Nehan yang tidak mengerti perdebatan yang terjadi antara ibunya dan Bhanuwati, dia bermain dengan riang di halaman belakang bersama Sunarsih.
Walau tidak pernah bertemu dengannya Nehan merasa seperti sedang bersama Mbok Mi, Sunarsih dengan mudah membuatnya merasa nyaman saat bersama dikarenakan ia memiliki seorang putra yang seumuran dengan Nehan.
Bhanuwati yang mencoba menepis segala kenangan masa lalu yang membuat pikirannya menjadi kalut dalam kesedihan, dia beranjak dari kamarnya menuju tempat dimana Nehan dan Sunarin bermain.
Belum sampai langkah kakinya mendatangi Nehan tetapi sudah terdengar suara tawanya yang riang, seolah menjadi obat lara hati Bhanuwati.
"Wahhh, asyik sekali cucu oma bermain nya," ucapnya lembut.
Nehan yang mendengar suara omanya berlari kecil menghampiri Bhanuwati dan memeluknya, seolah bocah kecil ini memahami isi hatinya saat ini.
"Nehan, sekarang mandi lalu kita makan siang ya sayang. Nanti setelah selesai makan baru bermain lagi." Lanjutnya.
"Baik oma," jawabnya sembari menganggukkan kepalanya.
Nehan memanglah hanya seorang bocah lima tahun, namun dia juga merupakan seorang anak yang patuh. Jarang sekali bahkan bisa dibilang hampir tidak pernah di berontak atas apa yang di aturkan untuknya.
"Nyonya, setelah membersihkan Nehan bolehkah saya pamit pulang? Karena saya ingin memasak dan mengurus anak saya dirumah, setelah selesai saya akan langsung kembali lagi," Ucap Sunarsih.
"Anak kamu sama siapa dirumah jika kamu disini,?" Tanya Gendis yang mendengar perkataan Sunarsih saat dia ingin menghampiri mereka.
Bhanuwati menoleh kebelakang saat mendengar Gendis menyela pembicaraannya dengan Sunarsih, dia tidak mengetahui bahwa sudah berapa lama putrinya berada disana.
"Begini Non, anak saya juga seusia den Nehan jadi saat saya datang membersihkan rumah Nyonya, Arka saya tinggal bersama bapaknya," sahutnya.
"Ma bagaimana kalau selama kita disini, mbak Sunarsih dan keluarganya juga menginap disini, agar Nehan juga tidak kesepian." Ucap Gendis
"Mama sangat setuju! Tapi, mbak Sunarsih bicarakan dulu sama suaminya dan semoga saja suami kamu setuju ya Sih," ucap Bhanuwati.
"Apa saya sungguh di bolehkan untuk membawa Arka kemari Nyonya?" Tanya nya untuk meyakinkan diri.
"Tentu saja boleh, agar bisa bermain dan berteman dengan cucuku," sahutnya
"Terimaksih Nyonya dan Non Gendis, saya akan pulang sekarang dan segera kembali," ucapnya dengan sangat gembira.
Setelah menyiapkan semua di rumah Bhanuwati dia pun bergegas pulang kerumah untuk menjemput anaknya.
"Ma, kamu harus makan yang banyak agar selalu sehat dan bersamaku terus," ucap Gendis sembari mengisi nasi dan lauk pauk yang tersedia di meja kedalam piring Bhanuwati.
Melihat sikap Gendis dia tahu putrinya itu sedang merasa bersalah karena perdebatan kecil yang terjadi tadi.
"Ma, aku mau makan sama mama aja, karena aku ingin sambil bermain game," ucap Nehan yang sudah memegang gadgetnya.
"Baiklah sayang, mama akan menyuapimu tetapi kamu harus makan dengan lahap ya," sahutnya sembari mengelus kepala putera kesayangannya itu.
Mereka mengobrol ringan sembari menikmati santapan siang dirumah yang hangat itu, Nehan tetap selalu menjadi pusat perhatian keduanya.
***
Setelah selesai menikmati santapannya mereka beristirahat di saung yang terletak di halaman sebelah kiri rumah, di sekitarnya tertanam pohon-pohon rindang yang membuat suasana menjadi sangat tenang.
"Ndis, boleh mama menanyakan sesuatu," ucap Bhanuwati.
"Emma pa itu Ma?" Tanya Gendis sembari membelai hangan kening Nehan yang sedang berbaring di pahaknya.
"Laki-laki yang makan siang dengan kita waktu itu namanya siapa? Mama lupa,"
"Untuk apa mama bertanya tentang laki-laki itu,?" Tanya Gendis dengan mengerutkan keningnya seolah penasaran atas pertanyaan Bhanuwati.
"Ya…, sepertinya dia laki-laki yang sangat baik, dia juga penyayang serta yang paling mama suka darinya itu dia pria yang memiliki sopan santu," ucap Bhanuwati dengan sangat bersemangat.
Gendis menarik napas dalam mendengar semua kalimat pujian mamanya yang ditujukan kepada Rayyan, dia mengerti maksud dan tujuan pembicaraan Bhanuwati.
"Benar ma, dia adalah pria baik dan juga memiliki seorang istri yang sangat cantik," ucapnya dengan santai.
"emmm, Kamu sudah pernah bertemu dengan istrinya?"
"Belum sih ma, tetapi Ayesha sangat mengenalnya bahkan mereka pernah double date gitu," sahutnya.
Gendis berusaha menjelaskan segala hal yang diketahuinya tentang Rayyan. Agar ibunya itu berhenti untuk bertanya tentangnya lagi.
"Tetapi bagaimana dia bisa mengetahui bahwa Nehan sedang mengikuti kelas renang di Swimming school,?" tanyanya lagi.
"Ooo, itu karena saat hari pertma Nehan berlatih dia ada disana dan sepertinya dia memang terlihat sangat akrab dengan semua staf yang ada di sana," jawab Gendis sembari mengingat kembali moment itu.
"Tetapi seingat mama waktu itu kamu bilang pertama ketemu dia saat makan Ice cream bersama Nehan setelah pulang latihan renang!" ucap Bhanuwati dengan memicingkan matanya seolah merasa curiga atas jawaban putrinya.
"emm soal itu…, tapi sudahlah ma kenapa kita harus membahas dia sih! Masih ada yang lebih penting untuk kita bahas selain membahas seorang pria yang sudah beristri." Sahutnya kesal.
"Mama hanya berharap suatu hari nanti kamu akan menemukan pria yang bisa menemanimu hingga waktu senja," ucap Bhanuwati dengan mata yang berkaca-kaca.
Gendis melihat harapan yang sangat besar di mata lelah ibunya, perkataan itu membuatnya sadar bahwa selama ini ibunya merasa kesepian.
"Aku ingin meninggalkanmu dengan tenang suatu saat nanti, tidak semua orang bisa merasakan keberuntungan untuk menua bersama Ndis," lanjutnya.
"Ma, sekarang ini hal yang membuatku paling bahagia adalah dilahirkan dari seorang ibu yang sangat kuat sepertimu, serta aku dikarunia anak yang pintar seperti Nehan," ucapnya lirih.
"Ma, aku boleh menanyakan sesuatu,"
"emmm, tanyalah apa yang ingin kau ketahui," ucap Bhanuwati dengan tenang.
Ekspresinya yang sangat tenang seolah dia sudah menyiapkan segudang jawaban dari setiap pertanyaan yang akan di berikan oleh Gendis.
"Ma, apakah kamu pernah membenci Papa?" tanyanya.
Mendengar pertanyaan putrinya Bhanuwati tersenyum manis dengan menatap lembut putrinya. Tatapan yang selalu memberikan kehatan di hati Gendis yang sedingin gunung es.
"tentu saja aku pernah sangat membenci papamu, terlebih lagi saat dia menghianatiku," ucapnya tenang.
"Namun, rasa cinta yang ada didalam hatiku sungguh terlalu besar dari pada rasa benci dan marahku," lanjutnya.
"Cinta seperti apa itu, yang membuatmu sampai seperti wanita bodoh dan hanya menerima takdir mempermainkanmu!" ucap Gendis yang merasa marah mendengar jawaban ibunya.
"Ndis, cinta itu perasaan yang tidak akan mampu untuk kamu elakkan, cinta juga membuat dua manusia rela merasakan sakit bersama," ucap Bhanuwati.
"Dan aku tahu saat ini jika papamu masih hidup dia juga merasakan kerinduan yang mendalam kepadaku dan juga kamu," lanjutnya dengan suara lirih menahan tangis.
"Hidup ini butuh cinta dan kasih sayang, barulah hidup ini sempurna dan seimbang. Kamu harus membuat hidupmu lebih seimbang jika kamu ingin bahagia." Bhanuwati kembali melanjutkan ucapannya.
"Aku tidak butuh cinta yang seperti itu Ma!" sahutnya dengan ketus.