Tekanan darah di tubuh Demas mendadak turun, dan Rangga menjadi pusing. Ia tidak sadarkan diri.
Dokter dan perawat segera sibuk untuk menstabilkan dirinya. Tubuh Demas yang masih muda, sehat, dan bugar membuat homeostasis tubuhnya segera pulih.
Rangga tertidur dengan nyenyak dan tenang di tubuh Demas. Hingga keesokan harinya ia terbangun. Seorang wanita cantik berusia 30-an tampak sibuk merapikan puluhan buket bunga untuk Demas.
Rangga terduduk dan memperhatikan si wanita dengan seksama, si wanita akhirnya sadar bila ia sedang diperhatikan.
"Demas!" Wanita itu tampak bahagia melihat Demas yang sudah bangun.
"Eomma sangat bahagia akhirnya kamu bangun juga! Eomma kira...," wanita itu mulai menangis, "...Eomma harus mengikhlashkan kamu!"
"Eomma?" Rangga bertanya bingung.
"Iya, sayang?" wanita tersebut menatap Kamila, eomma atau ibu dalam bahasa Korea dari Demas Ranggasta.
"Kamu bukannya terlalu muda untuk menjadi Omaku? Nenekku?"
Kamila menyadari ada yang tidak benar dengan anaknya, "kamu tidak ingat Eomma?"
Rangga masih menatap Kamila bingung.
"Kamu ingat nama kamu?" tanya Kamila lembut.
"Rangga," ia menatap Kamila lekat-lekat, memperhatikan kecantikannya.
"Iya, benar. Nama kamu memang ada Rangga-nya sayang. Tapi nama lengkap kamu siapa?"
"De... Demas Ranggasta..." Rangga tergagap menjawab pertanyaan Kamila.
"Ya ampun, Demas, Eomma kira kamu amnesia." Kamila tertawa lega. "Sekarang kamu sarapan dulu ya, tadi perawat sudah membawakan kamu bubur saring ini."
Kamila mulai menyuapi Rangga yang ada di tubuh Demas dengan hati-hati.
'Wanita ini Ibunya? Cantik sekali,' pikir Rangga.
Rangga masih kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah makan siang, dokter memeriksa keadaan fisik Demas dan ia dinyatakan dalam kondisi baik. Bila kondisinya tetap stabil, ia dapat pulang minggu depan.
Rangga mulai belajar berjalan kembali untuk menguatkan otot kakinya. Ia berjalan ke kamar mandi dan menatap dirinya di cermin. Matanya terbelalak kaget.
Ia menyentuh dagunya yang tirus dan kulitnya yang putih. Rambutnya putih, jelas bukan warna asli rambutnya, tapi warna tersebut sangatlah cocok untuknya. Matanya berukuran kecil dan tampak bahwa ia memliki darah etnis asia timur. Satu hal yang harus ia akui.
Ia tampan. Dan gagah. Dan muda.
Rangga menatap wajah di cermin dengan seksama. "Akh!! Aku kenal siapa kamu!!" Ia menyadari wajah pemuda yang ditatapnya di depan cermin, "vokalis band jagoan neon kan!"
Rangga menatap berkeliling, tidak ada yang berbicara di sekitarnya. Ia sendirian.
Rangga kembali ke tempat tidur, ia mengkhawatirnya keadaan Raisa dan Reino. Ia berencana mengecek keadaan kedua anaknya ketika ia keluar dari rumah sakit ini.
***
Hari ke-3 setelah ia bangun dari komanya, menejer band, dan keempat anggota bandnya datang.
"Dem! Gue khawatir banget sama keadaan elu!" Tommy sang pemain gitar duduk di depan tempat tidur dan memakan buah-buahan yang dibawakan pengunjung Demas.
"Iya! Kira-kira elu udah kuat manggung untuk bulan depan?" tanya Anton sang pemain drumm.
Rangga kebingungan dan berusaha mengikuti percakapan mereka.
"Woy Dem! Bengong aja! Elu kan biasanya paling cerewet!" tanya Nuno sang pemain bass.
Rangga menatap wajah mereka satu-persatu, "mulai hari ini, Demas Ranggasta terlahir kembali, panggil gue Rangga!"
"Elu serius Dem? Jadi sekarang elu mau dikenal sebagai Rangga?" tanya Jimmy yang berperan sebagai pemain keyboard di grup band mereka.
Rangga mengangguk dengan yakin.
[Tweet D'Jagoan: Mulai hari ini, Demas Ranggasta terlahir kembali sebagai Rangga! #ranggaisthenewdemas.]
[Tweet Netizen102: Akh!!! Mau Rangga kek! Demas kek! Yang penting aku padamu!! #ranggaisthenewdemas.]
[Tweet Netizen99: Rangga ataupun Demas, kutetap cinta! #ranggaisthenewdemas #rahimkuhangat.]
***
Hari ke-lima di rumah sakit Rangga di datangi polisi yang bertugas menginterogasinya perihal kecelakaan malam itu.
"Saya yakin saya tidak mengebut dan mengikuti semua peraturan yang ada, tapi kemudian saya melihat seorang pria di tengah jalan." Rangga berusaha mengingat kejadian pada malam itu, tampaknya Rangga dapat mengakses memori Demas. Rangga tahu apa yang Demas lihat malam itu.
"Kemudian saya mengerem mendadak dan membanting setir agar tidak menabrak pria tersebut. Mobil saya berputar, dan kemudian ada truk yang menabrak mobil saya."
Polisi mengangguk dan mencatat seluruh cerita Rangga selengkap mungkin.
"Lalu, gadis yang ada di mobil anda. Raisa Anggarani. Apa hubungannya dengan anda?" tanya polisi itu lagi.
"Raisa Anggarani?"
Polisi itu mengangguk. "Ya. Nona Raisa yang terdaftar sebagai pegawai magang di perusahaan rekaman tempat grup band anda bernaung."
"Di... Dimana ia berada?" tanya Rangga dengan suara bergetar ketika nama putrinya disebut.
"Nona Raisa masih ada di rumah sakit ini, beliau masih dalam keadaan koma." Si polisi menjawab pertanyaan dengan sabar.
"Aku harus melihatnya, sekarang!" Rangga turun dari tempat tidurnya dan berlari ke luar kamar.
Ia berlari sepanjang lorong mencari ruang ICU. Di belakangnya, perawat mengejarnya dan berusaha menghentikan langkahnya.
Rangga akhirnya berhasil menemukan ruang ICU. Ia menerobos masuk dan duduk di samping tempat tidur Raisa.
"Raisa! Nak... maafkan, Bapak. Bapak gagal melindungimu." Ia mulai menagis, "Sekarang kamu terbaring lemah seperti ini!" Rangga meraih tangan Raisa dan menciumnya lembut.
Rangga berpikir bahwa itu adalah pikirannya sendiri, karena saat inipun ia merasa menjadi ayah yang gagal menjaga putrinya.
Perawat datang dan berjalan hati-hati di belakang Rangga.
"Rangga, ayo kita kembali ke kamar. Pasien di runag ICU ini harus beristirahat dengan total." Perawat berusaha mengajak Rangga dengan lembut agar Rangga tidak kabur dan berlarian di lorong rumah sakit lagi.
Rangga mengangguk. Ia kemudian mencondongkan badannya untuk mencium pipi Raisa. Tetapi kemudian, bibirnya mendarat di bibir Raisa. 'Gila!' Pikir Rangga, 'kenapa aku mencium putriku sendiri di bibir seperti ini! Ini hal yang tidak pantas!' Ia segera menarik bibirnya dari bibir Raisa.
'Ya, aku setuju!' pikir Rangga.
Tunggu, bila itu pikiranku, lalu siapa yang berpikiri sebelumnya?
Rangga belum menyadari, bahwa Demas juga berada di tubuh yang sama dengannya. Walau begitu, Rangga memiliki kendali atas tubuh Demas.
Demas hanya memiliki sedikit kendali atas tubuhnya. Selebihnya, Ia hanya berupa memori tanpa bentuk. Terkadang ia cukup kuat untuk meneriakkan pendapatnya dan membuat Rangga melakukan hal yang ingin ia lakukan, tapi selebihnya ia terlalu lemah dan hanya mengikuti Rangga.
Rangga berjalan keluar ruang ICU, ia terpaku sesaat melihat tubuhnya. Tubuh Rangga, pria berusia 37 tahun yang masih koma sejak kecelakaan malam itu.