Chereads / Anomaly : Mistery (Webnovel Indonesia) / Chapter 5 - Chapter 5 : Pertemuan Kembali?

Chapter 5 - Chapter 5 : Pertemuan Kembali?

Wed – 22/Jun (Pagi)

Ke esokan harinya setelah aku bertemu dengan Dewi Kehidupan, walaupun masih sedikit lemas, aku memaksakan untuk tetap pergi ke sekolah seperti biasa dengan Bus. Bus adalah modal transportasi yang paling populer. Bukan hanya karena murah, tapi juga modal transportasi masal ini sangatlah tepat waktu.

Saat di perjalan menuju sekolah, aku sempat mendengarkan percakapan dua siswi yang juga berasal dari sekolahku.

"Kamu tahu?"

"Apa?"

"Gadis yang hilang minggu lalu akhirnya ketemu!"

"Yang bener?! Terus gimana keadaannya?"

"Sayangnya dia meninggal..."

"Yang bener?!"

"Ya, dan keadaannya sama seperti kasus yang waktu itu."

"Apa maksud kamu kasus pembunuhan wanita bikini?!"

"Ya, benar sekali!"

Sepertinya kasus pembunuhan ini sangat menarik perhatian semua orang. Tentu saja, karena pembunuhan ini sangatlah disturbing. Maksudku membunuh tanpa meninggalkan jejak luka apapun dan juga mayat korban ditinggalkan dalam keadaan mengenakan pakaian dalam bikini. Dilihat dari manapun ini kemungkinan hasil karya dari penjahat psikopat mesum.

Itulah menurutku dan walaupun begitu aku tidak terlalu menghiraukannya. Menurutku, lebih baik aku biarkan saja Polisi yang menyelesaikannya, jadi lebih baik aku tidak seharusnya memikirkannya terlalu dalam.

Aku melanjutkan perjalananku sambil menutup telingaku dengan earphone.

Wed – 22/Jun (Pulang sekolah)

Ding dong deng!

Bel pulang sekolah berbunyi.

"Akhirnya pulang juga, hyah!" Cristine berteriak sambil melompat berdiri dari bangkunya.

Sebenarnya dia niat sekolah gak sih?

Aku akhir-akhir ini sempat berpikir seperti itu. Karena walaupun dia anak yang penuh semangat, tapi saat pelajaran berlangsung entah kenapa dia seperti tidak fokus dan kadang dia bisa tertidur di kelas.

Penampilannya memang mirip seperti anak gaul yang nakal, tapi dia tidak senakal yang terlihat. Kupikir dia hanya malas saja.

Saat ditanya kenapa dia terlihat tidak fokus saat berlajar, dia hanya bilang, "Karena setiap malam aku begadang untuk bikin baju!".

Aku tidak tahu baju seperti apa yang dia buat, tapi bagus juga kalau kita punya hobi seperti itu. Selain karena waktunya dihabiskan dengan sesuatu yang produktif, dia juga mungkin bisa menghasilkan uang dari hobinya itu.

"Sarah, ayo kita pulang bareng lagi!"

Dia mengajakku untuk pulang bersama lagi.

"Sepertinya Sarah nggak bisa bareng hari ini." Tiba-tiba suara lain kembali menginterupsi dan ternyata itu adalah Mirna yang muncul entah dari mana.

"Yaah? Kenapa?"

"Kamu nggak liat jadwal piket di depan?"

"Jadwal piket?" dia berpikir sejenak dan kemudian, "—HYAAH?! Sekarang giliran Sarah piket kelas-ya?!"

Gak perlu sekaget itu juga bisa 'kan?

"Juga kamu bukannya ada meeting dengan client?" Tambah Mirna mengingatkan.

"Hyaah! Aku sampe lupa!"

Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. 'Client'? 'meeting'? Aku benar-benar tidak ada bayangan apa yang akan dilakukan oleh Cristine, tapi sepertinya berhubungan dengan pekerjaan atau sebagainya.

"Maaf, kayaknya kami harus pulang duluan. Aku lupa kalau aku punya janji. Maaf ya, Sarah!" Cristine memohon.

"Ya, aku juga hari ini ada part-time jadi nggak bisa pulang bareng."

Mereka berdua tampak merasa bersalah karena tidak bisa menemaniku untuk pulang.

"...tidak apa-apa kok. Kalian bisa pulang duluan!"

"Beneran?" Cristine.

"Ya." Jawabku.

"Sekali lagi maaf ya, Sarah..." Mirna.

"Gak apa-apa. Gak apa-apa. Kalian pulang duluan aja!"

Walaupun aku berkata seakan itu bukan sesuatu yang penting, tapi aku agak merasa kecewa. Kalau saja aku tidak piket, pasti aku bisa lebih lama mengobrol dengan mereka.

Selama beberapa hari bersekolah di sini, hanya mereka berdua yang paling dekat denganku. Memang ada banyak orang yang kukenal di kelas ini, tapi entah kenapa aku hanya menempel dengan mereka berdua.

"Sampai besok, Sarah." Mirna pun pergi duluan keluar dari ruang kelas.

"Dadah, Sarah! Semangat piketnya-ya! Hey, Mirna tunggu aku!" Cristine-pun juga mulai mengikutinya dari belakang.

~*~*~

Selesainya dengan tugas bersih-bersih ini, akhirnya aku bersiap untuk pulang kerumah.

Namun belum juga aku keluar dari wilayah sekolah, aku melihat seorang anak laki-laki sedang berdiri di depan gerbang sekolahku.

Dia mengenakan baju seragam yang sama denganku, sepertinya dia berasal dari sekolah ini. Aku mencoba mengabaikannya dan kemudian saat aku melewati gerbang sekolah...

"Sarah!" ada seseorang yang memanggil namaku.

Aku menghadap kearah asal suara itu berasal. Ternyata itu berasal dari seorang laki-laki yang tadi kulihat. Dia tersenyum cukup manis sambil mengangkat tangan kanannya.

"Akhirnya kita ketemu lagi..."

Tunggu, apa dia mengenalku?

"Kenapa muka lo kayak jijik gitu?" sambil mendekat perlahan.

Tentu saja karena ada seorang pria yang tidak ku kenal tiba-tiba saja menyapaku seakan kita telah kenal lama. Maksudku, kita sedang berada di gerbang sekolah. banyak sekali orang dan aku tidak mau terlihat seperti sedang berpacaran atau semacamnya.

Wajahnya yang agak feminim itu terlihat tidak asing, tapi aku tetap tidak bisa mengenalinya.

"Gue kaget waktu tahu lo juga masuk ke sekolah ini." Dia tersenyum sangat manis dan membuatku sedikit salah tingkah.

Serius, siapa dia sebenarnya?

Dengan sebuah hembusan nafas, akupun memutuskan untuk bertanya padanya.

"Maaf, apa aku mengenalmu?"

Dia terdiam sejenak dan kemudian...

"Lo lupa ya?"

"Lupa?"

"Ya, tentang tabrakan kemarin, ular besar dan pembicaraan kita waktu di rumah sakit... Lo lupa?"

Tabrakan? Ular? Rumah sakit? Bagaimana dia tahu kalau aku—tunggu, apa jangan-jangan dia...

"Ma-malik?!" pekikku.

Dia tersenyum senang penuh kebanggaan seperti sudah menang lotre.

"Ternyata masih inget..."

Tunggu kalau dia Malik, berarti...

"KAMU COWOK?!" Tanpa sadar aku memekik kembali dan membuat Malik keheranan.

"Lah? Emang lo pikir gue apa? Lo gak bisa bedain seragam cowok sama cewek?" menunjuk seragamnya.

Sunguh aku tidak percaya dengan mataku sendiri, baru beberapa hari yang lalu aku bertemu dengannya yang kukira perempuan dan hari ini saat bertemu lagi dia mengaku kalau dia laki-laki.

Sungguh, aku merasa seperti sudah tertipu.

Padahal tidak ada yang berbeda darinya hanya rambutnya saja yang dipotong pendek—atau mungkin kemarin dia memakai wig—, tapi aku merasa dia berubah menjadi orang yang berbeda.

Dia sedikit agak... tampan.

Tunggu, apa yang kupikirkan sebenarnya!?

Saat melihatnya lagi yang sedang menatap ke arahku, aku teringat sesuatu yang membuat wajahku terasa sangat panas.

Dengan cepat aku berjalan mendekat ke arahnya dan berdiri dihadapan laki-laki yang beberapa senti lebih tinggi dari ku itu.

Bagaimana pun dia harus mempertanggung jawabkan ulah-nya waktu itu 'kan?

Dengan cepat...

PLAK!!

Aku menampar pipinya.

"Lo ngapain, sih!?" tanya-nya sambil menatap tajam kearahku.

Bukannya takut, malah saat aku melihat reaksinya aku merasa semakin marah dan hanya bisa mengepalkan tanganku.

"Kenapa tiba-tiba nampar? Gue salah apa?!" dia bertanya.

Aku hanya bisa berkata, "Dasar mesum!" sambil memalingkan wajahku dan pergi berjalan cepat menjauhinya.

"H-hah? Me-me-me-mesum!? Apa maksud lo tadi... Hey, tunggu, Sarah!"

Aku terus mengabaikan rancauannya itu sampai tiba-tiba...

"Tunggu, gue bilang!"

Dia menahan tanganku hingga aku tidak bisa bergerak. Awalnya aku terkejut dan mencoba untuk menarik tanganku pergi, tapi dia terlalu kuat untuk anak perempuan sepertiku.

"Lo kenapa sih? Emang gue salah apa!?" tanyannya.

"Banyak."

"Huh? Banyak?! Berapa banyak!?"

"Y-ya, banyak..."

Dia menghela nafasnya untuk beberapa saat sampai dia menatapku kembali.

"Oke, gue minta maaf kalau gue ada salah. Apa lo kayak gini karena gue kemarin bergaya kayak cewek? Denger ya Sarah, kemarin itu gue itu lagi menyamar jadi maaf kalo lo salah paham."

Menyamar? Kenapa dia harus menyamar?

Apa dia terlibat dengan pekerjaan yang ilegal atau mungkin sebenarnya dia itu intel polisi atau sebagainya?

Tunggu! Apa dia sedang menyamar jadi anak SMA saat ini?

"Oh, tenang saja! Sekarang aku tidak sedang menyamar. Gue emang masih SMA, kelas 2, Lo liat ini!" Dia menunjuk ke arah seragam SMA miliknya.

Syukurlah kalo begitu...

"...dan untuk yang kemarin..."

Wajah pucatnya tampak sedikit memerah.

Apa yang akan dia katakan lagi sekarang?

"...Kau tahu kan tentang..."

"...?"

"Ci..."

"Ci?"

"Ya, Ciu—"

Tunggu! Apa yang dia maksud itu tentang ciuman waktu itu?!

TAP!

Aku dengan cepat menutup mulutnya dengan kedua tanganku.

"Ja-jangan berkata seperti itu di depan umum! Dasar!"

Dia lalu menghalau lenganku dari mulutnya.

Aku tidak tahu wajah apa yang dia gunakan karena aku tidak bisa menatapnya saat ini. Namun aku tahu pasti dia sedang marah padaku karena tiba-tiba menyentuh mulutnya.

"Maaf, gue gak bermaksud yang aneh-aneh. Gue cuman mau mencoba sesuatu."

"Mencoba?"

Di luar dugaan, dia tidak marah dan hanya tertunduk menyesal.

"Bukannya sudah kubilang waktu itu? Tentang rune portable."

"...?"

"Sebenarya gue sama sekali gak bisa menggunakan rune portabel itu karena gue gak punya orb yang cukup. Waktu itu gue bener-bener kepepet—dan kalau tidak melakukan apapun kita akan mati, jadi gue gak bisa berpikir panjang dan gue akhirnya nyium lo biar gue bisa dapet orbs lu."

Kata-katanya terlalu panjang dan itu membuatku tidak mengerti.

"Jadi, Itu alasanya kamu menciumku? Kepepet?"

"Y-ya lah, gue gak mungkin nyium orang sembarangan!"

Entah kenapa perkataan semakin membuatku menjadi kesal.

"Tenang saja, bukannya gue bermaksud buat ngerendahin lu waktu itu. Anggap aja gue kemarin cuman ngelakuin hal terbaik buat nyelamatin kita berdua. Jadi lo bisa maafin gue kan?"

Memaafkan?

"GAK MAU!! DASAR MESUM!!!"

Aku berteriak dengan keras sambil memukulnya beberapa kali dan seperti yang kuduga itu sama sekali tak berefek padanya.

"Hey, sarah! Orang-orang mulai ngelihatin kita!"

Mendengar itu aku berhenti memukulinya.

"Gue bilang gue cuman mencoba minjem orbs lu doang."

Orbs... Orbs... Apaan itu? Yang ada di otakku adalah fakta bahwa dia menciumku tanpa sebab.

"Sudahlah, apa yang kau mau?" aku bertanya ketus. Ku pikir lebih baik aku mendengarkannya kali ini. Aku tidak mau menjadi pusat perhatian lagi dan kemungkinan urusanku dan dia akan cepat selesai.

"Gue pengen nunjukin ke lo kalau gue hebat."

"Hah? Buat apa?"

"Lo pengen gue tunjukin gimana caranya penyihir bertarung?"

"Gak juga sih."

"Kenapa?! Sudahlah, temenin aja!"

"Gak mau! Gimana kalau aku nanti di apa-apain?"

"Tapi kemarin lu ngikut-ngikut aja?"

"Karena aku pikir kamu cewek!"

Dia terlihat tidak bisa membalas perkataanku. Tentu saja aku bersikap defensif saat ini, karena sekarang aku tahu kalau dia adalah pria. Aku takut kalau dia melakukan hal yang tak sepantasnya padaku.

"Tenang saja, aku berjanji tidak akan melakukan apapun."

"aku gak percaya. Kemarin kamu juga..." aku teringat dengan ciumannya kemarin, "Po-pokoknya aku tidak percaya."

"Kalau lo gak yakin, gue bakal minjemin ini ke lo."

"Apa ini?"

"Portabel Teleportation V.2. Tool Edition!"

Hah?

Dia memberikanku sebuah benda berbentuk tabung padaku. Tabung itu berwarna transparan dan di dalam ada banyak lingkaran seperti lingkaran sihir dari kertas dengan simbol-simbol aneh. Aku tidak tahu ini benda digunakan untuk apa, jadi aku hanya menunjukan wajah tak percaya.

"Kenapa muka lo kayak gitu?"

"Lo, mau nge-scam gue?"

"Kenapa jadi lo gue?"

"I-ini benda apa? Sangat mencurigakan."

"Ini alat untuk keluar dari Limbo secara instan tanpa perlu melewati lingkaran sihir teleportasi. Walaupun kita harus mengsetting tempat tujuan teleportasi sebelum menggunankannya,"

Limbo?

"Lo bilang Limbo berulang kali, sebenernya apa itu?"

"Kenapa lo jadi ngomong lo gue kayak gitu?"

"Jawab dulu pertanyaan gue!"

"O-oke... Limbo itu tempat yang kita datangi kemarin. Gue pengen ngeliatin ke lo cara masuk ke sana lagi."

"O-oh..."

"Oke, gue bakal tunjukin! Ayo!"

Dengan cepat dia menarik lenganku untuk mengikutinya.

Aku belum ngeiyain!

Dia tidak mendengarkan kata-kataku dan hanya terus menggiringku ke sebuah gang diantara dua gedung yang sangat sepi dan gelap. Walaupun kubilang gelap, tapi aku masih bisa melihat pria itu dengan jelas.

Kulihat disalah satu dinding gedung ada sebuah gambar lingkaran aneh dengan tulisan-tulisan aneh yang nampak aneh. Dia menyentuh gambar lingkaran itu dan tiba-tiba saja cahaya keluar dari garis yang membentuk lingkaran tadi.

"A-apa ini?!"

"Wait and see!"

Tak lama cahaya itu semakin terang dan semakin terang hingga akhirnya cahaya itu menghilang. Namun ada yang lebih aneh dari pada itu, sekarang dinding itu menjadi lubang dan dibalik lubang itu ada sebuah ruangan gelap yang hanya diterangi oleh sebuah lampu 5 watt.

"Apa itu? Lo bisa ngelubangin tembok?"

"Nggaklah, gila!" Malik terdengar kesal, "Ayo masuk ke dalem!"

Akupun mengikutinya masuk kedalam ruangan itu dan yang kulihat disana ada sebuah peti berukuran besar disudut ruangan. Selain itu aku juga melihat sebuah lemari besar berdiri gagah disamping sebuah pintu besi yang sedikit berkarat.

Saat aku sedang mengobservasi ruangan itu Malik mendatangiku perlahan.

"Sekarang gue bakalan lo ngasih tour Limbo. Jadi Gue bakalan...

"KYAAAA!!"

"?!"

"?!"