"Dai? Anggun?"
Nada bingung itu dibalas.
"Narina?! Sejak kapan kamu juga ada di sini?"
Sadar setelahnya kalau Narina sudah ada di balik tirai lebih dulu. Badai terserang lelah yang berlipat ganda.
Gadis bermata gandum itu juatru bergegas turun dari atas kasur setelah mereka. Dan mencemaskan salah satu diantara mereka.
"Apa ada yang sakit?" kecemasan kecil terlihat jelas di pelupuk mata dan kening Narina. Badai sontak menyentuh perutnya. Setelah fokusnya terpecah.
"Aku sakit perut. Dan Badai mengantarku kemari."
Narina mengangguk tipis. Dia menatap Badai dan Anggun secara bergantian. Ketika bibir Badai rasanya keluh ketika dia harus menyebut namanya sendiri sebagai orang lain.
Narina menyipitkan mata, penuh selidik.
"Kalian... terlihat sering bersama. Apa itu artinya... hubungan kalian lebih dekat dari sekedar teman?"
Pertanyaan Narina mengejutkan Anggun dan Badai. Mereka berdua kompak membantah. Dan menyangkalnya.
"Tidak! Itu tidak mungkin?!"