Marsha tidak yakin tugas pertamanya ia lakukan pagi ini apalagi perasaannya tidak enak melihat benda gemuk terbungkus rapi dengan perasaan yang was-was ia mencoba menyentuh namun suara ketukan terdengar hingga keduanya kaget.
"Danish, Marsha kalian bangunlah ayo kita berenang!" teriak Nenek kuat.
"Oh, Nenek mengganggu aja," decak Danish. Marsha merasa lega masih bisa menunda sentuhannya ia melihat wajah Danish gusar dan itu sangat lucu untuknya. Namun, bukan Danish namanya jika gagal sekali akan dapat ide kedua kalinya.
"Marsha buka pintunya!" perintah Danish.
"Tapi pakaianku tidak pantas menemui Nenek, Tuan," tolak Marsha panik.
"Buka atau kau akan melanjutkan yang tadi," ancam Danish.
"I-iya saya akan buka Tuan." Marsha langsung beranjak cepat namun suara Nenek semakin terdengar kuat di luar.
"Danish cucu durhaka buka pintunya jangan kau buat menantu pingsan pagi-pagi!" pintu terbuka lebar wajah Marsha pias, memerah bagaikan kepiting rebus karena penampilannya terbuka dan Nenek memandanginya dengan tatapan tercengang.
"Danish!" teriak Nenek lagi sambil masuk.
"Masuklah sweetie," sahut Danish sambil tertawa kecil.
"Selamat pagi, Nenek," sapa Marsha pelan. Wajahnya ia tundukkan karena tidak berani menatap Nenek yang sedari tadi diam.
"Mana Danish?" tanya Nenek kesal.
"Saya di sini baby." Danish menunjukkan giginya yang putih tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Cucu gila kau Danish jangan panggil Nenek baby dan sweetie!" decak Nenek yang sudah berada dalam kamar Danish.
"Oh baby ada apa mencariku? Kangen ya?" ledek Danish tanpa berdosa. Sebuah pukulan mendarat di kepala Danish sampai terdengar bunyi ringan.
"Rasakan itu," ucap Nenek tertawa terbahak-bahak. Marsha menepuk jidat melihat kelakuan Danish dan Nenek yang tidak pernah waras.
"Nenek kejam sekali," ringis Danish sambil mengusap kepalanya yang baru aja kena pukul.
"Diam kau! Apa lagi ini kau mengurung menantu pagi-pagi sampai tidak bisa jalan?" tanya Nenek garang.
"Marsha yang menyukainya Nenek!'' balas balik Danish sampai melemparkan kesalahannya kepada Marsha.
''Apa?!" pekik Marsha tidak terima ucapan Danish.
"Kalau mau mengurungnya jangan setengah-setengah,'' tambah Nenek.'' Nenek kembali membuat Danish meringis kesakitan.
''Nenek putus telingaku?!" teriak Danish kuat sampai suaranya memenuhi ruangan tersebut.
Marsha hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Nenek dan Danish yang tidak pernah akur. Kini, mereka bertiga saat ini berada di kolam sambil sarapan pagi. Marsha sama sekali tidak mau menurunkan kakinya ke air karena takut dengan kedalaman apalagi ia tidak bisa berenang.
"Menantu, ayo berenang biar kau makin kurus!" ucap Nenek.
''Tidak Nenek. Marsha di sini aja,'' tolak Marsha halus. Bukan Nenek namanya jika keinginannya tidak dituruti walaupun sudah berumur ternyata berenang adalah hobinya. Marsha tercengang melihat gaya Nenek berenang sampai bisa menahan pernapasannya satu menit hingga sampai ke permukaan tepat di hadapannya.
"Jelas menantu tidak mau berenang sementara cara berpakaianmu seperti mau tidur. Danish di mana pakaian renang istrimu?" teriak Nenek kuat.
"Ada di sini sweetie," sahut Danish.
''Marsha lain waktu berenang Nenek. Hari ini Marsha tidak apa-apa seperti ini.'' Namun, Nenek marah kalau acara berenang mereka kacau karena Marsha tidak berenang.
"Nenek, Danish ragu memberikan pakaian renang ini kepada istriku,'' ucap Danish yang sudah tepat berada di belakang Marsha.
''Nenek tidak mau tahu pokoknya semuanya harus berenang tanpa terkecuali!" tekan Nenek.
''Tapi Marsha sedikit kesulitan jika berenang Nek,'' lirihnya.
''Berikan pakaian renangnya, Danish!" tambah Nenek.
"Ini Nenek.'' Danish benar-benar mengambilnya dan lebih kagetnya lagi ternyata pakaian yang Nenek maksud adalah benda kacamata dengan tali setipis benang nilon sementara benda segitiganya sama hanya aja lebih kontras yang terakhir. Kedua bola mata Marsha terbuka lebar melihat benda yang ia pegang kemudian jari-jemarinya bergetar karena tidak mampu memegangi benda keramat itu.
"Astaga, Nenek, Tuan Muda ini bukan pakaian renang?!" jerit Marsha dalam hati sambil menatap benda itu tidak percaya ia akan mengenakannya, sekali pakai tentunya ia tidak akan polos dalam sekejap.
"Menantu itu sepertinya cocok kau pakai karena tubuhmu pendek, kurus dan kecil pasti kau akan terlihat menjadi wanita remaja beda dengan Danish lebih cocok kau sebut ayah. Ia bukan Danish?" goda Nenek sambil tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah Danish yang datar.
"Nenek,'' lirih Marsha memohon agar tidak mengenakannya.
''Tunggu apalagi kenakan jangan menunggu,'' tambah Nenek lagi.
"Kau tidak mendengar ucapan Nenek? Pakailah karena kami ingin melihatnya!" tawa Danish. Pagi ini dia benar-benar mendapatkan hiburan karena bisa mengerjai Marsha.
Wajah Marsha terlihat cemberut setelah mengenakan pakaian renang ala Nenek dan Danish. Tidak tahu lagi bagaimana wajahnya saat ini merah bagaikan tomat yang baru matang. Nenek terpukau melihat penampilan Marsha sama halnya dengan Danish kedua bola matanya tidak mau berkedib melihat makhluk ciptaan yang begitu indah di hadapannya.
"Mata kau itu kondisikan, Danish?" tegur Nenek sambil tertawa.
''Mata Danish sehat Nek,'' ucapnya lalu memalingkan wajahnya ke kiri.
"Bilang aja kau menginginkannya, jangan disembunyikan dalam-dalam Danish nanti itu kesakitan,'' goda Nenek sambil melirik ke bawah.
''Jangan goda-goda Danish, Nek.'' Nenek semakin tertawa terbahak-bahak lalu memutuskan menyelesaikan acara berenang karena air semakin dingin.
"Nenek sudah selesai,'' ucapnya lalu naik ke atas.
''Marsha juga Nek.'' Danish terbelalak tidak mau Marsha secepat itu selesai berenang sementara ia baru aja masuk ke dalam air.
''Hei kau lebih baik berenang dulu biar kutu di rambutmu mati semua,'' teriak Nenek.
"Kutu? Marsha ada kutunya Nenek?" tanya Danish polos.
"Banyak tapi di hutan rimba raya,'' jawab Nenek ceplas-ceplos.
"Nenek i love you!" girang Danish sambil memeluk Nenek lalu langsung melompat ke dalam kolam hingga air mengenai wajah Marsha.
"Dasar cucu stres,'' kekeh Nenek lalu meraih handuk dan kembali masuk ke mansion.
"Oh Tuhan, pria ini benar-benar super gila!" jerit Marsha lalu menenggelamkan tubuhnya hingga hanya kepala yang muncul ke permukaan.
''Kau kenapa seperti itu berenang? Oh ia aku baru tahu kalau orang desa sepertimu tidak pernah berenang seperti ini,'' ejek Danish sambil mencoba beberapa gaya berenang.
''Arogan sekali pria ini? Dia tidak tahu bagaimana kakiku saat ini bergetar apalagi melihat kebawah,'' gumam Marsha dalam hati dan tetap was-was kapan aja Danish mengganggunya.
"Kalau kau tetap seperti itu kapan bisa merasakan olahraga seperti ini, Marsha?" tanya Danish sambil mulai mendekati Marsha.
"Jangan ke sini Tuan Muda aku takut,'' jerit Marsha dalam hati.
''Hei kau kedinginan?" tanya Danish karena melihat wajah Marsha mulai pucat.
"I-iya Tuan,'' jawabnya gugup.
''Padahal air kolam hangat,'' ucapnya heran. Danish memastikan suhu air kolam normal ternyata benar lalu dia kembali menatap Marsha yang masih betah diam di pinggiran kolam.
''Tuan jangan mendekat aku tidak nyaman,'' batin Marsha dalam hati berusaha mundur beberapa langkah karena tubuhnya berdekatan dengan Danish.
"Kenapa kau bertambah pucat?" tanya Danish sambil menyentuh kening Marsha namun yang disentuh justru pingsan.
"Marsha?!" pekik Danish.