Chereads / TERSAKITI DALAM SETIA / Chapter 21 - Telah Jatuh Cinta

Chapter 21 - Telah Jatuh Cinta

Deril memasuki ruang rawat inap Lea setelah usai menjalani operasi tadi. Mendengar penuturan dari Dokter Asrif jika kemungkinan setelah menjalani operasi, Lea akan mengalami koma beberapa saat.

Rencana awal setelah mengunjungi blac market, Deril ingin mengajak Lea untuk berbincang bincang mengenai pasal agama.

Ia mulai penasaran karena di antara banyak wanita, hanya dia lah yang berani menolak untuk bercinta dengannya.

Deril berjalan pelan mendekati brankar rumah sakit yang dimana terdapat lea yang tengah terbaring di atasnya. Bukan makud Deril untuk menembakan pelurunya di sekitar bagian vital tubuh milik Lea. Deril pikir dengan peluru yang keluar dari revolvernya hanya mengenai perutnya saja.

Tapi ...

#Flashback#

Deril duduk di ruang tamu, di ruang kerja dokter Asrif. Tangan Deril yang sudah obati bahkan dokter Asrif memberikan gips di telapak tangan kiri Deril untuk menompang jari jari Deril yang memar agar tidak terlalu banyak bergerak.

Dokter Asrif duduk dan memberikan minuman kaleng untuk Deril.

"Peluru itu memang tak mengenai organ vital nona Adelea secara masif. Namun, sedikit goresan saja di bagian hatinya yang nantinya pasti akan menimbulkan efek tuan," tutur Dokter Asrif to the point.

"Aku menembakkan peluru itu tidak ke arah hatinya," desis tajam Deril.

Dokter Asrif hanya bisa mengangguk, tak dapat di pungkiri ia sangat takut berhadapan langsung dengan Deril. Takut salah bicara dan beberapa detik kemudian ia akan menjadi mayat.

"Peluru ini belum pernah saya lihat selama saya menangani operasi karena senjata api."

"Ya. Peluru itu memang cukup besar dan lancip di salah satu ujungnya. Aku tak selalu memakai itu," gumam Deril dengan melamun.

"Peluru tersebut bersarang di dekat hati nona Adelea setelah menimbulkan gesekan di hatinya."

"Apa hatinya akan bermasalah?" tanya Deril datar.

"Kita belum memastikan secara lebih. Kita harus menunggu nona Adelea sadar dan kembali melakukan pengecekan agar bisa memastikan."

Deril mengangkat sebelah alisnya.

"Tergantung bagaimana anda merawat nona Adelea," lanjut Dokter Asrif.

"Aku paham. Berikan semua yang terbaik untuk gadisku. Jangan sebarkan berita ini. Jika berita ini tersebar, kau mati!" ancam Deril.

#Reality#

Deril duduk di samping brankar Lea. Gadis itu dengan kurang ajarnya masih tetap menutup matanya. Deril mengusap kepala Lea yang masih tertutup oleh hijab.

"Maafkan aku yang membuatmu seperti ini."

Deril ketika tersadar apa yang telah ia ucapkan. "Cih! Kau selalu membuatku konyol."

Deril mengenggam tangan Lea yang di infus, dan membawanya ke wajahnya.

"Kau tau. Jika aku benar benar mencintaimu? Apakah kau akan percaya itu?" Deril terdiam sesaat.

"Aku sendiri juga tak tau. Aku tak tau mulai kapan diriku mulai luluh hanya karena seorang wanita berhijab sepertimu."

"Kau selalu membuatku kalap oleh emosi hanya karena masalah sempele, hingga kau juga menjadi korban sampai seperti ini. Sudah berapa lama kita selalu bersama sejak pertemuan pertama yang buruk itu?"

"Kau gadis hebat dan pemberani yang bisa menjadi pawang seorang pria yang keras kepala yang tak kenal ampun sepertiku. Mengertilah lea, aku tak tau mengapa aku bisa berkata seperti ini. Intinya aku bertemu denganmu, aku mulai belajar apa yang tak pernah aku mau dan aku dapatkan bahkan aku hindari. Dan kini aku ingin memulai mengenal agamamu secara perlahan Lea."

Deril mengecup tangan lea yang lea pegang.

"Kau sekarang bukan hanya sekedar budak ku saja. Tapi, kau juga akan menjadi kekasihku dan juga istriku, akan ku pastikan itu Lea. I love you baby." ucap Deril sembari mengecup kembali tangan Lea dengan air mata yang luruh seketika.

Seorang Mafia kelas kakap hanya menangisi seorang wanita?

Hah, sungguhlah langka.

***

Deril telah memutuskan untuk memindahkan Lea dalam keadaan yang masih koma ke Cordoba. Bukan untuk pindah ke rawat ke rumah sakit yang lebih baik, melainkan untuk Deril rawat di rumahnya sendiri. Deril fikir, jika Lea di rawat di rumah sakit akan lebih bahaya.

Deril memerintahkan Exhel agar mengurus itu semua dengan pihak rumah sakit, agar memindahkan sebagian alat-alat penunjang hidup Lea ke mension milik Deril yang cukup jauh dari pusat kota.

Pihak rumah sakitpun menyetujui dan mereka pun memberi pendampingan dokter dan juga perawat untuk membantu perkembangan kesehatan Lea.

Masih dengan alat yang menempel di tubuhnya, Lea di pindahkan menuju kamarnya. Dengan menggunakan tenaga Deril sendiri, pria itu membopong tubuh Lea perlahan menuju kamarnya di lantai 2. Deril memutuskan seperti itu agar ia lebih mudah dalam memantau perkembangan Lea.

Suara alat dan juga tiap tetes cairan infus yang masuk ke dalam tubuh Lea, ialah tiap tetes penyesalan yang Deril rasakan seperti ini.

Sinar rembulan yang masuk dari jendela kamar Deril, sedikit menyinari wajah Deril yang tak terawat dengan adanya rambut tak beraturan wajah kusut, jangut tak terawat.

2 botol Wine sudah Deril habiskan. Seharian tidak ada yang di lakukan oleh Deril selain duduk mengahadap ke arah ranjang, merokok, dan meminun wine saja. Tatapan Deril tak pernah lepas memandang gadisnya yang maaih saja setia memejamkan matanya dan terkulai lemah karenanya.

Deril menaruh gelas wine nya, dan ia mulai beranjak dari kursi yang di dudukinya munuju ranjang yang tengah di tempati Lea. Deril duduk di tepi ranjang yang Lea tempati. Mengusap pipi Lea yang tetap merah merona meskipun kini terlihat lebih pucat. Alat deteksi detak jantung yang mengesalkan itu masih saja tersembunyi dan menganggu kedamaian Deril.

Setiap bunyi suara alat tersebut, bagaiman teka teki menegangkan bagi diri Deril. Deril takut, jika kemungkinan buruk itu terjadi saat jika nantinya alat tersebut berubah menjadi berbunyi panjang. Maka jika seperti itu nanti dirinya harus melakukan apa? Hahh ... Tidak tidak, ia harus menepis pikiran buruknya itu.

"Kau akan selamat dan kembali Ceria seperti dulu. Meskipun aku tak pernah melihat mu ceria bersamaku," gumam Deril.

Deril kembali menghembuskan nafas lelah. Sebelum ia berjalak untuk keluar dari kamarnya itu, dengan wajah yang tercetak lelah, Deril menuruni anak tangga menuju dapur Mensionnya. Deril datang masih dengan tab yang selalu setia menemani di tangannya.

"Siapkan malam malam untuk ku. Siapkan semua di kamarku," ucap Deril pada Tiya salah satu pembantunya yang baru saja datang.

"Baik tuan."

Tiya pergi dan sekarang tinggallah Deril dan Exhel. Deril yang sempat pergi meninggalkan Exhel beberapa langkah, kembali berbalik badan dan menghadap pria itu.

"Kau ... Aku kecewa padamu."

Deril segera menunduk.

"Maafkan saya tuan. Bukan maksud saya seperti itu."

"Kau masih memiliki hubungan darah denganku. Aku tidak akan tega membunuhmu," ucap datar Deril dan berlalu pergi.

"Terima kasih tuan."

Deril kembali duduk di kursi santai sambil menemani gadisnya yang tak lain ialah Lea. Tangannya sibuk karena tengah membuka tutup botol wine, lagi. Di tuangkannya wine tersebut ke pada gelas kecil. Suara alat yang menempel pada tubuh Lea masih terdengar dengan teratur.

Drrttt!

Drrttt!

Drrttt!

Tiba tiba, getaran ponsel Deril di atas meja, segara tangan Deril meraihnya dan melihat siapa yang menelfonnya.

Terdapat nama Alex terpampang di layar miliknya. Maka Deril segera menekan tombol hijau.

"Ada apa?"

Kening Deril pun mengerut.

"Bajingan! Kau gila, Hah?!" umpan Deril.

Deril pun memutuskan sambungan telvon sepihak. Deril nampak gusar. Pandagannya terus menatap Lea yang masih menggunakan alat bantu di oksigen di sekitar hidungnya.

Tok!

Tok!

Tok!

Tiya masuk dengan membawa troli yang penuh dengan makanan dan juga minumnya. Tiyapun mulai menata satu persatu di atas meja yang ada di samping Deril.

"Silahkan tuan."

"Dimana Exhel?!" sentak Deril yang di sertai dengan geraman.

Tiya pun berhenti melakukan aktifitasnya, ia juga sedikit terkejut dengan sentakan Deril. "Ada di bawah tuan."

"Panggil dia!" desis tajam Deril.

Tiya hanya bisa menunduk patuh dan pamit.

***

"Maafkan saya tuan. Namun, saya rasa saya tidak menerima undangan apalagi persetujuan meeting untuk minggu ini tuan."

Di ruang kerja Deril suasana mulai nampak panas. Ada Mark yang sedari tadi hanya diam menyaksikan saja.

"Lalu? Lalu apa ini?!" sentak Deril sembari menunjukkan sebuah Email di layar leptopnya.

Exhel mengerutkan keningnya, sedangkan Deril menghembuskan nafas beratnya.

"Oke, baiklah. Kita akan meeting, dimana tempat ini?"

Exhel membuka tab nya.

"Astaga," gumam Exhel. Deril yang mendengar itu langsung mengerutkan keningnya.

"Ada apa?"

"Jangan. Anda tidak perlu pergi kesana tuan, ini jebakan. Lihatlah!"

Exhel memperlihatkan sesuatu dari tabnya.

"Mereka semua mati?" tanya Deril tak percaya.

"Mungkin saja ini adalah salah satu bentuk kudeta dari orang dalam untuk mendapatkan beberapa cabang black market milik tuan. Saran saya, ada baiknya anda pergi ke tempat itu tuan," tutur Mark.

"Tapi kita bisa menghabisi itu tanpa tuan Deril. Itu bisa membahayakannya." sahut Exhel dengan menatap tajam mark.

Deril mengangguk.

"Disini tertulis bahw, Kau akan mendapatkannya juga. Account email ini pun juga tidak bisa di buka tuan. Terlalu bahaya jika kau meladeninya tuan. Berikan kami perintah, agar kami bisa bertindak secepatnya sebelum semuanya terlambat."

Deril tampak tengah berfikir dengan raut wajah yang sedikit mengekrut yang tersirat di dahinya.

"Tunggu! Dia menginginkan aku mati seperti itu? Cih! Bajingan gila! Lacak siapa pemilik account itu! Bunuh sampai akar akarnya yang ikut terlibat dalam itu semua!" Emosi Deril mulai membuncah.

"Baik tuan, kami permisi."

Exhel dan Mark pun pergi secara terburu buru.

Begitu pula Deril, ia segara menuju kamarnya. Di perjalanan Deril berpapasan dengan Exhel.

"Perketat penjagaan terhadap Lea. Kita akan pindah ke apartemen kota."

Exhel mengangguk faham. "Baik tuan."

Deril pun masuk ke dalam kamar Lea sebelum ia menuju kamarnya. Deril segera memasukkan beberapa stell pakaian milik gadisnya ke dalam koper. Mengapa Deril mau melakukannya? Bukankah ia bisa menyuruh asistennya? Yah karena mudah, Deril tak akan rela gadisnya di perhatikan orang lain.

***

"Siapkan mobil yang cukup besar dan nyaman utuk gadisku. Jangan mobil sedan, karena itu akan menyulitkan," perintah Deril pada seorang bodguardnya.

"Baik tuan."

"Pindahkan gadisku dengan aman dan selamat ke alamat ini. Tiya akan bersamamu," ucap Deril pada Dokter wanita dan beberapa perawat pribadi Lea.

Dokter beserta perawat dan juga Tiya mulai menata alat alat yang menempel pada Lea. Deril dengan sigap membopong gadis itu menuruni anak tangga menuju mobil yang ternyata sudah terparkir rapih di depan dengan pintu terbuka.

Deril memapankan tubuh gadisnya. Dokter dan juga perawat itu segera masuk dan mengecek keadaan lea setelah oksigen di lepas sesaat tadi. Deril masih di luar mobil bersama Tiya.

"Kupercayakan dia padamu. Hanya kau. Aku menitipkan dia padamu hanya sebentar. Setelah semuanya kembali kondusif, aku akan menjaga gadis itu kembali," tutur Deril dengan nafas yang belum benar benar beraturan.

"Baik, Jaga kesehatan dan keselamatanmu tuan. Nona Lea membutuhkanmu."

Deril mengangguk kemudian ia masuk kedalam mobil hanya untuk mengecup kening Lea sesaat. "Aku akan kembali untukmu."

***

Lea sudah di pindahkan menuju apartement Deril. Tepat saat mobil yang di gunakan untuk Lea berjalan, Derilpun mulai bergerak. Alex, Deril utus untuk menjaga Lea dari jauh. Jangan tanyakan mengapa tidak dari dekat. Tentu saja akan Deril larang karena hanyalah dirinya seorang yang lain, jangan. Deril pun pamit pergi sebentar.