"Mas, kamu kenapa? Ada apa sebenarnya?" Dengan menahan rasa sakit hati dan tubuhnya, Sayida mencoba berdiri.
Sayyida mengigit bibir dan memegang perutnya menahan nyeri karena perlakuan kasar Afwan tadi yang mendorongnya. Tapi, gadis itu tetap kembali mendekati suaminya.
"Pasti Mas capek kan? Yaudah lebih baik Mas istrahat dulu, tenangkan dirimu ya."
Sayida menatap sendu, dia akan menyentuh wajah Afwan namun, secepat mungkin Afwan menepisnya dengan kasar.
"Kamu yang mengatakan agar aku percaya dengan kata-katamu tapi, kini aku telah termakan omongan dusta. Kamu melakukan hal hina dengan selingkuh di belakang aku. Tega kamu ...."
Sayyida manatap tak percaya dengan kata-kata yang di ucapkan oleh Afwan.
"Mas, apa yang kamu katakan? Aku tidak pernah berselingkuh apalagi punya niat melakukan itu. Tak pernah sekalipun." Air mata Sayyida telah jatuh menetesi pipinya dan kini mengalir deras.
"Kamu kira aku akan percaya denganmu? Lihat bukti ini!" Memperhatikan foto-foto di ponselnya pada Sayyida.
Itu adalah foto-foto dirinya dengan Arif saat di rumah sakit tadi.
"Aku tidak menyangka ternyata kamu adalah gadis rendahan, Sayida."
Plak!
Sebuah tamparan keras di layangkan Sayida ke pipi Afwan. "Yah, aku memang gadis rendahan Afwan. Aku dari dulu sudah berpikir jika aku tidak pantas untukmu. Aku sadar diri aku hanya gadis biasa yang tak seharusnya tak pernah bertemu denganmu."
Setalah mengucapkan itu, Sayida berjalan ke arah lemari dan mengambil kopernya. Dia memasukkan pakaiannya secara acak dan menutupnya. Sayida menyeret kopernya menuju pintu namun, Afwan menahan tangan Inara.
"Kau mau kemana hm? Apa dengan kamu pergi semua akan selesai?"
Sayida menepis tangan Afwan dan menghapus air matanya dengan kasar. "Kita sudahi saja. Cukup sampai di sini, aku sudah lelah, sangat lelah."
"Sayida!"
Sayida berlari keluar kamar dan turun dari lantai. Gadis itu keluar dari rumah dengan menerobos hujan. Tak peduli dinginnya air hujan yang jatuh menimpa tubuhnya Sayida tetap berlari sejauh mungkin dari rumah itu.
Sayida telah jauh berjalan namun, rasa pusing di kepalanya tiba-tiba datang menyerangnya. Raganya yang lemah pun tak bisa lagi menahan tubuhnya. Sebelum Sayida jatuh ke jalanan aspal, seseorang menangkap tubuh kecil itu dan merengkuhnya dalam.
"Sudah waktunya kamu bahagia," ucap sosok laki-laki itu yang menangkap tubuh Sayida. Dia bergerak membawa Sayida masuk ke dalam mobilnya.
Lalu mobil itu bergerak menjauh dan menghilang di balik hujan yang deras.
***
Siang itu Rio keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam rumah Afwan. Rio telah mengetuk pintu namun, tak ada jawaban dari dalam. Itu membuat Rio berinisiatif untuk masuk karena ternyata pintu itu tak di kunci.
"Afwan! Afwan!" Teriak Rio mencari keberadaan Afwan di lantai bawah. Tak menemukan Afwan di bawah, Rio naik ke lantai dua dan berniat mengetuk pintu kamar yang di yakini itu adalah kamar Afwan dan Sayyida.
Tetapi, sebelum dia mengetuk pintu itu telah terbuka.
Sebelum Rio memasukkan kepala ke dalam, sekali lagi memanggil nama Bosnya. "Afwab?" Tak ada jawaban, Rio akhirnya langsung masuk ke dalam sana.
"Ya Ampun Afwan!" Teriak Rio terkejut dengan penampilan Bos serta sahabatnya yang acak-acakan. Dia menghampiri Afwan dan memegang bahu itu. Rio merasakan pakaian Afwan yang basah, wajah Afwan yang pucat dengan rambut yang acak-acakan.
Tak hanya itu saja, kamar itu tak lagi berbetuk seperti kamar. Semua benda berserakan di lantai bahkan cermin rias sudah retak sebagiannya meninggalkan jejak darah di sana.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu?" tanya Rio dengan raut wajah khawatir.
Mata Afwan perlahan terbuka dan menggenggam tangan Rio. "Tolong carikan Sayida. Aku sudah mencarinya kemanapun tapi ... aku tidak menemukannya di manapun. Aku bingung harus mencarinya di mana? Tolong aku ya," pinta Afwan berbicara seperti orang linglung.
"Afwan tenanglah, jangan membuatku ikut bingung! Ceritakan apa yang sudah terjadi agar aku bisa membantumu," pinta Rio mencoba untuk tenang.
Afwan menyandarkan tubuhnya ke kaki ranjang dan tersenyum pahit. Lalu dia memulai ceritanya tentang apa yang terjadi dengannya dan Sayida tadi malam.
"Astagfirullah ... Kenapa kamu sampai lepas kendali? Kamu bahkan tidak mendengarkan penjelasan istrimu lebih dulu? Inilah yang aku takutkan sejak dulu." Rio membuang napas panjang dan dia terduduk di hadapan Afwan.
Air mata Afwan jatuh kembali ke pipinya. "Jadi katakan Rio, aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak bisa menemukan. Istriku telah pergi Rio! Dia pergi!" Afwan menjerit histeris di akhir kalimatnya. Tangis Afwan makin menjadi.
Rio baru pertama kali melihat Bosnya sekaligus temannya sangat terpuruk seperti saat ini. Laki-laki itu bahkan tak lagi memperdulikan segalanya.
"Kita takkan bisa menemukannya kalau kamu masih seperti ini. Cepatlah berdiri!" Rio menarik tangan Afwan agar berdiri.
Afwan mengikuti kata-kata Rio. "Sekarang kamu bersihkan dirimu dulu dan tenangkan pikiranmu sejenak. Aku akan membantumu setelah kamu mengurus dirimu dulu."
"...."
"Jangan diam saja, semakin kamu mengulur waktu kita semakin kehilangan Sayida, Afwan."
Usai Rio berkata seperti itu, Afwan akhirnya bergerak masuk ke dalam kamar mandi mengikuti saran Rio.
Rio mengambil napas panjang dan melangkah keluar dari kamar Bosnya. Dia menutup pintu kamar itu lagi. Ketika Rio menuruni tangga terakhir dia melihat sebuah ponsel yang sudah retak.
Rio mengambilnya dan mencoba menghidupkan ponsel itu. Berhasil, ponsel itu menampilkan potret Sayida yang sedang tersenyum sambil mencubit hidung Afwan yang tertidur.
Sudah bisa di pastikan kalau ponsel itu milik Sayida.
"Nyonya tolong kembalilah, semenit saja kamu menghilang dari dunia Afwan. Dia seperti orang yang tak punya semangat untuk hidup. Sebab tujuan hidupnya saat ini adalah kamu Nyonya."
Beberapa hari semenjak kehilangan Sayida, membuat Afwan semakin terpuruk. Dua keluarga itu juga telah mengetahui yang terjadi dengan pasangan baru itu. Yang paling menyedihkan nya adalah Ibu Sayida masuk rumah sakit setelah mendengar kabar putri satu-satunya menghilang.
Hafiz yang sebagai Kakak pun terlihat tak tau harus bagaimana. Dia telah mencari keberadaan Sayyida adiknya namun, tetap saja tak menemukan kabar.
Rio lagi-lagi menghela napas melihat sosok Afwan yang terus memeluk foto Sayida sambil menangis. Rio menutup pintu kamar itu kembali. Sementara Afwan di dalam sana terlihat sangat menyesal. Bagaimana pun, seegoisnya dia. Dia sangat cinta kepada Sayyida, bahkan tidak akan bisa hidup tanpa Sayyida.
"Kamu di mana? Kamu ke mana? Kamu bersama siapa? Mudah sekali kamu menyakitiku? Tolong kembali, tolong datang dan temui aku, ini salahku, semua salahku. Aku tidak membuatmu nyaman hidup denganku, maaf ..." kata Afwan sambil berbaring di lantai tanpa alas. Deraian air mata kehancuran jatuh begitu saja.