Yunki menatap ke arah seseorang itu dan berkata. "Kau! Apa kau tidak bisa mengetik pintu terlebih dahulu!" Suaranya Yunki sedikit meninggi.
"Maafkan saya, Tuan!" Seseorang itu masih menundukkan kepalanya.
"Sudah sayang jangan galak-galak sama sekertaris aku," celetuk aku yang mencoba menenangkan Yunki.
Yunki masih mengendus kesal, dia benar-benar tidak mengerti kenapa ada sekertaris ceroboh seperti itu. Sekertaris yang di maksud oleh Yunki adalah Jaya, entah apa yang membuat Jaya masuk ke dalam ruanganku seperti ini.
Namun, saat aku melihat Jaya sedang menggenggam berkas di tangannya sudah pasti itu masalah pekerjaan. Walaupun aku juga sama seperti Yunki yang sedikit kesal dengan tingkah Jaya yang ceroboh, entah kenapa Jaya akhir-akhir ini memang sering nyelonong masuk.
"Jaya, ada apa? Sini saja!" aku mencoba memerintahkan Jaya untuk menghampiriku.
"Saya mau memberikan beberapa berkas yang membutuhkan tanda tangan bos," ujar Jaya yang mulai melangkahkan kakinya menghampiriku.
Saat Jaya sudah berdiri di sampingku, dia juga langsung memberikan berkas itu dengan sopan. Setelah itu, dia juga menjelaskan bagaimana aja yang harus aku tanda tangani.
Aku juga tidak bisa sembarangan untuk menandatangani sesuatu, aku harus membaca semua isi dalam berkas yang di bawa oleh Jaya.
Jaya paham akan hal itu, dia pamit untuk undur diri dan akan kembali jika diriku selesai menandatangani berkas itu. Jaya pun lekas pergi dari ruanganku dan menutup rapat pintuku.
Setelah Jaya pergi dari ruanganku. Yunki mengambil berkas tadi dan langsung membaca isi berkas itu, dia juga mulai membacakan untukku agar diriku paham. Yunki memang pria yang pengertian dan suami idaman, tidak salah jika Nara akan selalu tergila-gila oleh suamiku.
Namun, tidak akan semudah itu Nara merebut Yunki dariku. Apa lagi Yunki hanya akan menginginkan diriku, bukan menginginkan wanita lain di hidupnya.
Beberapa detik kemudian. "Tanda tangan aja, ini sudah sesuai isi kontraknya," ucap Yunki sambil menatap ke arahku.
"Siap suamiku!" Tanganku membelai mesra pipinya Yunki, setelah itu aku langsung mengambil pulpen dan mulai tanda tangan pada berkas itu.
Selesai tanda tangan, aku kembali bekerja dan di temani oleh suamiku. Yunki juga tidak hanya menemani diriku tapi dia juga mulai bekerja di ruanganku, kami berdua bekerja bersama-sama.
"Sayang, aku ingin jus alpukat," celetuk aku setelah beberapa menit bekerja.
Yunki menoleh ke arahku dan berkata. "Ya sudah aku beli di kantin dulu," ucap Yunki dan tangannya langsung mengambil dompet yang ada di atas meja.
"Kalau jus alpukat enggak ada beli jus mangga aja," sambung aku.
"Siap nyonya!" Yunki memberikan penghormatan seperti tentara padaku, aku hanya tertawa dan geleng-geleng kepala.
Yunki mengecup keningku, setelah itu bangun dari duduknya dan melangkah keluar dari ruangan kerjaku.
"Padahal kenapa dia enggak menyuruh Jaya aja untuk beli itu?" Tiba-tiba aku mengatakan itu setelah Yunki benar-benar pergi dari ruanganku.
"Tapi enggak apa-apa, ini perjuangan suamiku belikan jus haha," aku hanya terkikik geli saat mengatakan itu.
Di sisi lain.
Di sebuah kantin di gedung Bagaskara Company. Yunki baru saja masuk ke dalam kantin itu dan lekas melangkah lebar menuju stan jus.
"Pak, beli jus alpukat ada?" tanya Yunki pada pria paruh baya yang ada di depannya.
"Ada tuan," jawab pria paruh baya itu. "Mau beli berapa?" tanya pria itu.
"Beli tiga saja pak," jawab Yunki.
"Baik tuan, tunggu sebentar dan silahkan duduk dulu," ujar pria paruh baya itu.
"Baik pak!" Yunki tersenyum dan lekas duduk di sebuah kursi sambil menunggu jus.
Sejenak, Yunki meronggoh ponselnya yang ada di saku celananya. Ponselnya sedikit bergetar ada pesan masuk, dia lekas membuka pesan itu.
Nara.
Hari ini aku ingin bertemu denganmu!
Yunki mengerutkan keningnya setelah membaca pesan itu. "Dia kenapa? Apa dia salah minum obat?" Sungguh, Yunki tidak mengerti dengan pesannya Nara.
Yunki tidak membalas pesan Nara dan lekas menghapusnya sebelum ada perang kesekian kalinya, dia juga langsung mematikan ponselnya. Saat ini Yunki tidak ingin di ganggu oleh siapapun, jadi Yunki lebih memilih mematikan ponselnya dari pada harus berdebat dengan pujaan hatinya, Yuna.
Beberapa saat kemudian. Jus yang di pesan Yunki sudah selesai, dia lekas menghampiri penjual jus itu dan membayarnya. Setelah itu, Yunki melangkah lebar ke dalam lift dan menuju ruang kerja sang istri.
"Jusnya sudah datang dan..." Yunki menghentikan perkataannya dan menghentikan langkahnya kakinya saat dia masuk ke dalam ruangan sang istri.
Yunki melihat diriku sedang tertidur di atas sofa, dengan perlahan Yunki menutup pintu itu agar diriku tidak bangun. Yunki juga menghampiriku dengan mengendap-endap, sampai di samping sofa.
Yunki menyimpan jus tadi di atas meja lalu sedikit membungkukkan tubuhnya, dia mengecup pelan keningku. Namun, aku sedikit terkejut saat seseorang menyentuhku.
"Sa .... Sayang, kamu sudah kembali?" Dengan cepat, aku berganti posisi menjadi duduk di atas sofa.
Yunki ikut duduk di sampingku dan berkata. "Sayang, kalau kamu lelah sebaiknya tidur aja!" Yunki membelai rambutku dengan mesra.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. "Enggak, aku mau minum jus!" Saat pandanganku melirik ke arah meja ternyata sudah ada jus yang sudah di belikan Yunki.
Dengan cepat, aku mengambil satu jus tadi dan langsung menyeruput jus itu dengan sangat semangat. Yunki tersenyum saat melihat aku yang terlihat senang meminum jus tadi.
"Terimakasih suamiku sayang," ucapku setelah puas menyeruput jus tadi hingga setengah.
"Sama-sama sayang!" Yunki tersenyum sambil mencolek daguku.
"Sayang, tadi ibumu telepon aku katanya kenapa nomor kamu enggak aktif?" tanya aku sambil menatap suamiku, Yunki.
"Sepertinya ponselku lowbat," jawab Yunki yang berbohong.
"Oh gitu," aku hanya manggut-manggut aja dan tanpa memiliki curiga apapun.
Sejenak Yunki menghela napas saat mulai membohongi diriku, sebenarnya dia tidak berniat berbohong padaku. Yunki hanya mencari jalan agar kami tidak ribut karena membahas Nara, bagi Yunki sudah sangat muak membahas Nara melulu.
"Sayang, pulang dari kantor kita ke toko kue ya," ucapku.
"Mau beli kue apa?" tanya Yunki sambil mengambil jus alpukat.
"Aku mau beli kue ulang tahun," jawabku.
"Loh, siapa yang ulang tahun?" tanya Yunki sambil memutar otaknya dan mengingat setiap tanggal anaknya.
"Tidak ada yang ulang tahun," jawabku. "Aku lagi pengen makan kue ulang tahun aja," sambungku.
"Oke siap bumil!" Yunki langsung mengelus-elus perut rataku.
Entah kenapa sedari tadi aku selalu ingin makan dan minum yang tidak seperti biasanya, salah satunya jus alpukat ini. Biasanya aku selalu minum jus mangga atau jus apel, tapi kali ini aku ingin jus alpukat.
Apa ini karena aku sedang hamil? Apa aku sudah mulai mengidam aneh-aneh? Hem, entahlah. Aku juga tidak bisa menyadari akan hal itu.