"Aku tidak ingin mendengar kata maaf darimu," ucap Nandi.
"Lalu, aku harus apa?" tanya Bella yang masih menatap lekat ke arah sang suami, Nandi.
"Jelaskan semua hubungan kamu dengannya dari awal sampai akhir!" tegas Nandi pada sang istri, Bella.
Mendengar ucapan tegas dari suaminya, Nandi. Membuat Bella benar-benar bingung dengan semuanya, apa dia harus menceritakan semuanya? Menceritakan kejadian intim dengan Juno, juga? Oh my God, ini sungguh bencana bagi Bella, batinnya.
Bella terlihat gusar dan dia benar-benar tidak tau harus mengatakan apa pada suaminya, dia benar-benar bingung.
"Kalau setelah ini kamu hamil, aku takkan percaya jika itu adalah darah dagingku!" Tiba-tiba Nandi mengatakan itu membuat Bella semakin gusar dan sangat gugup.
Ternyata, Nandi sudah mengetahu semua ini. Akankah Nandi mempertahankan sang istri? Atau akan menceraikannya?
"Sa ... Sayang, kenapa kamu bilang seperti itu?" Bella meraih tangan suaminya tapi sang suami menepisnya.
"Jangan menyentuh aku sebelum kamu datang bulan," ujar Nandi yang langsung pergi begitu saja dari hadapan istrinya.
Nandi benar-benar meninggalkan istrinya begitu saja dan sang istri hanya bisa diam mematung sambil menatap punggung sang suami yang lama-lama hilang dari pandangannya.
Seketika, tubuhnya Bella lemas dan dia jatuh di lantai. Air matanya Bella menetes begitu saja, dia sungguh bingung dengan semua yang sudah terjadi dalam hidupnya.
"A ... apa ini akan menjadi akhir dari segalanya?" Bella sudah tidak bisa berpikir jernih.
Di sisi lain.
Nandi baru saja masuk ke dalam mobil dan menatap datar ke arah rumahnya. Air matanya Nandi terurai dan membasahi pipinya yang tampan.
"Kenapa, kenapa kamu tega melakukan ini padaku!" Nandi memukul kasar stir mobil yang ada di depannya.
Nandi juga mengacak-acak rambutnya dengan kasar, dia juga nangis sesenggukan. Dia tidak menyangka sosok wanita yang selama ini dia cintai ternyata main gila di belakangnya, wanita yang sudah menjadi istri dan ibu dari anak-anaknya.
Nandi bingung harus mempertahankan atau melepaskan istrinya? Dia benar-benar tidak tau dengan perasaannya saat ini, perasaan yang sangat membuatnya dilema.
***
Di sebuah rumah sakit dan lebih tepatnya di ruangan Dokter kandungan, Hasan Nasution. Sepasang suami-istri yang sudah menjadi pasien pribadi dan sudah seperti saudara baru saja memeriksakan keadaan.
"Bagaimana, Dok?" tanyaku setelah kembali duduk di samping sang suami, Yunki.
Dokter Hasan tersenyum lalu mengulurkan tangan pada Yunki, dia langsung mengatakan. "Selamat Tuan Yunki, istri anda hamil lagi," ucap dokter Hasan yang terus-menerus memberikan senyum lebarnya.
"Akhirnya, istriku hamil lagi!" Yunki ikut senang dan dia menjabat uluran tangan dari sang Dokter, Hasan.
Setelah sang Dokter dan Yunki menjabat tangan, mereka langsung melepaskan tangannya masing-masing.
"A ... aku hamil lagi?" aku menatap lekat ke arah Dokter Hasan. Sungguh, aku seperti gugup dengan kehamilanku. Walaupun ini bukan kehamilan yang pertama bagiku.
Namun, aku teringat perkataan dari mendiang kakakku kak Yura. Apa yang dia katakan di dalam mimpi itu ternyata benar adanya. Seketika bulu kuduk aku bergidik ngeri, dan Yunki langsung merangkul pundakku.
"Iya nyonya, anda hamil lagi. Selamat ya!" Dokter Hasan kembali memberikan selamat pada pasangan suami-istri itu.
"I ... iya, terimakasih!"
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Yunki sambil menatap ke arahku.
"Tidak apa-apa," jawabku dengan gelengan kepala yang sangat pelan.
"Jaga kondisi tubuhnya ya nyonya, karena saat ini nyonya sedang berbadan dua," ujar Dokter Hasan.
"Baik, Dok!"
Setelah sang Dokter memeriksaan kandunganku, kini aku dan suami pamit karena kami selesai berkonsultasi. Dokter Hasan juga memberikan banyak obat dan vitamin untukku, karena kandunganku saat ini agak lemah.
Namun, menurutku setiap aku hamil memang selalu memiliki kandungan lemah. Aku tetap harus mempertahankan janinku dan benihnya Yunki, walaupun aku sudah lelah mengandung tapi aku tidak boleh pilih kasih dengan anak-anakku yang lainnya.
Aku dan Yunki selesai mengambil obat yang tadi sudah di resepkan oleh dokter Hasan, setelah itu. Kami berdua bergegas masuk ke dalam mobil, dan saat di dalam mobil.
"Papa tidak sabar menunggu kamu!" Yunki langsung mengusap-usap perut rataku setelah dia memakai sabuk pengaman.
"Geli!" aku protes saat Yunki terus-menerus mengusap perutku.
"Mama kamu marah-marah melulu sama papa, semoga kamu baik-baik di dalam sana ya, nak!" Yunki mengajak calon bayinya berbicara.
Seperti itu lah Yunki yang selalu berbicara dengan calon bayinya di dalam perutku, lalu Yunki juga mendaratkan kecupan singkat pada perutku.
Aku tidak bisa menolak atau protes padanya, setelah Yunki puas mengecup perutku dia langsung memasangkan sabuk pengaman padaku.
Setelah sudah siap pergi dari rumah sakit, Yunki mulai mengemudikan mobilnya menuju kantor. Hari ini Yunki akan bekerja di kantorku, karena kemarin aku sudah bekerja di kantornya.
"Apa aku harus memberitahu keluarga kita?" Tiba-tiba aku mengatakan itu pada Yunki yang masih fokus dengan jalanan di depan.
"Iya kabari keluarga kita nanti saja kalau kita sudah sampai di kantor," ucap Yunki.
"Siap tuan Yunki!"
Yunki hanya tersenyum saat mendengar perkataanku, dia kembali fokus mengemudi dan tidak menatapku sama sekali. Sepertinya Yunki benar-benar tidak sabar ingin sampai di kantorku, mungkin banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan, pikirku.
Setelah beberapa menit kemudian. Kami sampai di kantor, aku dan Yunki keluar dari mobil secara bersamaan setelah Yunki memarkir mobil mewahnya.
Aku dan Yunki melangkah masuk ke dalam gedung milik keluargaku, Bagaskara Company. Saat kami masuk ke dalam kantor, beberapa pegawai ku langsung menyapa dan menyambut kami dengan sopan.
Aku dan Yunki sudah masuk ke dalam ruang kerjaku, aku dan Yunki langsung duduk di sofa. Hari ini kami akan berkerja bersama-sama di sofa saja.
"Sayang, nanti sore kita beli susu hamil untuk kamu ya?" Yunki menatap ke arahku.
Aku tersenyum saat Yunki berkata seperti itu, sungguh Yunki benar-benar pria idaman para wanita. Yunki selalu memperhatikan diriku dan keadaanku ketika aku sedang hamil, bahkan dia akan selalu memprioritaskan diriku dari pada pekerjaannya.
Aku menyentuh kedua pipinya dan berkata. "Kenapa suamiku perhatian sekali sih," ucapku yang langsung mendekatkan wajahku pada wajahnya.
"Karena aku mencintaimu, sayang!"
Yunki langsung memberikan kecupan mesra pada bibirku dan dia juga sedikit melumat bibirku membuat birahiku agak bangun, entah kenapa saat mendapat kecupan seperti ini birahiku tidak bisa di kondisikan.
Aku membalas lumayan Yunki dan tiba-tiba saja seseorang membuka pintu kerjaku membuatku dan Yunki langsung mengakhiri lumayan itu.
"Ma ... Maafkan saya, tuan dan nyonya!" Seseorang itu langsung membalikkan tubuhnya agar tidak melihat adegan itu lagi, padahal aku dan Yunki sudah mengakhiri adegan itu.
Yunki menatap ke arah seseorang itu dan berkata. "Kau! Apa kau tidak bisa mengetik pintu terlebih dahulu!" Suaranya Yunki sedikit meninggi.