Chereads / Lima Sekawan / Chapter 6 - 05. Perasaan Sepihak

Chapter 6 - 05. Perasaan Sepihak

"Gimana tuh rasanya tadi?"

Aulia mengernyitkan dahinya penuh rasa heran saat mendengar pertanyaan Arjuna yang datang tanpa konteks yang jelas. "Gimana rasa apanya? Lo kalo ngomong tuh yang jelas dong, Jun," ujar gadis itu setengah kesal.

"Ya, itu tadi, waktu diajakin main ke rumah crush, gimana rasanya?" tanya laki-laki itu tanpa menoleh ke arah Aulia sama sekali.

Namun, bukannya jawaban yang didapat, Arjuna justru hampir terjerembab ke depan ketika secara tiba-tiba Aulia mendorong tubuhnya dari belakang. Laki-laki itu langsung menoleh ke belakang meminta penjelasan, untung saja dia berhasil menyeimbangkan dirinya sendiri, kalau tidak mungkin wajah Arjuna sekarang sudah menyentuh tanah.

"Kok lo dorong gue sih?!" kata laki-laki itu, kali ini dia yang terlihat kesal.

"Sorry," balas Aulia sedikit menyesal, tak sadar jika dorongannya terasa cukup kuat. Tapi, tidak berlangsung lama ekspresinya kembali berubah. "Lagian lo ngomongnya asal banget sih, gue kan jadi kesel!"

Arjuna kembali berdiri tegap dan kembali berjalan di samping Aulia. "Gue tuh ngomongin fakta, enggak asal-asalan."

"Ih, Juna!" Aulia merengek. "Harus berapa kali gue bilang kalo sekarang gue udah nggak suka lagi sama temen lo itu?! Gue kan cuma sempat naksir waktu kelas sepuluh aja, itu pun nggak lama dan sekarang udah nggak naksir lagi, kenapa lo masih ungkit-ungkit sih sampai sekarang?"

Arjuna terkekeh geli, senang sekali rasanya mendengar semua ocehan yang gadis itu berikan untuknya. "Siapa tahu aja lo masih naksir sampai sekarang."

"Enggak! Gue harus bilang berapa kali sih biar lo nggak ngeledekin gue lagi?"

"Berkali-kali, biar gue tahu kalo lo nggak lagi naksir sama yang lain."

"Hah? Maksudnya gimana?"

Arjuna menoleh dan senyum tipis terulas dari bibirnya, tanpa menjawab pertanyaan Aulia tadi Arjuna segera memakaikan helm pada kepala gadis di hadapannya itu.

"Udah lupain aja, yuk, pulang," ajaknya sekaligus mengalihkan pembicaraan.

Katakanlah Arjuna seorang pengecut, tapi dia memang tidak pernah sekalipun mencoba untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan kepada gadis itu. Bukan karena tidak ingin, tapi karena Arjuna sudah tahu bahwa pada akhirnya mereka tetap tidak akan bisa bersama.

Sejak tadi mereka sedang dalam perjalanan menuju parkiran sekolah karena Arjuna harus segera mengantar Aulia pulang, tidak baik jika seorang gadis pulang malam-malam bukan? Selama perjalanan itu pula Arjuna mencoba untuk mengajak Aulia mengobrol untuk membahas tentang masa lalu yang pernah terjadi di antara Aulia dengan Tama, sahabatnya.

Atau lebih tepatnya masa lalu yang pernah terjadi di antara perasaan Aulia untuk Tama.

Aulia memang pernah menyukai Tama dan itu fakta, namun fakta lainnya adalah hanya Arjuna dan Aulia saja yang mengetahui tentang hal tersebut. Sejak kelas sepuluh Aulia dan Arjuna memang sudah dekat karena mereka berada dalam kelas dan ekstrakurikuler yang sama, tapi kebetulan Tama juga berada di kelas yang sama dengan mereka dan Tama adalah sahabat dari Arjuna, maka dari itu terkadang Aulia suka menceritakan tentang Tama kepada Arjuna.

[FLASHBACK]

"Jun, kayaknya gue suka deh sama temen lo," ujar Aulia pada suatu hari ketika mereka berdua sedang dalam perjalanan menuju ruang Jurnalistik untuk kumpulan mingguan seperti biasa.

Arjuna yang pada saat itu sedang sibuk melihat-lihat isi di dalam kameranya pun sontak menoleh ke arah Aulia dengan kedua alis terangkat tinggi. "Lo bilang apa barusan?" dia bertanya, ingin memastikan bahwa tadi telinganya hanya salah dengar saja.

Tapi, ternyata Arjuna tidak salah dengar, sebab Aulia kembali mengulang kalimat yang sama dan kali ini mengatakannya dengan senyum lebar. "Gue suka sama temen lo."

Langkah Arjuna terhenti, laki-laki itu begitu shock mendengar pengakuan tiba-tiba dari Aulia tanpa adanya aba-aba sebelumnya.

Aulia yang menyadari bahwa Arjuna tidak melangkah lagi di sampingnya pun ikut berhenti dan menatap laki-laki itu dengan kerutan kening penuh rasa heran.

"Lo bercanda kan, Aul?" Arjuna mencoba memastikan sekali lagi dengan bertanya.

Namun sayangnya gadis itu menggeleng, tetapi kini wajahnya terlihat sedikit ragu. "Gue masih belum yakin sih sebenernya, tapi tiap lihat dia gue deg-degan terus enggak tahu kenapa. Itu berarti gue suka kan sama dia? Sama temen lo itu?"

"Siapa sih? Randu atau Azka?" Arjuna bertanya sedikit sewot, menyebutkan dua nama temannya yang muncul dalam pikirannya. Sebab setahu Arjuna hanya dua laki-laki itu yang paling sering tebar pesona ke banyak gadis di sekolah termasuk kepada Aulia, mereka juga yang paling sering dekat dengan gadis-gadis di sekolah ini hanya karena sifat mereka yang sangat friendly kepada siapa pun.

"Pratama. Gue suka sama Tama."

Jantung Arjuna langsung jatuh ke perut ketika mendengar pengakuan itu. "Sama Tama?" tanya laki-laki itu tak percaya, dia bahkan tidak kepikiran sama sekali kalau laki-laki itu adalah Tama. "Tapi kenapa? Kenapa lo suka sama Tama?"

Aulia mengangkat bahunya kemudian berbalik untuk melanjutkan langkahnya, mereka harus berjalan sedikit cepat jika tidak ingin terlambat dalam perkumpulan. Arjuna pun tak memiliki pilihan lain selain menyamakan langkahnya dengan gadis itu lagi.

"Aul, alasannya apa?" Arjuna kembali bertanya, sebab Aulia belum memberikan jawaban apa pun kepadanya.

"Gue juga enggak tahu, dia cuma kelihatan keren aja di mata gue. Gue juga nggak bisa bohong dengan bilang kalo Tama tuh nggak ganteng. Anak-anak lima sekawan tuh semuanya ganteng termasuk lo, tapi di mata gue Tama itu lebih keliatan keren aja, apalagi dia juga anaknya aktif di sekolah," jawab Aulia mencoba memberikan alasan-alasan yang muncul di kepalanya untuk menghapus rasa penasaran dari laki-laki yang sekarang berada di sampingnya itu.

Arjuna tiba-tiba saja menjadi diam selama berjalan, di satu sisi dia merasa aneh ketika Aulia mengatakan bahwa dirinya tampan, tidak bisa dipungkiri bahwa Arjuna senang mendengar itu. Tapi, di sisi lain dia juga merasa kesal karena gadis itu melebih-lebihkan Tama di depanya.

Bukannya apa, Arjuna ini memiliki perasaan terhadap gadis itu, jadi tentu saja dia merasa sedikit sakit hati ketika Aulia memuji laki-laki lain tepat di depan wajahnya, mau itu orang lain atau sahabatnya sendiri, Arjuna tetap saja merasa kesal dan tentu saja cemburu.

"Jun, kok lo diem aja sih?" Aulia merengek kesal setelah menyadari bahwa Arjuna tidak bicara lagi untuk meladeni kalimatnya.

"Lo berharap gue bakalan jawab apa? Lo kan cuma kasih tahu kalo lo suka sama teman gue, kalo gitu yaudah suka aja, gue nggak tahu mau respon lo dengan balasan apa lagi."

"Iya, juga, ya. Yaudah deh lupain aja kalo gitu, mending kita kumpulan dulu."

[FLASHBACK OFF]

Arjuna pikir perasaan Aulia itu akan bertahan lama, dia sudah bersiap akan kemungkinan jika seandainya kedua temannya itu akan benar-benar berpacaran. Meskipun Arjuna juga ragu kalau Tama akan sadar tentang perasaan Aulia kepadanya, karena sahabatnya yang satu itu kurang peka terhadap perasaan perempuan. Tama pernah bilang kepada anak-anak lima sekawan bahwa dia mencari banyak pengalaman di masa putih abu-abunya tapi tidak mau banyak terlibat dalam kisah romansa.

Tama itu memang anak yang sangat aktif, jadi wajar saja jika di sekolah juga dia mengikuti banyak hal yang membuat namanya jadi dikenal oleh banyak orang.

Tapi, kembali pada persoalan perasaan Aulia terhadap Tama.

Satu bulan setelah memberitahukan Arjuna, tiba-tiba saja gadis itu mengatakan kepadanya kalau dia tidak suka lagi terhadap Tama karena laki-laki itu terlalu sibuk untuk mengejar semua prestasi yang dia inginkan. Memang tidak salah jika laki-laki itu menjadi sosok yang sangat aktif dan juga pintar, tapi melihat Tama seperti itu jadi membuat Aulia merasa bahwa dirinya kurang pantas untuk disandingkan dengannya, maka dari itu Aulia memilih untuk mundur lebih dulu daripada dia akan menyesal di pertengahan jalan ketika mengejar hati Tama.

"Padahal lo belum coba sama sekali, sejak ngasih tahu gue pun gue nggak pernah lihat lo ngedekatin Tama lebih dari biasanya. Lo tetap bersikap sama kayak sebelum-sebelumnya," ujar Arjuna pada saat itu, walaupun dia menyukai Aulia tapi dia juga merasa kasihan dengan gadis itu yang tidak bisa menggapai cintanya.

"Enggak deh, gue sama dia terlalu beda dunianya. Gue minder duluan kali Jun, kalo seandainya lihat semua pencapaian dia nanti. Sedih banget nanti gue cuma bisa mengasihani diri sendiri."

"Padahal juga pinter," jawab Arjuna tidak berbohong, sekaligus untuk menyemangati Aulia.

"Tetap aja gue nggak setara sama dia. Jadi, gue mutusin buat berhenti aja deh, enggak lagi-lagi gue buat coba suka sama Tama."

Begitulah perasaan Aulia pada akhirnya harus kandas di tengah jalan karena gadis itu merasa tidak sanggup untuk menyetarakan dirinya sendiri dengan sahabat Arjuna. Di satu sisi tentu saja Arjuna merasa senang karena berarti gadis itu sudah tidak lagi menyukai sahabatnya, jadi Arjuna tidak perlu bersiap-siap untuk merasakan patah hati jika seandainya mereka akan benar-benar pacaran. Tapi, di sisi lain Arjuna juga merasa kasihan karena melihat insecurity yang jelas-jelas ditunjukkan oleh Aulia ketika mereka membicarakan Tama.

Padahal di mata Arjuna, Aulia adalah gadis yang sempurna, maka dari itu Arjuna bisa jatuh hati kepadanya.

Tetapi, biarkan saja lah, semua itu sudah terjadi beberapa bulan yang lalu, perasaan lampau yang Aulia rasakan terhadap Tama sudah menghilang sepenuhnya. Namun terkadang Arjuna sering menggunakan ingatan itu sebagai bentuk godaannya terhadap Aulia, karena Arjuna selalu merasa senang tiap kali melihat gadis itu merasa kesal ketika dia ganggu.

Setelah menempuh perjalan selama belasan menit akhirnya Arjuna sudah berhasil mengantar Aulia sampai di rumahnya dengan selamat. Bukan sekali dua kali Arjuna mendatangi rumah Aulia, bahkan sudah sering sekali karena mereka sering bersama, maka dari itu Arjuna sudah sangat hafal jalan ke rumah gadis itu.

"Makasih tumpangannya," ujar Aulia seraya memberikan helm yang dia pakai kepada Arjuna.

Laki-laki itu tersenyum kecil lalu mengusak kepala Aulia, gerakan yang juga sering dia lakukan terhadap gadis itu. "Udah sana masuk."

"Oke, lo hati-hati ya pergi ke rumah Tama-nya," balas Aulia dan dibalas anggukan oleh Arjuna. "Bye, Jun." Lalu gadis itu segera masuk ke dalam rumahnya dan meninggalkan Arjuna di depan gerbang sana yang masih memandanginya hingga Aulia benar-benar menghilang di pintu rumahnya.

Seperti ini rasanya ketika memiliki sebuah perasaan sepihak terhadap orang yang disukai. Hanya satu orang saja yang merasa sangat khawatir dan ingin selalu melihat pasangannya tersebut, sedangkan si orang satu lagi bahkan hanya merasa biasa saja.

Sejujurnya menyakitkan, tapi Arjuna tidak masalah selagi Aulia masih terus berada di sisinya dan tidak akan pergi meninggalkannya.