Hana bukanlah tipe orang yang pasif bicara sehingga perjalanan mengantar pulang itu sangat-sangat tidak terasa untuk keduanya. Tadinya, Gemma sempat berpikir bahwa gadis itu adalah tipe yang sangat pemalu dan sulit berbaur dengan orang lain, mengingat bahwa dirinya juga sering sekali merasa bersalah terhadap Gemma padahal Gemma sendiri sudah mengatakan bahwa permasalahan mereka sudah selesai waktu itu.
Selama perjalanan itu sebetulnya Gemma sudah menyiapkan beberapa pertanyaan untuk dia tanyakan kepada Hana sebagai bentuk pendekatan agar dirinya tidak hanya dianggap sebagai teman mengantar saja, bagaimanapun juga gadis itu adalah sepupu Tama dan Gemma ingin dekat dengannya sebagai teman.
Tidak ada salahnya bukan seperti itu?
Tapi, ternyata Hana berbeda dari apa yang sudah Gemma ekspektasikan. Gadis itu tidak selugu dan tidak sepemalu yang Gemma pikir, yang ada dia malah aktif sekali berbicara, menggantikan peran Gemma yang ingin mengajukan pertanyaan tapi malah Hana yang lebih banyak bertanya kepadanya.
Yang lebih membuat Gemma kagum adalah gadis itu tidak terasa canggung sama sekali ketika mengajaknya berbicara, selama perjalanan mengantar pulang itu mereka berdua justru larut dalam obrolan kecil yang keduanya ciptakan tanpa sadar, dan jujur saja Gemma senang dengan keadaan mereka saat ini karena dirinya tidak perlu merasa takut karena telah membuat gadis itu merasa tak nyaman.
"Jadi, lo tuh pindah sebenernya gara-gara apa?" Gemma akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bertanya, setelah sejak tadi hanya Hana saja yang melontarkan pertanyaan kepadanya, untuk hal-hal standar seperti apakah Gemma berada di kelas yang sama dengan Tama atau beberapa hal yang tentu menyangkut persahabatan mereka.
Gemma ingat bahwa kemarin Tante Rana berkata mereka bisa bertanya langsung kepada Hana jika ingin tahu alasan gadis itu sampai memilih untuk merantau ke Jakarta.
"Enggak ada alasan yang pasti sih, sebenernya gue cuma cari suasana baru aja karena bosen di Bandung terus. Waktu itu juga sebenernya Tante Rana enggak sengaja nawarin buat sekolah di Jakarta, jadinya gue kepikiran dan karena kebetulan gue cukup dekat sama keluarganya Tama, jadi orangtua gue ngebolehin kalo mau pindah asal tinggalnya di rumah Tante Rana, kayak gitu sih," jelas Hana panjang lebar, Gemma yang berada di depannya merasa cukup terkejut karena menyadari bahwa gadis itu cukup banyak bicara.
Banyak bicara bukan dalam artian bawel sehingga Gemma jadi risih mendengarnya, dia justru senang karena mendengar Hana sangat aktif dalam berbicara sehingga membuat perjalanan mereka tidak terasa membosankan sama sekali.
"Semoga betah-betah deh sekolah di sini ya, jangan bosen kalo seandainya lihat muka gue sama anak-anak lima sekawan yang lain kalo sering main ke rumah, soalnya rumah Tama memang udah jadi kayak basecamp kalo kita semua lagi pingin kumpul-kumpul sih. Kadang juga bisa di kosan gue, tapi memang lebih sering ke rumahnya Tama."
Gemma mendengar suara tawa Hana di belakangnya. "Enggak apa-apa kali, kalian kan udah lebih dulu sering dateng ke rumah dan gue termasuk orang baru di sana meskipun gue sama Tama saudara. Jadi, harusnya gue yang bilang kalo kalian jangan kaget kalo tiba-tiba ketemu gue nanti," kata gadis itu membalikkan perkataan Gemma.
"Iya, enggak bakal kaget kok, gue janji nggak akan ada tragedi tumpah air minum lagi kalo nanti main ke rumah Tama."
Gemma langsung terbahak dengan kencang ketika merasakan pundaknya baru saja dipukul oleh Hana dari belakang sana, tentu saja tidak begitu kuat tapi tetap saja Gemma bisa merasakannya dengan sangat jelas.
"Lo mah dibahas terus, padahal kan gue udah minta maaf, lo juga udah bilang kalo masalahnya udah selesai. Jangan dibahas terus dong, guenya malu banget nih," Khanaya merengek gemas, cukup kesal karena Gemma lagi-lagi membawa permasalahan yang sempat terjadi di antara mereka padahal dirinya sudah mencoba untuk melupakan hal tersebut, sebab menurut Hana kejadian malam itu sangat memalukan baginya.
Bagaimana dia bisa menumpahkan air ke seragam seseorang yang baru dirinya temui di hari itu, belum lagi fakta bahwa laki-laki itu adalah teman sepupunya dan Hana jadi bisa lebih sering bertemu dengannya.
Padahal awalnya Hana sudah berharap bahwa dia tidak akan bertemu dengan laki-laki ini lagi karena mengingat kejadian yang sudah terjadi di antara mereka. Tapi, Hana tahu itu tidak mungkin karena laki-laki ini adalah sahabat Gemma, jadi sudah pasti Hana akan sering bertemu dengannya juga dengan anak-anak yang lainnya.
Jadi, dia berusaha untuk menjalin hubungan yang baik dengan teman-teman Tama juga, berusaha untuk menjadi pribadi yang menyenangkan agar mereka tidak merasa canggung terhadapnya.
Selama dua puluh menit keduanya habiskan dengan bertukar cerita apapun yang bisa mereka ceritakan, Hana benar-benar aktif menanyakan beberapa hal yang menyangkut sekolah Gemma, dan Gemma pasti akan menjawab sebisanya.
Maka ketika tiba-tiba saja mereka sudah sampai di depan rumah Tama, keduanya tidak kaget lagi kalau waktu yang mereka habiskan ternyata terasa secepat itu.
"Jadi Tama kepilih untuk jadi kandidat Ketua OSIS tahun ini, makanya sekarang dia sibuk banget?" Hana sudah turun dari motor dan baru saja melepaskan helmnya ketika melontarkan pertanyaan barusan.
Gemma mengangguk lalu mengambil sodoran helm dari gadis itu. "Lo sepupunya tapi nggak tau kalo dia bakal jadi Ketua OSIS?"
"Gue nggak pernah kepoin tentang sekolah dia sih, tapi gue memang tahu kalo Tama pinter." Hana nyengir. "Gemilang, makasih ya udah anterin gue balik. Sekali lagi maaf kalo ngerepotin."
Gemma tertawa, mereka memang sudah bertukar nama tadi tapi aneh rasanya jika Hana memanggilnya dengan nama panjang seperti itu.
"Panggil Gemma aja, kalo Gemilang kepanjangan dan susah disebut."
Hana tertawa. "Oke, Gemma. Makasih lagi."
"Yoi, sama-sama, dan gue nggak merasa direpotkan jadi jangan minta maaf lagi," balas Gemma sambil menyimpan helm.
"Eh, Gemma. Randu tuh temen lo juga bukan?"
"Randu?" Gemma sampai berbalik dan menatap gadis itu untuk memastikan bahwa dia tidak salah dengar. Untuk apa gadis ini menanyakan tentang Randu?
Hana mengangkat wajahnya karena sebelumnya dia fokus pada ponselnya. "Iya, Randu. Dia barusan chat gue minta di save balik, dan bilang kalo dia temennya Tama yang kemarin ikut makan di rumah. Berarti salah satu dari rombongan kalian kemarin 'kan?"
Gemma menggangguk untuk menjawab pertanyaan gadis itu tapi isi kepalanya justru memikirkan hal lain.
Randu nge-chat Hana?
Untuk apa?
"Yaudah deh kalo gitu, gue masuk, ya! Hati-hati Gemma balik ke sekolahnya."
Gemma mengangguk lagi lalu pamit sebelum melajukan motor Tama untuk kembali ke sekolah. Isi kepalanya masih memikirkan sebuah praduga, sebenarnya Gemma tak mau ambil pusing dengan sikap sahabatnya itu, tapi bukankah terlalu cepat jika Randu memang ingin mendekati gadis itu? Karena mereka baru saja bertemu kemarin.
Biarkan sajalah, biar itu menjadi masalah dari kisah cinta Randu, karena Gemma tak mau ikut campur di dalamnya.