Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Menikah dengan Om Genit di Masa Depan

🇮🇩Annaya_Gionino
--
chs / week
--
NOT RATINGS
79.2k
Views
Synopsis
"Om Genta punya bayi?" tanya Kania spontan. Dia hanya tersenyum menatap gadis mungil di depannya itu dengan tatapan teduh khasnya. "Bayi kita," ujar Om Genta kemudian. Kania mengerutkan kening. Tapi belum sempat bicara untuk memutuskan kebingungannya Om Genta sudah melakukan hal aneh. "Aaaaa!!!" teriak Kania keras ketika Om Genta tanpa tahu malu melorotkan handuknya di depan Kania. “Paapaaaaa!!!!” teriak Kania histeris kabur sambil memanggil papanya. ~*~ Queen Kania Megantara (17 tahun) terdampar ke masa depan setelah membuka sebuah kotak musik hadiah ulang tahunnya. Perempuan itu berada di tubuhnya yang 22 tahun mendapati fakta telah menikah dengan seorang pria bernama Om Genta atau Gentala Hirawaran. Pria berusia 42 tahun yang berstatus sebagai teman ayahnya. Tidak hanya memiliki perbedaan usia yang jauh Genta juga genit membuat Kania tidak siap sekaligus risih dengan hal tersebut. Padahal Genta yang Kania kenal tidak seperti itu. Hanya Genta yang biasa saja yang sudah Kania anggap seperti Omnya sendiri. Bagaimanakah Kania menghadapi keadaannya tersebut? apalagi dengan sikap Genta yang tidak biasa Kania lihat seperti itu? Belum lagi laki-laki itu sering tidak tahu tempat melakukan hal aneh-aneh pada Kania. Bisakah Kania menyesuaikan dirinya menghadapi suami genitnya itu?
VIEW MORE

Chapter 1 - Tentang Kania

Halo Semua! Dia bernama Queen Kania Megantara, biasa dipanggil Kania. Terlahir dari rahim seorang wanita bernama Megan Andita Pears. Papanya bernama Tara Aditya. Mamanya memang campuran sementara papa pribumi asli. Mereka konon kabarnya bertemu sewaktu SMA, saling jatuh cinta kemudian menikah.

Tara selalu mengaku pada anaknya menjadi pria super populer yang digilai mama. Cerita yang sama selalu diulang papa tidak lupa dengan rasa percaya dirinya yang selangit itu. Papanya memang seperti itu. Manusia paling merasa tampan di muka bumi ini. Oh tidak! Mungkin Tara juga merasa paling tampan sejagad Raya.

Sayangnya Kania tidak bisa mengkonfirmasi cerita papa kepada mama. Wanita itu meninggal tidak lama setelah melahirkannya. Tara tidak pernah menceritakan detailnya kenapa dan bagaimana mama meninggal. Pria itu sering bekata yang baik-baik saja tanpa mau membagi yang buruk.

Well, begitulah Tara sebagai papa!

Pembawaannya dari dulu membuat anak tunggalnya tidak pernah berlarut-larut memikirkan kepergian sang mama. Meskipun Kania akui terkadang ia penasaran akan sosok itu. Seperti anak pada umumnya, Kania juga ingin merasakan pelukan seorang ibu. Kelembutan dan seperti apa kira-kira tatapan hangatnya.

Kalau sudah seperti itu papa biasanya mengalihkan topik dengan cerita konyolnya atau mengajak Kania menyaksikan komedi pada layar kaca. Kania masih punya nenek yang terpisah jauh. Jarang sekali kami bertemu. Sepertinya Tara tidak betah berlama-lama tinggal di rumah mertuanya. Orang tua Tara? Sudah tidak ada.

Nasib Tara lebih tidak beruntung dibandingkan dengan dirinya. Tara dibesarkan di panti dan kedua orang tuanya sudah meninggal dari papa kecil. Tara juga tidak menikah lagi. Takut mama cemburu di surga katanya. Jadilah hidup Kania hanya diisi dengan papa, bibi dan mamang.

Yah, mereka sepasang suami isteri yang bantu-bantu membereskan rumah. Sudah seperti keluarga sendiri dan tidak di karuniai anak. Ehm ... begitulah! Sekeliling Kania cukup sepi. Wajar saja Kania menjadi pribadi yang penyendiri tanpa punya banyak teman. Hanya Tara sang papa teman terdekatnya sekaligus pria yang akan melindunginya. Kania sendiri sudah merasa cukup dengan kondisi itu. Buktinya ia tetap bisa tumbuh bahagia dan ceria.

Kania dan papanya bisa melakukan banyak hal. Mereka berdua bisa begadang nonton pertandingan bola favoritnya papa meski Kania hanya menghitung berapa kali pria tampan yang muncul. Kadang-kadang mereka bertanding bola tenis di samping rumah. sesekali Om Genta ikut bergabung jika dia punya waktu libur.

Oh! Kania melupakan satu orang lagi. Dia bernama Gentala Hirawan. Kania memanggilnya Om Genta, teman papa dari masa sekolah katanya. Tapi sudah Iaanggap seperti Om sendiri karena Om Genta sudah bersamanya dari kecil. Juga sudah merasa bagian dari keluarga. Om Genta tidak selalu setiap hari datang ke rumah tapi cukup sering. Sehingga Kania juga akrab dengan sosok itu.

Om Genta belum menikah. Kania tidak tahu alasannya kenapa. Padahal Om Genta itu cukup tampan dan sukses. "Isterinya belum lahir kali," ujar Tara menjawab sekenanya ketika diam-diam Kania tanyakan alasan sahabat terbaik papanya itu belum memiliki pasangan. Sementara Om Genta hanya tersenyum ketika Kania menanyakan hal itu padanya.

"Padahal aku bisa aja cariin Om calon gitu. Bilang aja kriterianya yang seperti apa." Kania bahkan sudah pernah mengatakan hal demikian padanya tapi Om Genta hanya membalas dengan mengusap kepalanya seperti seorang ayah yang gemas dengan pertanyaan tidak masuk akal dari anaknya.

"Om sama papa normalkan?" bahkan pertanyaan gila itu sudah sempat juga Kania lontarkan kepada Om Genta. Hal hasil Om Genta meledakkan tawanya.

"Pada waktunya saya juga akan menikah, Ka'," ujar Om Genta yang terbiasa menyingkat nama Kania menjadi Ka' saja. bukan kania atau Kan atau Nia. Hanya Ka tapi ada huruf k tipis pada ujungnya seperti 'kak'. Entah kenapa. Padahal papa dan yang lain memanggilnya dengan Kania saja.

"Habisnya Om Genta sama papa kayak enggak punya kesibukan lain," ujar Kania.

"siapa bilang kami tidak punya kegiatan. Bekerja, kemudian menjaga kamu." Om Genta mendefinisikan hal yang dilakukannya.

"Yah … papa mungkin punya tanggung jawab. Tapi kenapa Om ikut-ikutan?" tanya Kania lagi.

"Kenapa kamu pengen sekali saya punya pasangan?" tanya Om Genta balik.

"Pengen aja. Kalau papa enggak bisa kasih aku sosok mama, mana tahu aku bisa mendapatkannya dari sosok tante gitu …" ujarnya.

Om Genta menggeleng-gelengkan kepalanya. "Daripada kamu mikirin hal yang aneh-aneh, mending kamu belajar atau membaca buku tutorial menjadi dewasa. Biar cepat besarnya. Selamat ulang tahun," ujar Om Genta kemudian memberikan sebuah kado untuk gadis itu.

Kania tersenyum. Bahkan Kania melupakan hari ulang tahunnya yang ketujuh belas tahun itu. Di masa setiap orang menunggu sekali ulang tahun yang ketujuh belasnya Kania malah melupakannya. Mungkin karena setiap hari dia nyaris selalu bahagia hingga dia tidak perlu mengharapkan satu hari special yang membuatnya bahagia. Hari itu mereka merayakannya secara sederhana, bersama papa, bersama Om Genta bersama bibi dan mamang.

Sekarang disinilah kania, menulis sambil memperhatikan kado dari Om Genta yang belum sempat ia buka. Kania memang sering melupakan hal-hal kecil seperti itu. Mungkin karena selama dua hari ini Kania terlalu bahagia dengan pertambahan usianya. Bisa memiliki ktp sekaligus sim serta beberapa orang yang sudah mencapnya sebagai dewasa.

Kania beranjak dari duduk. Mencari lemari tempat Kania meletakkan kado pemberian dari Om Genta kemarin. Tahun lalu Om Genta memberikan Kania gelang yang sangat cantik. Tahun sebelumnya sebuah tablet kesukaan Kania yang tidak sempat dibelikan papa. Well, Om Genta memang perhatian terhadap keinginan-keinginannya dari kecil.

'Selamat Ulang tahun, Ka'. Cepat dewasa gih!'

Hanya itu catatan note dari Om Genta yang tertera di sampul kado. Ucapan Om Genta selalu seperti itu. Mengharapkan Kania cepat dewasa setiap tahunnya. Kania tahu ia masih sering bertingkah kanak-kanak. Toh karena mereka juga yang terkadang memanjakan. Kania mengerutkan kening ketika menemukan kotak lagi saat bungkus kado itu ia buka. Begitu membukanya ternyata sebuah kotak musik.

Kania berdecak. Ada-ada saja Om Genta memberikan kotak musik untuk hadiah ulang tahunnya. Bergaya klasik lagi. Kania membuka kotak tersebut. mengambil posisi yang nyaman bersiap untuk mendengarkan suaranya. Penasaran.

Kania tersenyum ketika ballerina dalam kotak musik itu mulai berputar-putar. Memperhatikan salju dengan sparkling yang melingkari tubuh patung itu terlihat sangat indah. Menenangkan dan entah kenapa membuatnya mengantuk.

***

Kania menggeliat bangun ketika jam menunjukkan pukul setengah enam pagi. Kania harus berberes sekarang, berangkat ke sekolah sebelum kemacetan di jalan raya membuatnya terlambat ke sekolah. Kania meregangkan ototku beberapa saat. Tubuhnya terasa lelah sekali seolah Kania baru beberapa jam terlelap. Padahal Kania ingat, Kania berbaring di kasur semalam sekitar jam 9 malam. Harusnya dengan durasi jam seperti itu Kania bisa bangun segar di pagi hari.

Tadinya Kania ingin ke kamar mandi, tapi Kania sayup-sayup mendengar suara tangisan bayi. Kania mengerutkan kening merasa bingung dengan pertanyaan "sejak kapan di rumahnya memiliki bayi?" di kepalanya.

Pada akhirnya Kania tidak terlalu mempedulikan hal tersebut. lebih memilih fokus menghapus rasa penasaran dengan mengecek secara langsung. Kania membuka kamar yang tepat berada di sebelah kamarnya. Biasanya kamar itu tidak difungsikan. Hanya dijadikan tempat peletakan barang dan disulap sebentar menjadi kamar tamu jika ada acara keluarga. Tentu saja hal tersebut sangat jarang dilakukan. Mengingat keluarga yang sangat sedikit juga tidak tahu harus merayakan suatu apa dengan meriah.