Chereads / Javanese Freislor / Chapter 28 - Pertemuan dengan Wanita di Dalam Es

Chapter 28 - Pertemuan dengan Wanita di Dalam Es

"Lihat ke belakangmu! Di sana, rumah itu kosong lagi!" teriak Freislor, ia masih menepuk punggung Breckson. Remaja itu menoleh ke belakang. Dan ia melihat sebuah restoran yang masih sama dengan pengunjungnya yang banyak.

"Apanya? Itu masih sama, Freis. Rumah makan dengan banyak pengunjung. Kamu bener-bener aneh," ucap Breckson. Freislor menoleh ke belakang dan menyadari hal yang sama dengan Breckson.

"Loh, kok berubah? Kenapa, sih?" tanya Freislor dengan wajah kesal. Gadis itu melompat dari sepeda dan berlari ke rumah makan itu. Breckson yang melihatnya terkejut.

"Freis! Tunggu! Kembalilah!" pekiknya dengan wajah kesal. Remaja itu mengejar Freislor. Namun, ia terlambat karena Freislor telah memasuki rumah makan itu. Dalam sekejap, rumah makan yang tadinya ramai berubah menjadi sepi. Tak ada satu pun orang yang dapat dia temui di sana. Semuanya tergantikan dengan hal yang membuatnya membulatkan kedua mata.

"Oh tidak, apa yang terjadi? Kenapa tidak ada orang di sini?" tanyanya penasaran. Kedua matanya beralih ke arah sekitar. Dia melihat beberapa lukisan tersebar luas di berbagai sudut ruangan. Lukisan pertama adalah lukisan berupan tengkorak yang sedang berkeliaran dengan jalan merangkak. Sedangkan di sudut lain, ada sebuah lukisan yang menggambarkan sebuah singa.

"Hah? Tempat apa ini?" Freislor semakin penasaran. Ia berjalan mendekati sebuah meja panjang yang mana terdapat papan lingkaran berwarna hijau, merah, ungu, dan juga biru. Tanpa sengaja, Freislor menyentuh salah satu warnanya. Hal itu membuat ruangan yang ada di sana berubah. Beberapa dinding yang ada di sana seketika bergerak maju dan mundur. Ada juga yang patah, sampai akhirnya, Freislor bertemu dengan sosok wanita yang dikurung dalam sebuah balok es.

"Mengerikan, apa-apaan ini?" Freislor mengamatinya dari dekat. Gadis itu bisa melihat dengan jelas seorang wanita berwajah putih dan perawakan tinggi. Kedua tangannya memegang bunga tulip berwarna ungu, kedua matanya terpejam. Tangan kanan Freislor tanpa sengaja mengetuk balok es yang mengurungnya. Hal itu membuat kedua mata wanita itu terbuka lebar.

"Hah?!" pekiknya. Gadis itu berlari menghindar. Namun, wanita itu malah tertawa.

"Apa yang kamu lakukan, gadis kecil?" tanya wanita itu sembari tersenyum. Freislor mengernyitkan salah satu matanya. Gadis itu memberanikan diri untuk mendekatinya. Mereka saling bertatapan. Dan Freislor menyadari bahwa, kedua iris mata kedua wanita itu berwarna ungu.

"Maaf, aku tadi tidak sengaja ke sini. Aku rasa, aku harus pergi sekarang," ucap Freislor sembari tersenyum.

"Kenapa pergi sekarang? Jangan buru-buru. Aku tidak pernah membiarkan siapa pun pergi dengan tangan kosong," jawab wanita itu.

"Kenapa? Apa kau mau berbuat jahat padaku?" tanya Freislor dengan wajah penasaran. Ia mencoba untuk berhati-hati dengan apa yang ada di hadapannya.

"Tidak, tentu tidak. Aku tidak ingin berbuat jahat kepada siapa pun. Tapi, kamu berhasil ke sini. Padahal, aku sudah menandai papan di luar untuk mencegah siapa pun masuk ke sini. Dan, aku tidak menyangka bahwa kamu bisa menerobos masuk ke sini.

"Ah, yah. Maaf karena aku lancang, aku rasa, aku harus pergi," jawab Freislor sembari berjalan ke arah pintu.

"Tidak, jangan dulu. Kamu belum tahu alasan kenapa aku menandainya dengan papan seperti itu, bukan?" tanyanya dengan wajah penuh senyuman.

"Yah, kenapa?" tanya Freislor. Ia menghentikan langkahnya karena penasaran.

"Tentu saja karena aku tidak ingin semua orang masuk. Karena, beberapa dari mereka biasanya terjebak dan tidak bisa keluar. Tapi, kali ini sepertinya berbeda. Kamu menemukanku dengan begitu mudahnya, gadis kecil. Menemukanku bukanlah hal yang mudah," ucap sang wanita.

"Benarkah?" tanya Freislor dengan wajah penasaran.

"Yah, tentu saja. Makanya, aku ingin memberimu hadiah, gadis kecil. Katakan, apa ada yang ingin kau ketahui? Aku bisa memberimu jawaban untuk pertanyaanmu. Hanya tiga kali, ya."

Freislor mengangguk pelan dan tersenyum. Gadis itu masih tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya. Beberapa saat setelahnya, ia tersenyum lebar dan melihat ke arah sang wanita.

"Baiklah, apa kau bisa memberitahuku informasi mengenai Levois? Aku sedang mencarinya sekarang. Dia sudah membuat onar, dan aku harus menemukannya."

"Heum, Levois, rasanya aku tidak asing dengan nama itu. Dia adalah orang yang licik, gadis kecil. Apa yang ingin kamu lakukan sampai harus bertemu dengannya?" tanya wanita itu.

"Aku tidak bisa memberitahumu. Yang jelas, ini demi kebaikan seluruh negeri. Aku sedang berusaha melindunginya," jawab Freislor sembari berusaha tersenyum tipis.