para Direksi Pranaja Tech.
"Mesra sekali kedengarannya..." suara Rose menggema di belakang Raave.
Raave menoleh, 'Sial, lupa kututup pintu!!'gerutunya.
**