"Haruskah ayah seperti ini?"
Pemilik suara itu adalah ayahnya yang sudah menunggu di ruang kerjanya selama dia meeting.
"Maria. Apa kau tak bisa memikirkan sekali lagi permintaan ayahmu ini?"
"Tentang apalagi? Aku tak mau membahasnya disini, aku rasa semua obrolan kita sudah jelas." Maria berjalan menuju meja kerja dan duduk di kursi kebesarannya.
"Menurutmu. Tapi tidak menurutku." Bantah Diego.
"Sejak kapan seorang Diego Scott menjadi tidak profesional, harus membawa hal pribadi kemeja kerja." Kritik Maria.
"Karena anak perempuanku tak memberi ku ruang untuk bicara."
"Not for any reason dad. Segalanya memiliki porsi. Hal pribadi tak bisa dicampur adukkan kedalam pekerjaan. Bukankah dulu kau selalu mengingatkan ku tentang hal itu?!"
Maria menatap lekat pria tua yang berada tepat didepannya. Bukan tak menghormati kedatangan ayahnya, namun, dia tidak suka dengan apa yang akan di bahas Sang ayah. Apalagi, sampai membahasnya dikantor.
Pria tua itu juga menatap lekat Maria, dalam waktu beberapa detik mereka saling diam dan menatap. Pria tua yang masih terlihat gagah dengan postur tubuh tinggi dan berbidang.
Walau dengan rambut yang sudah terlihat putih diseluruh bagian yang merata hingga bulu-bulu halusnya yang menutupi rahang sampai dagu, pria itu masih mempesona dengan karakteristik yang kuat. Bisa ditebak kecantikan dan warna khas mata Maria diwarisi dari pria tua ini.
Dialah Diego Scott, ayah Maria yang juga seorang komisaris sekaligus ceo diperusahaan Scott L'Group. Meski usianya sudah menempati angka 63 tahun, dia masih produktif dengan segala aktivitasnya. Orang yang sangat di segani di seluruh kalangan pembisnis bahkan juga pemerintahan.
Perkataan yang tak terbantahkan, dia juga seorang yang pekerja keras. Prinsip-prinsip yang di wariskannya pada Maria lah yang terkadang membuat mereka selalu mengakhiri obrolan dengan perdebatan.
"Baiklah, ayah setuju dengan perkataanmu." Diego berdiri dari sofa mewah abu-abu muda dan melanjutkan langkahnya meninggalkan ruang kerja Maria.
Sementara Maria masih duduk disana berdiam diri, dia menghela napas panjang sambil menutup mata, lalu membukanya kembali. Dia menatap focus seolah sedang mengingat sesuatu.
*
"Maria, semakin hari ibu semakin sulit bernafas. Apakah ibu akan mati? Mungkinkah aku tak bisa melihat anak-anakku di altar pernikahan? Apa itu semua hanya mimpi bagiku? Tuhan, apa kau akan membawa ku pulang dengan mimipi besar ini??" ucap Ny. Scott berlebihan.
Ia berkata sambil berusaha bernafas dalam sesaknya, dan sesekali melirik Maria yang sedang membelakanginya untuk menuangkan segelas air mineral untuknya.
"Oohh Tuhan, bagaiamana ini??? Aku hanya ingin melihat anak-anak ku bahagia disamping kesibukannya masing-masing." Teriak Ny.Scott sambil menepuk-nepuk dadanya saat ia tahu pergerakan Maria akan berbalik kehadapannya.
"Minum dulu bu. Kau pasti membutuhkan tenaga extra untuk melakukan ini." Ucap Maria. Rengekan Ny. Scott langsung terhenti.
Ny. Scott menatap Maria yang juga menatapnya.
"Aku harus segera kembali ke kantor."
Maria kembali menarik nafas mengingat tingkah ibunya. Ny. Scott kerap kali melakukan drama-drama konyol hanya untuk membujuknya MENIKAH. Dan hari ini ayahnya datang ke perusahaan hanya untuk membahas hal yang sebenarnya tak perlu lagi dibahas menurutnya.
PERFECT, seperti itu semua orang memandang hidup Maria. Dia tak hanya membuat iri orang-orang di kalangan yang lebih rendah darinya. Namun, banyak anak-anak pengusaha hebat lainnya juga iri melihatnya.
Bagaimana tidak, dia memiliki segalanya dalam hidup. Kemewahan yang berlimpah, ayah dan ibu yang hangat, adik laki-laki tampan dan berbakat juga karirnya yang sukses. Jarang sekali orang bisa memiliki kehidupan yang sempurna sepertinya (menurut pandangan orang).
Tapi tidak untuk Maria. Setiap hari dia harus bergelut dengan orang tuanya hanya untuk membahas tentang pernikahan dan pewarisan Scott L'Group.
Diego Scott ingin menunjuk Maria sebagai ceo di perusahaan Scott L'Group. Perusahaan yang memang sudah di warisi secara turun-temurun. Namun, putri sulungnya itu selalu menolak mentah-mentah dengan segala argument dan prinsip yang dimilikinya.
Maria hanya mau menjalankan perusahaan yang memang sudah di bangunnnya sendiri. Menurutnya dia harus berpijak di kakinya untuk kesuksesannya. Benar-benar melelahkan untuknya, juga untuk kedua orang tuanya. setiap hari mereka harus saling berdebat.
Diego kepala keluarga Scott yang tegas, disiplin dan juga terkadang keras. Segala keputusan sebenarnya mutlak ditangannya jika dia inginkan. Namun, dia bukanlah seorang yang otoriter.
Menurutnya dengan berdiskusi semua akan bisa teratasi, mungkin.
"Masuk." Ucap Maria yang mendengar ketukan pintu.
"Maaf Nona, apakah kita jadi berangkat ke sektor timur?" tanya Laurent yang masih melihat Maria duduk di sofa ruang kerjanya.
Maria langsung berdiri dari duduknya dan melanjutkan langkah keluar dari ruang kerja yang diikuti oleh Laurent.
Ia melewati meja-meja kerja para karyawan. Pandangannya focus kedepan tanpa menoleh kiri dan kanan. Lagi-lagi terdengar suara hentakan high heels yang khas. Suara yang memang sungguh familiar di telinga mereka.
Suasana benar-benar hening setiap kali dia melewati meja-meja kerja para karyawan. Jangankan hentakan heels miliknya, jarum yang jatuh bisa dipastikan akan terdengar.
Seluruh karyawan focus terhadap kerjaannya masing-masing walau ada beberapa diantara mereka yang mencuri-curi pandang untuk melihat bos mereka. Karena rasa kagum juga beberapa dari mereka ada yang menjadikannya roll model.
"Perfecto," ucap seorang karyawan yang tertegun melihat bossnya yang sudah keluar dari pintu perusahaan.
"Hai kau ini! Turunkan pandanganmu. Jika Nona Scott melihat mu, bisa ku tebak hidup mu akan berakhir." Tegas karyawan yang lain.
***
Black Sweet City, 18.13.02 PM
Terdengar instrument rintikan hujan dari gesekan pemutaran piring hitam. Ruangan yang cukup besar jika ditinggali seorang diri. Namun, tak banyak funiture yang tertata diruangan ini. Lebih tepatnya ini seperti galery seseorang.
Lukisan alam yang banyak terpajang menandakan sepertinya ia seorang pelukis dengan aliran naturalisme. Kanvas-kanvas dari berbagai ukuran juga tersususn rapi disudut dinding. Tampaknya, kanvas-kanvas itu juga sedang menunggu gilirannya. Terlihat pintu dibagian sentral dinding yang ternyata menghubungkannya keruangan yang lain.
Ruangan memanjang kedepan dengan ukuran yang lumayan lebar. Terdapat juga jendela kaca disamping kanan. Sudah bisa dipastikan sinar matahari sunset akan masuk melewatinya membiasi hordeng tipis berwarna putih. Ruangan ini juga memiliki harum khas aromateraphy, sepertinya bunga lili. Aroma yang sungguh menenangkan.
Ditengah ruangan terlihat kanvas diatas penyangga dengan kursi didepannya.
Ya, kanvas dengan lukisan yang belum selesai, tampaknya baru saja ditinggalkan oleh pemiliknya, sebab terlihat dari cat yang masih basah. Palet yang diletakkan dibawah penyangga lukisan pun menandakan jika pemiliknya tak akan pergi dalam waktu yang lama.
Terdengar suara tombol password yang ditekan sembari terbukanya pintu utama. Benar saja, seseorang telah masuk kedalamnya. Ia seorang laki-laki yang sepertinya berusia 25 tahun. Penampilan yang santai dengan celana jogger coklat dan kaos putih lengan panjang yang terlihat over size.
Rambut coklat yang terlihat sedikit acak, namun, rapi. Wajah yang teduh penuh dengan karisma. Laki-laki yang benar-benar tampan dengan penampilannya yang sesantai ini. Bisa dipastikan tampaknya ialah pemilik lukisan-lukisan ini.
Ia masih berada didepan pintu sambil membolak-balikkan sesuatu ditangannya. Sepertinya bingkisan paket. Ia sedikit menarik senyumnya, yang ternyata membuat pesona dirinnya semakin memikat para gadis yang melihatnya. Lesung pipi itu seolah menambah kesempurnaan karakteristik dari wajahnya. Seperti siap membidik hati siapa pun yang melihatnya.
Ia melangkah santai keruangan tadi. Ruangan yang ditinggalkannya dengan pekerjaan yang belum selesai. Ia duduk dikursi depan penyangga kanvas. Melihat kembali bingkisan paket yang masih dipegang olehnya.
Ia membuka perlahan sampai isi dibalik bungkusan itu terlihat. Ia kembali tersenyum sambil menggelengkan sedikit kepalanya.
"Apa mereka masih membuatmu didalam keadaan yang sulit?" Lontarnya sambil tersenyum tipis.