"Kau boleh keluar," ucap Maria pada Laurent. Beberapa menit setelah mereka selesai bicara.
Laurent membungkuk dengan kaki kanannya tertekuk sedikit kebelakang, perlahan langsung berbalik menuju pintu keluar ruangan Maria.
Tapi, langkahnya tak sepasti biasa. Sampai dia memutuskan untuk berhenti dan kemudian kembali berbalik menatap Maria yang sedang focus dengan laptop dimeja kerjanya.
"Apa masih ada yang ingin kau sampaikan Laurent?" Tanya Maria tanpa melihatnya.
Walau Maria terlihat focus didepan laptop, dia masih bisa mengamati keadaan sekitar ruangannya. Sungguh, benar-benar mata yang jeli.
Laurent melangkah kembali mendekati meja Maria. Yang tentu saja, tak mengganggu focus Maria terhadap laptopnya.
"Nona, bisakah saya bicara."
"Hem ..., apa selama ini aku pernah melarangmu untuk bicara?!" Jawab Maria acuh, dengan pergerakan yang masih menatap laptop sambil mengetik.
"Maksudku. Aku ingin memohon padamu nona." Jawab Laurent lembut.
Seketika Jari-jari lentik dengan kuku panjang yang terawat terhenti dari tariannya diatas keybord laptop. Pandangan yang sedari tadi menatap laptop kini teralihkan menatap wajah cantik sekretaris pribadinya, Laurent.
Meski secara umur Laurent sedikit lebih dari Maria, Laurent tetap menghormati Maria pada saat berbicara. Jelas saja, umur bukanlah tolak ukur untuk memberi penghormatan didalam perusahaan. Jabatanlah yang membuat seseorang harus menbungkuk kepada atasan tak perduli meski atasan jauh lebih muda dari nya.
"Permohonan?"
Laurent mengangguk dan berkata "ya nona." sambil menatap Maria. Sementara Maria menatap lekat matanya, mencari jawaban disana. Sebenarnya, permohonan tentang apa. Laurent, tidak pernah seperti ini sebelumnya.
"Aku ingin memohon, nona, mencabut perintah tentang pemecatan kepala divsi keamanan." Ucap Laurent tegas dan lembut.
"Menurutmu keputusan ku salah?" Tanya Maria.
"Tentu tidak nona." Jawab Laurent sigap.
"Bagaimana mungkin saya berani menyalahi keputusan nona." Timpalnya lagi.
"Lantas?!" Tanya Maria menekan.
"Tomas Sandres. Lelaki berumur 50 tahun. Salah satu senior terbaik dalam divisi keamanan. Beliau sudah bekerja disini sejak perusahaan ini di dirikan nona."
"Hanya karena itu aku tak bisa memecat nya?! Perusahaan ku tidak membutuhkan orang yang tak cakap dalam pekerjaannya," jawab Maria tegas.
"Lanjutkan pekerjaan mu Laurent, kau boleh keluar sekarang jika tidak ada yang harus disampaikan lagi." Timpal Maria tegas.
"Dia baru saja kehilangan satu keluarganya dalam kecelakaan lalu lintas yang menewaskan istri, anak, menantu serta cucucnya sekaligus di hari ini. Tapi, ia tak bergegas pulang karena menimbang tanggung jawabnya untuk tetap menertibkan para awak media yang ingin meliput tentang kabar pernikahan nona." Laurent menyampaikan dengan keberanian yang dikumpulkan nya sejak tadi.
Sontak, membuat Jantung Maria seolah seperti ada yang menghantam.
'Deg' rasanya sakit sekali. Langsung terasa sesak sampai ke ulu hati. Jari-jarinya mulai bergetar. Matanya berkaca-kaca.
Namun, dia tetap terlihat tenang. Lebih tepatnya berusaha tampak tenang demi menutupi apa yang dirasa nya saat ini.
Suasana lenggang, tak ada jawaban dari nya. Maria masih tenggelam dalam berita kecelakaan yang baru saja didengar olehnya. Telinga seakan bedengung, sirine, bunyi hantaman keras, seolah menguasai pendengaran nya.
Trauma, ya, Maria seperti ada trauma dengan kasus kecelakaan. Manusia yang tak terbantahkan ini sekita menjadi seseorang yang terlihat gentar. Seperti, anak burung yang sedang ketakutan.
Dada seksi yang terlihat dibalik kemeja putih yang menganga dibagian kancing atas, mulai menunjukkan debaran yang tidak stabil.
"Nona, apa kau baik-baik saja." Laurent bertanya khawatir.
Seolah Laurent juga mengerti dengan apa yang dirasakan Maria. Sebab ini lah dia tidak mau menjelaskan tentang keadaan kepala divisi yang sebenarnya. Namun, Laurent tidak punya pilihan.
Sebagai sekretaris pribadi Maria, dia wajib memberi informasi tentang karyawan lain yang tidak diketahui oleh Maria. Jika itu dibutuhkan. Atau dalam waktu yang mendesak, seperti saat ini. Karena sebagai CEO entu, Maria tidak mengetahui hal-hal pribadi yang dialami seluruh karyawan nya.
Laurent, segera mengambil air mineral yang ada dimeja Maria dan menyodorkannya pada Maria.
"Minumlah, atur nafas nona." Ucap Laurent khawatir tapi tetap terlihat tenang.
"Aku baik-baik saja Laurent. Perintahkan padanya untuk segera pulang. Atur semua keperluan pemakaman seluruh anggota keluarganya sampai dengan selesai. Jangan ada yang terlewatkan." Tegas nya.
"Dan pastikan, dia sampai dengan cepat kerumah duka." Lanjutnya lagi dengan suara getar yang tertahan.
"Baik nona." Laurent mengangguk semangat. Namun, tetap ada ke khawatiran nya pada Maria.
Laurent melangkah keluar. Kali ini langkahnya kembali pasti.
"Laurent." Panggil Maria. Jelas, Laurent langsung menoleh melihat Maria.
"Sampaikan bela sungkawaku terhadapnya." Ucap Maria lembut. Tetap tanpa menatap Laurent. Kali ini bukan karena acuh. Namun, menutupi kelemahannya.
Dia tidak akan pernah mempertontonkan sisi lemah dirinya didepan siapa pun. Meski orang itu sangat mengenal dirinya, atau sebenarnya tahu dengan apa yang dirasanya.
"Tentu nona." Jawab Laurent sambil mengangguk dan tersenyum tipis.
Laurent melangkah keluar dari ruangan Maria. Dia menutup pintu dengan ukuran yang tentu lebih besar dari ukuran pintu yang lainnya.
Dia beridiri disana (dibalik pintu) 'maaf Maria, jika aku harus membuatmu mengingat tentang hari itu. Aku tak punya pilihan).
Tanpa sadar, Laurent meneteskan air mata. Kemudian segera ia menyeka nya. Dan melanjutkan langkah sigap menjalankan perintah Maria.
Sementara Maria, menopang dirinya dimeja kerja dengan membelakangi nya. Ia memejamkan mata lalu menarik nafas dalam. Dengan hitungan detik saat dia membuka matanya, dia sudah kembali menjadi Maria, Si singa betina.
Tak terlihat lagi kelemahan atau rasa gentarnya. Jika orang tidak melihat langsung, maka siapa pun tidak akan percaya, ternyata si Singa betina ini memiliki rasa gentar.
'Beep' nada dibalik pesawat telepon yang digengam Maria ditelinganya.
"Kirim jadwal ku setelah Rapat dewan direksi siang ini." Ucap Maria.
Dia langsung menutup telepon. Kembali menatap laptop yang sudah beberapa menit di abaikannya.
Dari segala yang dihadapinya, Maria memang tak pernah membiarkan pekerjaannya terhambat dengan urusan-urusan pribadinya. Entah dia memang ingin mengalihkan, atau memang menurutnya tak penting untuk dipikirkan.
Jari-jari Maria terus menari diatas keybord laptop tipis berwarna abu-abu tua. Suara ketikan terdengar menguasai ruang kerja bernuansa monocrom.
Dreet…, getaran handphone layar sentuh yang tergeletak disebalah laptop abu tua miliknya.
Maria sempat mengabaikan getaran handphone itu, sebelum dia mengoleh sedikit dan melihat pesan yang tertera didepan layar.
Sepertinya, rasa abai tadi berganti dengan rasa ingin tahu. Seolah pesan itu adalah hal yang paling ditunggu. Dengan sigap dia membuka password handphone layar sentuh miliknya. Memeriksa dengan jelas pesan yang baru saja masuk.
Wajah dinginnya, menarik senyum tulus, indah sekali. Ini memang pemandangan yang jarang dilihat.
'Black Rose sudah berada ditempatnya nona' tulisan pesan dari nomor yang tidak tertera nama.
Tidak ada yang aneh dari pesan ini. Tapi, jika diperhatikan pesan yang sama selalu masuk disetiap tanggal 13. Ya, itu tanggal hari ini. Tidak hanya dua atau tiga kali, bila di scrol pesan itu tidak menemukan titik putusnya. Sepertinya, pesan ini sudah dikirim dari waktu yang lama dan masih berlangsung sampai hari ini.