Tidak butuh waktu lama bagi Gemma untuk bisa keluar dari gerbang utama sekolah, privilege yang dirinya terima karena memiliki teman seorang calon ketua OSIS memang sangat amat berguna untuk hari-harinya. Tadi, ketika Gemma sampai di depan gerbang, Pak Mudi langsung bertanya kepadanya.
"Ini Gemma yang tadi diminta Tama buat keluar, ya?" tanya Pak Mudi yang memang sudah mengenalinya.
Lima sekawan memang terkenal di mana-mana, bahkan sampai ke guru-guru, ibu kantin, office boy sekolah dan satpam yang menjaga di depan gerbang juga sudah mengenal mereka semua. Sebetulnya yang paling dikenal itu Tama dan Azka, Tama dengan posisinya yang tinggi dan mengharuskan orang-orang mengenalnya, serta Azka yang sangat friendly terhadap orang lain sampai tidak memandang umur sekalipun. Azka akan mengajak ngobrol semua orang yang dia temui, menyapa mereka dengan raut gembira sampai Gemma berpikir bahwa mungkin tidak ada satu orang pun yang tidak mengenal Azka atau tidak dikenal Azka di sekolah ini.
Bahkan Gemma juga sempat mengira bahwa temannya itu kemungkinan besar memiliki sebuah buku berisikan nama-nama semua orang yang berada di SMA Garda Muda dari tahun ke tahun.
Sedangkan Gemma, Arjuna dan Randu hanya kecipratan dikenal karena mereka sahabat dari kedua orang itu. Melihat mereka yang sering bersama-sama membuat semua orang juga lantas tanpa sadar mengenal ketiganya. Namun, seperti yang sudah Gemma bilang tadi bahwa privilege yang dia miliki karena memiliki dua sahabat seperti Tama dan Azka sangat amat membantunya ketika sedang dalam keadaan terdesak seperti ini.
Ketika anak-anak lain akan kesulitan untuk keluar dari gerbang karena tidak akan mendapatkan izin di mana jam pulang sekolah memang belum diberitahukan, maka Gemma bisa dibukakan gerbang dengan mudah oleh Pak Mudi yang bahkan tidak bertanya lagi apa kepentingannya sampai harus keluar sekolah.
Sebab, Tama pasti sudah mengurus semuanya dengan rapi sehingga Gemma hanya tinggal pergi saja melakukan perintah yang tadi dia berikan.
"Hati-hati Gemma berkendaranya, semoga selamat sampai tujuan ya."
"Makasih banyak, Pak Mudi," ujar Gemma dengan ramah sebelum akhirnya membawa motornya untuk pergi dari gerbang sekolah.
Ada sebuah halte di depan SMA Garda Muda yang memang sudah berdiri sejak bertahun-tahun lalu, tempat di mana anak-anak yang tidak memiliki kendaraan pribadi untuk menunggu angkutan umum sebagai sarana pulang sekolah yang dipilih oleh mereka. Ketika jam pulang sekolah biasanya halte itu akan dipadati oleh para siswi yang berlomba-lomba sampai di depan lebih dulu untuk bisa duduk di halte, daripada mereka harus berdiri menunggu angkutan umum yang terkadang lebih dulu terisi penuh atau cukup lama datangnya.
Sebelum keluar tadi dia sudah yakin bahwa tidak akan sulit baginya untuk mencari Hana, walaupun bagian depan sekolah cukup ramai sebab acara MOS terakhir masih berlangsung, yang mana akan ada banyak sekali pedagang kaki lima yang berkumpul di luar sekolah untuk menunggu jam istirahat tiba agar anak-anak bisa segera membeli makanan yang mereka jual.
Tapi, Gemma benar-benar bisa menemukan Hana dengan mudah. Karena adanya halte di depan sekolahnya, sehingga tidak sulit bagi Gemma untuk menemukan keberadaan Hana. Gadis itu duduk di sana, tatapannya terlihat serius menghadap ke arah ponselnya sehingga tak sadar bahwa Gemma—bersama dengan motor Tama, sudah sampai tepat di hadapannya.
Gemma tebak, gadis itu sekarang pasti tengah mengirimkan spam chat kepada Tama dengan bertanya kapan dia akan keluar untuk mengantarnya pulang. Gemma bisa menebak seperti itu bukan karena dia memiliki pengalaman semacam ini sebelumnya, tapi terkadang Aulia sering melakukan itu kepada Arjuna dan Arjuna kerap kali mengatakannya kepada anak-anak lima sekawan seperti, 'Eh, gue duluan ya, ini Aulia udah spam chat katanya gue kelamaan, dianya nunggu sendirian.' kira-kira seperti itu dan hal-hal lainnya.
Maka dari itu Gemma bisa berspekulasi demikian, meskipun sejujurnya dia juga tidak yakin sih. Tapi, melihat dari bagaimana kedua alis Hana terukik naik dengan kening yang juga berkerut membuat Gemma sedikit yakin bahwa gadis itu cukup merasa tak nyaman berada di lingkungan baru yang bahkan belum pernah dia datangi sebelumnya.
Karena tak mau terus-terusan membuat gadis itu menunggu, akhirnya Gemma yang sejak satu menit lalu sudah memberhentikan motor Tama tepat di depan gadis itu pun akhirnya memilih untuk membunyikan klakson satu kali agar Hana bisa menyadari eksistensinya yang memang sudah berada di dekatnya sedari tadi.
Hana langsung mengangkat kepalanya dari ponsel karena terkejut, dia tidak langsung menghampiri Gemma melainkan memperhatikannya selama beberapa saat dengan kening yang masih berkerut. Sepertinya gadis itu masih mencoba mengingat-ingat siapa laki-laki yang ada di depannya sekarang, sebab mereka memang baru satu kali bertemu, bisa saja Hana tidak mengingat wajahnya.
Gemma tersenyum tipis ketika melihat gadis itu akhirnya bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah dirinya. "Lho, temennya Tama yang semalam main ke rumah, 'kan, ya?" Hana bertanya untuk memastikan, wajahnya masih terlihat bingung, tapi gadis itu sudah mendekat seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku.
Gemma mengangguk kecil sebagai jawaban, terselip sedikit keinginan di dalam hati untuk mengerjai gadis itu, tapi Gemma takut bahwa tindakannya tersebut akan membuat Hana marah apalagi mereka belum terlalu dekat. Akhirnya Gemma memilih untuk langsung jujur saja daripada membohongi gadis itu.
"Iya, yang semalem kena insiden tumpahan air," ujar Gemma mengungkit kejadian yang terjadi di antara dirinya dengan gadis itu kemarin malam, laki-laki itu langsung mengulum senyum ketika melihat ekspresi Hana langsung berubah malu ketika mendengar pengakuannya tadi.
"Ah, iya ... gue baru ingat itu lo," katanya malu-malu, tentu saja malu, bagaimana mungkin Hana sudah menumpahkan air ke baju laki-laki itu dipertemuan pertama mereka? Apalagi laki-laki itu adalah sepupunya, sudah pasti Hana jadi malu setengah mati karena mereka bertemu lagi sekarang.
Gemma tersenyum kecil, akhirnya membelokkan topik karena tak mau membuat gadis itu jadi merasa bersalah kembali hanya karena dia mengungkit kejadian semalam. "Tama-nya masih sibuk nih di dalem jadi nggak bisa diganggu, dia minta tolong gue buat nyamperin dan nganterin lo balik. Enggak apa-apa kan kalo baliknya sama gue?"
Padahal niat Gemma memutar topik karena ingin membuat gadis itu tidak lagi merasa bersalah terhadapnya akibat insiden semalam, tapi ternyata pertanyaanya tadi justru mengundang ekspresi yang sama seperti tadi malam yang telah Gemma dapatkan.
Apakah gadis ini memang tipe orang yang mudah sekali merasa bersalah?
"Harusnya gue yang tanya, ini nggak apa-apa lo nganterin gue balik? Gue jadi nggak enak banget ini serius, tau gitu gue naik ojek online aja deh tadi." Hana memandang Gemma dengan ekspresi tak enak hati.
Sekolah Hana dan sekolah Tama memang dekat, hanya berbeda beberapa jalan saja tapi jika ditempuh dengan berjalan kaki mungkin hanya akan menghabiskan waktu selama lima menit. Ketika datang ke SMA Garda Muda pun tadi Hana benar-benar berjalan kaki karena tak mau membuang-buang uangnya.
Alasan mengapa Hana tidak memesan ojek online sedari tadi adalah karena tante Rana yang meminta Tama untuk pergi dan pulang bersama dengan Hana. Jika nanti wanita itu melihat dirinya pulang sendirian pasti Tama akan dimarahi, dan Hana tidak mau itu terjadi.
Tapi, sekarang yang muncul di hadapannya malah laki-laki lain. Salah satu teman Tama yang semalam berada di rumah. Hana malah semakin tak enak hati karena harus merepotkannya, sebab Hana juga tidak tahu apa yang dia lakukan di dalam sekolah sana sebelum Tama memintanya untuk mengantar Hana.
"Enggak apa-apa kali, lagian Tama sendiri yang minta tolong sama gue. Gue juga nggak ada kerjaan di dalem sana, males banget kalo harus nunggu beberapa jam lagi buat pulang," kata Gemma jujur, laki-laki itu langsung menyodorkan satu helm pada Hana. "Jangan ngerasa nggak enak, Hana. Gue beneran mau kok nganterin lo pulang. Jadi, yaudah yuk nggak usah mikirin apa-apa, mending sekarang kita balik."
Mau tak mau Hana harus setuju untuk pulang bersama laki-laki ini.