Mengagumi tanpa harus memiliki. Itu tampak selalu indah dibandingkan memiliki, tapi sering diabaikan. Dan ini lagi-lagi tentang bumi dan juga matahari, memilih jauh tapi tetap terjaga daripada mendekat lalu terluka.
***
"Azura Salsabila Mahatma?!" Panggilan yang ditujukan untuknya membuat Azura yang baru saja hendak duduk di bangkunya harus mengurungkan niatnya untuk itu.
"Saya, Bu!" kata Azura dengan mengangkat tangan kanannya.
"Kemasi barang-barangmu dan ikut saya ke kelasmu yang sesungguhnya." Azura tidak barang sekejap pun menaruh rasa curiga atas apa yang dikatakan oleh Ibu Kanya, karena sejak awal dia masuk ke SMA Garuda pihak sekolah telah mengatakan kalau kelas 12 IPA 1 hanya kelas sementaranya.
"Iya, Bu," kata Azura. Tidak ada yang perlu untuk dibereskan oleh Azura karena dia memang belum mengeluarkan apa-apa dari dalam tasnya. Azura lalu mengekori langkah dari Ibu Kanya menuju kelas sesungguhnya dia.
"Ini kelas kamu sekarang dan sampai kamu tamat di sekolah ini," kata Ibu Kanya sambil menuju papan yang bertuliskan 12 IPA 2.
"12 IPA 2 hanya sebelahan ternyata," gumam Azura dalam hatinya.
"Ayo kita masuk ibu antarkan kamu ke wali kelas kamu. Dia ada jam mengajar di kelas kamu saat ini."
"Iya, Bu," jawab Azura dengan nada yang sangat sopan. Cantik, sopan, pintar, pemberani, tidak ada celah untuk mengatakan dia bukanlah perfect woman.
Azura kembali membawa kedua kaki jenjangnya untuk mengekori langkah Ibu Kanya.
"Bu ini, murid baru yang akan menjadi anak wali Ibu," kata Ibu Kanya pada Ibu Dewi selaku wali kelas 12 IPA 2.
"Azura Salsabila Mahatma, Bu," kata Azura lalu meraih punggung tangan wali kelasnya itu untuk dia cium sebagai tanda hormat.
"Dewi Maharani atau Ibu Dewi," kata Ibu Dewi dengan senyum manis di kedua bibir ranumnya.
"Makasih Ibu Kanya sudah di antarkan anak murid saya," kata Ibu Dewi dengan sangat sopannya.
"Sama-sama, Ibu," kata Ibu Kanya lalu membawa kedua kaki jenjangnya keluar kelas ini.
"Sekarang kamu kenalan ama teman kamu, Azura," titah Ibu Dewi masih dengan senyum manis di kedua bibir ranumnya saat ini.
"Iya, Bu," jawab Azura tanpa dia memiliki niat sama sekali untuk membantah apa yang dia katakan.
DEG!
Sejurus kemudian Azura merasa kalau di kelas ini dirinya tidak sedang dalam keadaan yang baik-baik saja.
Kedua manik matanya yang teduh kini saling mengunci dengan kedua manik mata elang milik Aiden.
Tapi dengan sekuat tenaga yang dia miliki, Azura mencoba untuk baik-baik saja.
"Selamat pagi teman-teman, nama aku Azura Salsabila Mahatma, panggil aja Azura," kata dengan intonasi suara yang terlihat sangat tenang. Tidak ada ragunya sama sekali.
Dan karena hal itu kini Aiden jadi bertanya-tanya bagaimana bisa Azura yang dulunya penakut kini tumbuh menjadi sosok yang sangat pemberani.
"Lo nggak seperti Azura gue." Apa yang baru saja dikatakan oleh Aiden itu hanya dia tahan dalam bibirnya tanpa bisa dia implementasikan dalam sebuah kata.
"Azura, kamu bisa duduk di bangku yang kosong itu." Naasnya saat ini bangku kosongnya hanya ada satu dan letaknya pun sangat strategis di tengah-tengah anggota Ganesha.
Dengan langkah yang terlihat tenang dan tanpa beban, Azura membawa kedua kaki jenjangnya menuju bangku yang ditujukan oleh Ibu Dewi.
Sebelum menghempaskan bokongnya di bangku ini, dia dan juga Aiden sempat terlibat drama saling tatap satu sama lain dan terasa sangat sengit dan juga memiliki kadar tensi yang sangat tinggi.
"Selamat datang, Ra! Enjoy your time with us," kata Aiden dengan menarik sebelah ujung bibirnya membentuk senyum durjana. Dan apa yang dikatakan Aiden sudah lebih dari cukup untuk Azura mengencangkan rahang bawahnya.
"Nggak sudi," jawab Azura lalu mendudukkan dirinya di kursi yang berada tepat di hadapan Aiden itu.
"Sayangnya untuk menjadikanmu ratu di Ganesha aku tak butuh persetujuan kamu, Ra. Semuanya mutlak dan tak bisa lagi untuk diganggu gugat."
Azura mengepalkan kedua tangannya dengan sangat kuat saat mendengar apa yang dikatakan oleh Aiden. Andai saat ini bukan jam pelajaran mungkin Azura sudah kehilangan kontrol atas dirinya sendiri.
***
"Den … ke mana?" tanya Pasha saat melihat ketuanya itu membawa kedua kaki jenjangnya keluar kelas.
"Kapel," jawabnya tanpa berbalik sama sekali.
Bagi anggota Ganesha tentu saja mereka tidak ada yang asing dengan akronim itu. Itu adalah singkatan dari kantin pelangi. Tanpa ada perdebatan yang berarti mereka lantas mengekori langkah Aiden, tak ubahnya seperti anak ayam dan juga induk ayam.
"Den … lo serius atau main-main sih untuk jadiin Azura sebagai ratu di Ganesha? Ya setidaknya berikan kami satu kenapa harus Azura?" Aiden lantas mendelikkan kedua manik matanya dengan sangat tajam saat mendengar apa yang dikatakan oleh Ares. Tapi saat dia melihat saat ini di kedua manik mata milik Ares tak ada rasa gentar sedikit saja, rasa-rasanya mengabaikan Ares hanya akan membuat Aiden pening saja.
"Apakah gue pernah main-main saat mengambil sebuah keputusan, Res?" tanya Aiden dan kali ini menghunuskan tatapan yang nyalang dan juga tajam pada Ares walau pada akhirnya dia harus dituntut untuk sadar diri kalau apa yang dikatakan itu tidak akan mampu untuk membuat Ares merasa diintervensi olehnya.
"Ya udah kalau gitu, sekarang lo bilang kenapa harus Azura? Cewek yang notabenenya baru lo kenal belum seminggu, sedangkan Kay, dia ama lo dari jaman lo masih bau kencur." Jika ditanya apa yang saat ini ada di dalam pikiran Ares maka itu adalah Aiden dengan semua pola pikir rumitnya.
"Lo salah, Res. Justru kalau lo mau tahu gue lebih dulu kenal ama Azura dibandingkan Kay."
Tentu saja apa yang Aiden katakan itu lebih sulit lagi untuk dipercaya, sekuat apa pun mereka memutar otak tetap saja penjelasan yang paling jelas hanya bisa mereka dapatkan secara langsung dari kedua bibir ranum milik orang nomor satu di Ganesha itu.
"Bisa nggak Den, kita ngomong hanya pada satu topik saja tidak perlu muter-muter gue ambigu dengarnya." Aksi protes yang dikatakan oleh Pasha itu mendapatkan dukungan secara penuh dari anggota Ganesha besar yang lainnya. Dan Aiden merasa dia semakin tertekan dari segala arah.
Sehingga pada akhirnya hanya satu pilihan yang dia miliki, jujur.
Jujur tentang apa yang terjadi antara dia, Azura dan juga Keanu di masa lalu.
"Kalian maunya gue jelasin ini semua dari mana dulu, hah?" Mungkin apa yang dikatakan oleh Aiden itu bisa diartikan sebagai bentuk tantangan pada para sahabatnya.
"Mulai dari awal dan jangan ada yang lo lewat 'kan, Bos Aiden Ramadhan Makalela," ucap Ares dengan menutup semua celah untuk Aiden melontarkan keberatannya.