"Risa, tunggu," teriak seseorang.
Seorang wanita cantik bertubuh tinggi menoleh ke arah sumber suara mencari siapakah seseorang yang telah memanggil namanya.
Natasya Arista Dewi adalah seorang wanita yang kerap dipanggil Risa, berusia 27 tahun, dan merupakan seorang dosen di salah satu universitas swasta di kotanya.
"Ada apa?" tanyanya.
Pria didepannya adalah Dimas Raditya, ia juga merupakan seorang dosen di universitas yang sama seperti tempat Risa bekerja.
"Ayo pulang bersamaku." ajak Dimas.
"Maaf, aku membawa kendaraan sendiri," jawabnya.
Dimas cukup kecewa mendengar ucapan lawan bicaranya. Akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Risa tanpa menjawab ucapannya.
Risa melihat tingkah Dimas yang begitu mengesalkan, bisa-bisanya Dimas mengabaikan ucapannya dan berlalu begitu saja.
Risa kembali melanjutkan langkahnya dan menuju mobilnya. Sesampainya di dalam mobil, dirinya langsung menghidupkan dan menjalankan mobil itu menuju rumahnya.
Diperjalanan pikirannya melayang jauh entah kemana, ia memikirkan kejadian tadi siang saat dirinya mendapatkan sebuah pesan singkat dari ibunya.
[Nak, bawa pacarmu ke rumah malam ini]
Bagaimana bisa dirinya menuruti keinginan ibunya kali ini, biasanya memang dirinya selalu menuruti segala keinginan ibunya seperti saat ibunya ingin membeli tas, baju atau segala jenis barang, dirinya selalu menuruti. Bahkan dirinya juga sudah mewujudkan keinginan ibu dan ayahnya untuk pergi ke tanah suci. Tetapi keinginan kali ini tidak bisa ia wujudkan.
Risa memang tidak mempunyai pacar, bahkan saat usianya sudah sangat cukup untuk membina rumah tangga. Usia 27 tahun sudah cukup "tua" bagi wanita jika belum menikah. Tetapi apakah usia menjadi sebuah patokan untuk menjalani bahtera rumah tangga? Sepertinya ini tidak berlaku bagi Risa, dirinya menganggap menikah bukanlah ajang perlombaan. Menikah tidak berpatokan dengan umur, tetapi menikah saat menemukan pasangan yang tepat dan yang bisa menerima satu sama lain.
Bukankah pemikirannya adalah hal yang benar? Tetapi nampaknya hal itu tidak wajar bagi ibunya. ibu Risa selalu mendesaknya untuk segera menikah.
"Kamu mau dikatain perawan tua?"
Kata-kata itu kerap diucapkan ibunya, bahkan setiap hari Risa selalu mendengar ucapan itu keluar dari mulut ibunya. Bagaimana bisa dirinya tahan jika harus menjalani hari seperti ini?
Mobil Risa sudah terparkir rapi dihalaman rumahnya. Rumah ini adalah hasil jerih payahnya bekerja. Memang dirinya bukan berasal dari keluarga yang berada, tetapi karena tekad dan keinginan untuk merubah nasib, dirinya rela mengorbankan seluruh waktunya untuk meraih keinginannya.
Rumah ini menjadi saksi perjuangan kehidupannya, dari seorang anak petani hingga menjadi seorang dosen yang cukup memberikan pengaruh besar dalam dunia pendidikan. Selain menjadi dosen, ia juga kerap diundang menjadi pembicara di seminar. Public speaking yang baik membuat dirinya kerap menjadi pembicara, bahkan bukan hanya seminar dikotanya saja, dirinya terkadang diundang di kota lain.
Risa juga aktif dalam kegiatan kemanusiaan, ia bergabung dalam organisasi yang memang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat kecil, dan membantu anak-anak yang tidak punya cukup biaya untuk sekolah agar dapat mendapat ilmu setinggi-tingginya. Ia merasa pendidikan itu sangatlah penting bagi seluruh orang. Sehingga dengan adanya organisasi ini diharapkan anak-anak yang kurang mampu dapat mendapatkan pendidikan seperti anak-anak lain.
Risa segera turun dari mobilnya dan menuju masuk ke dalam rumahnya. Pintu rumahnya dalam keadaan terkunci, dirinya heran mengapa rumahnya dikunci padahal biasanya ibunya tidak pernah mengunci pintu rumah. Ia pun menekan bel dirumahnya dan menunggu hingga seseorang membukakan pintu.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki, sepertinya pemilik rumah sudah mendengar suara bel dan bergegas untuk membukakan pintu.
Saat ini pintu sudah sepenuhnya terbuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya yang menggunakan baju terusan bermotif batik, rambut diikat satu pada belakang tengkuknya, kantung matanya hitam akibat tidak bisa tidur nyenyak semalaman.
"Sudah pulang nak?" ucap wanita itu.
Risa segera masuk dan mengabaikan wanita yang tengah berbicara padanya. Bukan bermaksud tidak sopan atau terkesan membantah, tetapi dirinya tidak menyukai cara ibunya yang terus memaksanya untuk menikah. Bukan dirinya tidak mau menikah, tetapi ia belum menemukan pasangan yang tepat.
Lima tahun yang lalu, Risa hampir menikah dengan seorang dokter. Tetapi kisah mereka tidak berjalan lancar, karena orangtua dari pasangannya tidak merestui hubungan mereka. Mereka menganggap Risa hanyalah karyawan biasa di suatu perusahaan. Di mata mereka, Risa hanyalah seorang anak petani yang tidak cocok bersanding dengan keluarga mereka yang berada.
Hal itulah yang membuat Risa berhati-hati dalam memilih pasangan, ia tidak ingin kejadian itu terulang lagi dalam hidupnya. Dirinya tidak ingin dipermalukan di hadapan keluarga besarnya. Mereka memang telah melangsungkan lamaran, tetapi tiba-tiba pria itu memutuskan secara sepihak dikarenakan dirinya tidak mendapat restu dari orangtuanya.
Hal yang Risa sesali adalah mengapa bisa pria itu melamarnya tetapi kemudian dia juga yang membatalkannya. Mengapa bisa? Saat itu Risa memang menaruh kecurigaan saat ibu dari pasangannya tidak turut hadir dan dia hanya datang bersama ayahnya saja. Pria itu beralasan jika ibunya sedang sakit sehingga tidak dapat menghadiri acara, tetapi semua ucapannya adalah kebohongan semata. Ibunya memang tidak pernah merestui hubungan mereka dan hubungan mereka berakhir begitu saja.
Risa berusaha ikhlas dan melupakan sosok pria yang memang sangat dicintainya. Bukan karena dia seorang dokter, bukan karena dia adalah orang yang berada. Risa mencintainya bukan karena harta dan tahta tetapi karena sifat dan perilakunya yang sangat menghormati dan menjadikannya sebagai seorang ratu.
Kejadian ini membuat Risa seakan trauma bila didekati oleh pria, hal inilah yang membuat dirinya tidak mempunyai pasangan. Menurutnya lebih baik dia melajang daripada harus membina rumah tangga dengan orang yang salah.
Sosok seperti Risa yang mempunyai karir yang bagus, pekerjaan yang baik, paras yang cantik lalu apa yang membuat dirinya tidak mempunyai pasangan? Kebanyakan orang menganggapnya sebagai "paket komplit" karena semua hal ada dalam dirinya. Tetapi dalam urusan percintaan nampaknya tak seberuntung karirnya.
Sebagian orang baru terkadang dibuat terkejut saat mengetahui bahwa Risa tidak mempunyai pasangan, menurut mereka sosok seperti Risa pastilah banyak lelaki yang mengantri untuk mendekatinya.
Memang dugaan mereka tidaklah salah, banyak lelaki yang berusaha mendekatinya. Tetapi penolakan selalu datang darinya. Risa menganggap banyak lelaki itu tidak serius dan hanya ingin bermain-main dengannya.
Kebanyakan orang yang dekat dengannya menyayangkan sikapnya yang selalu menolak lelaki yang mendekatinya. Tetapi mereka tidak pernah tahu apa yang sedang ia rasakan, trauma itu tidak dapat dilepaskan dari tubuhnya dan selalu membayangi hidupnya. Risa pun tidak memperdulikan perkataan mereka yang menyayangkan pilihannya, menurutnya ini adalah hidupnya, ia berhak memilik mana yang terbaik dan meninggalkan jika itu dinilai buruk.