Sophie Marigold mungkin akan selalu merasa jika kehidupan berat telah membuatnya semakin sulit. Terlahir dari keluarga berada dengan ayah seorang pengusaha tidak lantas membuat dirinya bahagia. Keluarganya memiliki jaringan supermarket yang cukup ternama di Amerika. Dan sebagai salah satu pewaris, sudah seharusnya Sophie tidak memiliki beban apa pun.
Namun, pada kenyataannya ia selalu tertekan dan tidak sebebas seperti anak-anak lainnya. Sophie bukanlah anak yang nakal. Ia cerdas dan penurut. Tetapi sikap ayahnya yang keras dan tidak pernah puas seberapa pun hebatnya prestasi yang diraih oleh Sophie, menjadikannya pribadi yang pemberontak.
"Soph, apa kamu sudah makan?" tanya Laura, kakak kandung Sophie. Ia duduk di sisi ranjang adiknya sambil membelai pundaknya. Sophie tengah marah mengambek dan memilih untuk berbaring tengkurap dengan sebelah pipinya menempel pada lipatan tangannya di atas ranjang.
Kepala Sophie lalu bangun dan menoleh pada Laura yang tersenyum lembut padanya.
"Aku tidak lapar," jawabnya dengan wajah cemberut. Laura tersenyum dan membelai rambut Sophie untuk membujuknya.
"Aku tahu kamu pasti lapar, iya kan? Aku membuat pasta!" Sophie menoleh dengan kening mengernyit pada Laura.
"Kamu membuat pasta untuk sarapan pagi?" sahut Sophie tak percaya. Laura menaikkan kedua alisnya dan tersenyum mengangguk. Ia berbohong agar Sophie bersedia makan sesuatu. Sophie adalah penyuka pasta dan dia bisa makan pasta kapan pun tanpa mengenal waktu. Hal itulah yang dilarang oleh ayah mereka yang begitu memperhatikan tata cara dan menu makanan sesuai dengan waktunya.
"Oke ..." Sophie menyengir setuju. Laura ikut terkekeh dan mengangguk.
"Akan aku ambilkan!"
"Tidak usah! biar aku saja yang mengambilnya sendiri di dapur!" tukas Sophie bersiap untuk berdiri dan beranjak keluar kamar.
"Kamu mandi saja dulu. badanmu bau alkohol!" Laura memberikan tanda dengan tangannya agar Sophie lebih baik membersihkan diri dari pada menyiapkan makanan. Sophie menyengir lagi dan Laura pun keluar dari kamar Sophie tak lama kemudian.
Sophie pun ikut mencium bau badannya sendiri sebelum meringis dan mengangguk. Oke, sepertinya dia memang harus segera mandi untuk mengusir bau badan. Laura benar, tubuhnya seperti baru saja mandi bir.
Sophie pun masuk ke dalam shower dan mulai menekan keran shower yang mulai membasahi tubuhnya. Kedua tangan Sophie mengusap kepalanya dengan mata terpejam. Perlahan matanya terbuka dan sekelebat ingatan saat ia mabuk semalam muncul di ingatannya.
Wajah pria yang tidur dengannya itu samar-samar terlihat. Tapi Sophie yakin belum pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya. Ia begitu asing tapi cukup hangat dan dekat.
"Apa yang aku pikirkan? Pria itu sudah mengambil saat pertamaku! Dasar brengsek!" umpat Sophie menggelengkan kuat kepalanya. Rasanya Sophie ingin menangis jika mengingat itu semua. Tak ada yang lebih buruk dari pada tidur dengan pria asing dan dibayar.
Sophie yang merasa dirinya seperti baru saja melakukan pekerjaan wanita penghibur lantas menggosok-gosokkan kulitnya dengan keras sampai memerah. Ia menunduk lalu menangis. Sekian lama ia menjaga dirinya agar ia bisa memberikan saat pertamanya untuk Collin tapi pria itu malah menghamili gadis lain dan menikah dengannya.
Sekarang seperti putus asa, Sophie malah tidur dengan pria yang belum ia kenal dan kehilangan semuanya. Sambil sesenggukan beberapa kali, Sophie makin berjongkok lalu menangis.
Sementara itu, Cassidy Belgenza mengantarkan kembali Angelica ke rumah mewahnya di Brooklyn. Sementara mobil Angelica akan diantarkan oleh perusahaan derek yang dipesan oleh Cass secara khusus.
"Terima kasih, Cass. Aku benar-benar bahagia bisa bertemu denganmu," ujar Angelica dan Cass pun menoleh padanya. Sebelah tangannya lalu menggenggam tangan Angelica dan mengecupnya penuh cinta. Angelica tersenyum membiarkan pria lain selain suaminya mengecup tangannya.
"Aku akan mencari gadis itu dan menjalankan rencana kita. Aku yakin setelah ini, pria itu tidak punya alasan untuk tidak menceraikanmu," ujar Cass meyakinkan Angelica. Angelica tersenyum lalu mengangguk.
"Iya, aku yakin kamu pasti akan bisa menjalankan rencana itu dengan baik." Cass tersenyum lalu mengangguk lagi. Angelica lalu memberikan kecupan di pipi Cass yang membuatnya tersenyum lebar.
Tak berapa lama, Angelica keluar dari mobil Cass dan berjalan ke arah lobi rumah mewahnya. Angelica sempat berbalik dan melambaikan tangannya pada Cass. Cass yang telah menurunkan kaca mobilnya ikut melambaikan tangannya pada Angelica.
Cass memastikan jika Angelica masuk terlebih dahulu ke dalam rumahnya sebelum ia pergi meninggalkan lobi rumah Angelica. Di dalam mobilnya Cass mengambil ponselnya dan menghubungi sekretarisnya dan mengatakan jika ia kemungkinan tidak akan kembali ke kantor. Ada hal yang harus ia kerjakan di luar saat ini.
Di toko bunga milik Madison, Collin masih kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan. Usai istrinya memergoki dan melabrak Madison, Collin jadi makin khawatir. Ia takut jika Angelica akan menyerang Sophie yang juga merupakan sahabat Madison.
"Apa lagi yang kamu tunggu? Untuk apa lagi kamu ada di sini?" tukas Madison dengan nada ketus dan kesal. Ia benar-benar kesal dengan sikap Collin yang bahkan tidak berani membela diri di depan istrinya.
"Maddy, aku benar-benar bingung sekarang," jawab Collin masih belum mau beranjak dari posisinya. Ia sedang duduk di salah satu kursi taman di dalam toko bunga tersebut. Madison makin kesal dan melipat kedua lengannya di dada.
"Apa yang kamu pikirkan? Istrimu sudah datang dan melabrakku. Apa lagi yang kamu tunggu? Apa kamu mau menunggu sampai dia membakar tokoku karena mengira jika aku berselingkuh denganmu? Yang benar saja!" hardik Madison makin kesal pada Collin. Collin mencoba menenangkan Madison tapi sebenarnya ia sendiri juga mengkhawatirkan hal yang sama.
"Selama ini aku bersabar padamu, Collin. Tapi sekarang lihat yang kamu lakukan? Kamu mempermainkan Sophie dan istrimu sendiri!" sahut Madison sambil berkacak pinggang. Collin makin bingung dan resah. Kedua sikunya menopang pada meja kaca di depannya dengan kedua tangan meremas rambutnya.
"Lebih baik kamu kembali dan perbaiki hubunganmu dengan Angelica. Dia sedang hamil bayimu bukan? Lupakan Sophie! Aku rasa Sophie juga telah melupakanmu. Jika tidak, dia pasti sudah menghubungimu sepulang dari liburan panjangnya di Italia!" tukas Madison makin menggugurkan keinginan Collin untuk memperbaiki hubungannya dengan Sophie.
"Tapi ..."
"Collin, aku memang mengenalmu lebih dulu daripada Sophie, tapi aku tidak akan membelamu karena kamulah yang sudah mengkhianati Sophie!" Collin menaikkan pandangan pada Madison yang menatapnya dengan serius.
Collin tak punya pilihan selain mundur dari perdebatan itu. Ia pun mengangguk beberapa kali lalu berdiri dan berjalan keluar. Madison tetap mengawasi Collin sampai ia benar-benar keluar dari tokonya. Ia bahkan mengikuti sampai pintu depan dan melihat Collin masuk mobilnya untuk pergi dari toko tersebut.
Segera setelah Collin pergi, Madison masuk ke dalam untuk mengambil ponselnya di dalam laci meja. Ia segera menghubungi sahabatnya Sophie tapi sayangnya ia tak mengangkatnya sama sekali.