Chereads / Anomaly : Mistery (Webnovel Indonesia) / Chapter 2 - Chapter 2 : Gagak?

Chapter 2 - Chapter 2 : Gagak?

Fri – 10/Jun (Limbo)

Sekitar lima belas menit setelah aku dan seorang wanita berambut hitam melarikan diri dari ular raksasa, akhirnya kami bisa bernafas lega. Ular besar itu sudah tidak mengejar kami lagi. Sekarang kami berada di sebuah persimpangan jalan yang asing bagiku.

Dia menurunkanku.

"Se-sebenarnya apa yang terjadi!?" Aku mencoba bertanya.

"Apa kau tidak lihat aku sedang mengatur nafas? Sial, kenapa kau harus seberat itu sih?"

Eh?

"A-a-a-apa kamu baru saja bilang kalau aku gendut, huh!?"

"Aku gak bilang gitu..."

"KA-KALAU AKU GEDUT KENAPA EMANG!? JANGAN PIKIR HANYA KAMU SAJA YANG KURUS DISINI!?" 

"Ngomong apa sih? Badan lo lebih kecil dari gue, manamungkin gue bilang kalau lo gendut!"

"TAPI TADI KAMU!?"

"Syuut!" tibe-tiba dia menyuruhku untuk diam, "sepertinya dia masih mengejar kita..."

"Yang bener? Terus, apa kita harus pergi lagi?!" berbisik.

"Nggak, nggak perlu. Lagipula kenapa kita harus lari? Ah, apa lo pingin digendong lagi?" tanyanya mengejek.

"BUKAN GITU!! Aku cuman gak mau mati, itu aja..."

"Oh, jadi lo takut mati juga ternyata?"

"Siapa sih yang gak takut?! Dasar!" Aku mengamuk, namun aku tahu ini bukan waktu yang tepat untuk bertengkar dengannya. "Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang!?"

"Tidak ada."

"Apa maksudmu dengan 'Tidak ada'?"

"Sebenarnya... Kita memang nggak bisa kabur darinya." Dia tersenyum.

"...Kenapa malah senyumm-senyum kayak gitu!?"

"Ayo kita lawan dia!" dengan senyuman lebar dibibirnya yang tipis dia berkata dengan gampangnya.

"Kamu... pasti sudah gila?"

"Gak, gue gak gila."

"Terus gimana caranya kamu ngalahin monster besar itu?" 

"Lihat aja nanti!" Dia mulai melakukan gerakan seperti sedang pemanasan.

Serius? Apa dia akan melawan mahluk itu? Bagaimana bisa seseorang tubuh sekecil itu bisa mengalahkan mahluk yang besarnya sepuluh kali lipat dari tubuhnya? Dia pasti bercanda 'kan?

"Dia datang..." itulah katanya.

Blar!

Ternyata benar, ular itu kembali datang dengan cara yang sama yaitu menghancurkan sebuah gedung. Dia menjulurkan lidahnya dan tak berapa lama dia menoleh kearah kami.

"OKE, MAJULAH ULAR BUSUK!"

"HEI, KAMU SERIUS BAKAL MELAWAN-NYA!!?

"Memang kenapa? Apa Lo takut?"

"Ya, takutlah! Dia besar banget!"

Sssshhhh!

Mahluk itu berdesis sebelum mulai mendekat kearah kami dengan kecepatan penuh. 

Disaat yang sama perempuan yang bersamaku mulai membuat ancang-ancang untuk melompat.

"...Lo tahu, semut bisa mengangkat beban sepuluh kali besar tubuhnya. Itu baru semut, BAGAIMANA KALAU MANUSIA?"

Dia langsung melompat sekitar lima meter jauhnya tepat di depan moncong mahluk itu.

Drep! Dum!

Dia menahan pergerakan mahluk itu dengan tubuhnya. 

Tidak bisa dipercaya, dia berhasil menghentikan pergerakan ular besar itu dengan tubuhnya?!

"RASAKAN INI!" Dia melompat keatas kepala mahluk itu dan langsung memukul kepala sang ular sekuat tenaga.

Dum!

Suara pukulannya terdengar cukup keras, bahkan aku yang jaraknya cukup jauh dapat mendengarnya dengan jelas. Tanah di bawah mahluk itupun sekarang sudah retak karena pukulan perempuan tadi.

"Wah... Dia beneran kuat..." aku bergumam.

Aku melihat dia mulai kembali mengepalkan tinjunya, "Masih belum... Rasakan ini!"

Dum! Dum! Dum!

Pukulan kedua, ketiga dan keempatpun dilancarkan. 

Ular itu hanya bisa menggeliat saat kepalanya dipukul beberapa kali oleh perempuan itu.

"HYAAAA!!!"

DUM! DUM! DUM!

Entah berapa pukulan yang dilayangkan perempuan itu, namun yang pasti aku tidak bisa melihat pergerakan tangannya yang cepat. 

Setelah pukulan yang brutal itu, dia langsung melompat ke atas untuk melakukan sesuatu. 

Sepertinya ini adalah serangan pamungkasanya.

"Dengan ini habislan su----"

Hap!

"Heh?!"

A-APAAN TUH?! 

Aku melihat didepan mataku sendiri seseorang dimakan hidup-hidup oleh seekor ular raksasa!

Sebelum perempuan itu sempat turun, ular itu sudah terlebih dahulu mengangkat kepalanya dan melahap perempuan itu dengan satu gigitan. 

"Ti-tidak mungkin..." lututku rasanya sangat lemas sampai akupun terduduk di lantai. 

Satu-satunya harapanku—orang yang sepertinya tahu tempat ini—sudah dimakan hidup-hidup oleh seekor ular raksasa. Aku bisa membayangkan setelah dia memakannya, selanjutnya pasti giliranku.

Ular itu mulai menoleh kearahku dan perlahan memposisikan dirinya untuk mendekatiku.

Ser!

Ular itu akhirnya mulai bergerak kearahku. 

Sepertinya ini akhir hidupku. 

Aku tidak menyangka kalau aku pada akhirnya harus mati dengan cara seperti ini. 

Ibu, maafkan aku... 

Sepertinya aku tidak bisa menemukan-Nya...

Deg!

"?!"

Tunggu perasaan apa ini?!

[Apa kau menyerah?]

Tentu saja, bagaimana mungkin aku tidak menyerah disaat seperti ini?

[Tegakkan wajahmu dan tatap kedepan! Bukankah kau berjanji pada Ibumu untuk menemukannya?]

Tapi saat ini...

[Akan kupinjamkan kekuatanku.]

Kekuatan...

Aku merasa tubuhku bergerak sendiri dan langsung menyentuh tanah dengan kedua tanganku. 

Kurasakan ular itu semakin mendekat dan jaraknya mungkin kurang dari lima meter dihadapanku.

"...Tehnik Elemen Kristal Darah : Lantai Darah..." tanpa sadar aku berkata seperti itu. 

Aku tidak tahu itu apa tapi tiba-tiba saja kata-kata itu tergiang di kepalaku.

ZRAAAK!

Aku tidak terlalu mengerti, tapi aku melihat banyak sekali batu trasparan berwarna merah yang keluar dari bawah tanah. Sesuatu yang keluar itu menyerupai duri yang terus muncul bergerak ke arah ular tadi.

Zleb!

Karena tidak bisa menghindar, ular tadi hanya bisa pasrah saat tubuhnya tertusuk batu merah itu dari ujung moncong hingga ekornya. Sepertinya dia tidak bisa bergerak lagi dan hanya mengeliat-geliat di sana tanpa bisa bergerak ke manapun.

"Aku berhasil... *Deg! Urgh?!"

Mataku... 

Ada apa ini?! 

Kenapa kedua mataku terasa seperti terbakar? 

"Arrkkkhh?!"

Aku terus meringis kesakitan karena mataku terasa sakit. Rasanya seperti ditusuk dengan benda yang sangat panas. Pandanganku semakin lama semakin memudar dan aku bahkan sampai tidak bisa menutup kedua mataku sama sekali.

Karena tidak bisa menutup kelopak mataku, akupun menutup mataku dengan kedua tanganku. Tapi saat tanganku menutup mataku, entah kenapa aku merasa seperti ada benda cair yang keluar dari mataku. Saat aku mencoba menjauhkan tangan dari mataku, kulihat tanganku penuh dengan cairan berwarna merah. Ternyata itu adalah darahku.

[Kontrak pertama telah terjalin. Menjalankan proses pembatalan Sistem Pengekang.]

Apa yang sebenarnya terjadi denganku!?

Kroak!

"?!"

Aku mendengar sesuatu di atas kepalaku. Suara seperti suara burung dan kepakan burung yang sangat banyak. Ternyata benar, di atas kepalaku kulihat puluhan burung berwarna hitam terbang mengelilingiku. 

Dari suaranya aku tahu kalau itu adalah burung gagak dan mereka terus melihatku dengan mata merahnya yang melotot tajam seperti sedang mengincarku tuk dijadikan makanan mereka.

Sepertinya aku tidak bisa bertahan lagi... 

Aku harap aku bisa pulang dari sini. 

Siapa saja to... tolong...

Akhirnya akupun kehilangan kesadaranku sepenuhnya.

 

~*~*~

 

--/--

"Ibu, kenapa burung-burung itu terbang terus di atas kepalaku?"

"Burung apa maksudmu?"

"Burung hitam itu?"

"Ibu tidak melihatnya, mungkin itu cuma halusinasi kamu aja."

Waktu itu, aku hanya bisa percaya saja apa yang diakatakan Ibuku. Umurku baru lima tahun dan akupun masih belum mengetahui apa yang sedang terjadi, tapi saat ini aku yakin kalau gagak yang selama ini aku lihat bukanlah sebuah ilusi.

"Sebenarnya apa artinya ini semua...?"

Aku mulai menunduk untuk merenungi apa yang sedang terjadi saat ini sampai tiba-tiba...

"Kita bertemu lagi, Sarah."

Tiba-tiba terdengar suara seseorang dan kemudian penglihatanku berubah. 

Aku seperti berpindah dimensi dari saat aku masih muda dulu menjadi berada disebuah ruangan kosong. 

Hanya ada sebuah sangkar burung berwarna hitam tergantung beberapa meter didepanku.

Walau tak pasti, tapi sepertinya aku dapat melihat ada seekor burung di dalam sangkar itu. 

Burung itu berwarna hitam legam sama seperti sangkar itu—tunggu, bukankah itu burung gagak?!

"Mendekatlah..." suara itu kembali terdengar dan sepertinya suara itu berasal dari sangkar burung itu. 

Tidak mungkin, mana mungkin burung itu yang memanggilku 'kan?

Karena penasaran akupun mulai memberanikan diriku untuk mendekati sangkar burung yang berisi burung berwarna hitam itu dengan perlahan.

"Bagus, mendekatlah..."

"..."

"Apa kau ingin mengetahui siapa dirimu sebenarnya...? Kau tahu, aku akan memberikanmu apapun bila saja kau mengeluarkanku disini."

Apa katanya? 

Memangnya dia siapa?

Aku mulai menghentikan langkahku saat tiba-tiba saja kepala burung itu berbalik menghadap kearahku. 

Satu-satunya menarik perhatianku adalah, matanya. 

Aku dapat melihat matanya memiliki dua warna mata yang berbeda.

"Kenapa berhenti? Apa kau ingin berpikir ulang? Baiklah, berpikirlah selagi kau masih bisa..."

Aku merasakan sesuatu yang aneh saat ini. Aku seperti merasa terikat dengan burung itu, tapi pada kenyataannya aku tidak tahu apa itu dan apa yang dia inginkan.

Aku kembali meneruskan langkahku mendekati sangkar itu. Dengan perlahan-lahan aku mencoba membuka kunci sangkar itu. Sampai pada saat aku berhasil membuka kunci pengait sangkar itu dan langsung membuka pintu sangkar.

Kroaak!!

"Ah!!"

Tiba-tiba saja seekor gagak itu berubah menjadi gagak-gagak kecil yang terbang keluar dari pintu itu dan berputar-putar di atas kepalaku. 

Mereka terus berputar sampai mereka membentuk sebuah siluet seseorang.

"Terima kasih kau telah membebaskanku. Mulai saat ini aku akan menemanimu sampai akhir hidupku. Itulah janjiku sebagai keturunan sang pembawa cahaya."

Entah kenapa dadaku menjadi sesak seperti penuh dengan udara saat sosok berkata. 

Siapa sebenarnya dia? 

Semakin lama aku semakin merasa sesak sampai aku tidak bisa berdiri dan lalu tak lama setelah itu penglihatanku menjadi buram dan semuanya menjadi gelap.

[Proses Kontrak ulang dengan ??? Lucy telah berhasil. ??? Lucy menunggu pemanggilan.]