"Dari mana kamu belajar aksi pencuri seperti itu?"
Satu pertanyaan dengan nada menjengkelkan yang tentu saja tidak akan Briana jawab. Seumur hidupnya Briana jarang sekali menangis, mungkin bisa dihitung dengan jari. Dan hari ini, dia sungguh-sungguh ingin meraung, kalau bisa mencakar laki-laki yang kini berdiri tidak jauh dari hadapannya.
Gadis itu beringsut mundur saat Areez mengikis jarak antara mereka. Laki-laki itu tampak menghela napas, lalu memasukkan kedua tangannya ke saku piyama yang kini dikenakannya. Saat tidak berpenampilan rapi dan formal, laki-laki ini terlihat lebih muda. Namun, itu tidak penting lagi karena kini Briana lebih tertarik mengedar pandang ke sekeliling. Ternyata pintu tempat dia keluar tadi tidak langsung membawanya ke luar. Kini dia berada di halaman depan rumah, dan tembok tinggi mengelilingi rumah ini. Tidak ada jalan kabur, itu yang kini terpikir di kepala Briana.
"Kamu ingin keluar dari rumah ini?" Pertanyaan bernada lembut itu menyita fokus Briana. Gadis itu langsung menatap wajah Areez yang kali ini tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Jadi Briana juga tidak bisa menebak apa yang sebenarnya laki-laki ini sedang pikirkan.
"Padahal caranya sangat mudah," ujar laki-laki itu lagi. Briana yang enggan bersuara hanya diam, membiarkan Areez melanjutkan kalimatnya yang entah akan berakhir seperti apa. Namun, pasti tidak akan sesuai dengan harapannya.
"Kamu tinggal menandatangani surat kontrak yang saya berikan, dan saya akan membebaskan kamu melakukan banyak hal." Tawaran yang sungguh menarik seharusnya, tetapi surat kontrak adalah syarat terberat yang tidak akan bisa Briana terima dengan akal sehatnya.
Pernikahan bukanlah permainan yang bisa dilaksanakan dengan asal-asalan. Apalagi dilakukan di atas sebuah perjanjian yang Briana tahu akan banyak menguntungkan pihak Areez. Dia hanya ingin menikah satu kali seumur hidupnya, dan tentu saja bukan dengan cara konyol seperti ini. Melainkan dengan cara benar, dan juga dengan orang yang tepat.
"Kamu bisa tetap bekerja di galery lukis, kamu juga bisa tetap belajar melukis di sanggar seni itu. Atau kalau kamu mau, saya akan datangkan guru lukis, dan akan saya buatkan ruangan khusus untuk kamu melukis nantinya. Bukankah itu sesuatu yang kamu inginkan?"
Tentu saja, itu yang Briana inginkan, kebebasan untuk melukis. Namun, tentu saja bukan dengan cara menggadaikan kebebasan lainnya. Dia ingin benar-benar bebas, bukan dengan cara seperti ini.
"Segala sesuatu ada konsekuensinya, Briana. Dan kali ini kamu bisa bebas melakukan apa pun, tapi dengan syarat kamu harus menjadi istri saya." Areez seperti paham isi kepala Briana saat ini.
Briana yang merasa sangat putus asa menghela napasnya yang begitu berat. Dijatuhkannya tubuh ke rumput sintetis yang kini membentang luas di halaman rumah ini.
"Kenapa harus saya?" Pertanyaan itu terus berdengung di kepala Briana. Kali ini ditanyakan dengan pandangan kosong, gadis ini seperti kehilangan gairah hidupnya. Tentu saja itu hanya akting, dan sepertinya Areez sudah menyadarinya.
"Setahu saya kamu bukan gadis lemah," ujar laki-laki itu. Matanya terus mengawasi wajah Briana yang masih menunjukkan aura lelah. "Bahkan saat ditindas oleh ibu tiri dan saudara tiri kamu itu, kamu masih bisa melawan."
Mendnegar itu sontak Briana mendongak, lalu kembali bangkit. "Sebenarnya dari mana Anda tahu soal ini? Apa Anda memasang CCTV di rumah saya?"
Areez tertawa, tentu saja tawa yang tidak enak didengar karena sarat akan ejekan. "Apakah saya perlu sekurang kerjaan itu? Di saat saya bisa mendapat informasi dengan sedikit mengeluarkan uang."
Briana berdecap kesal, kali ini melempar pandang, kepalanya sungguh tidak bisa memikirkan apa pun. "Saya masih bingung, apa sebenarnya tujuan Anda menikah? Kalau memang mau menikah kenapa enggak dengan cara yang benar? Cari gadis yang bisa mencintai Anda apa adanya. Dan menikah untuk seumur hidup, apa dengan cara itu nggak bisa?"
Wajah datar Areez perlahan berubah dingin setelah mendengar kalimat itu. "Karena di dunia ini, ada dua hal yang tidak saya percayai."
Briana diam, sengaja menunggu Areez melanjutkan kalimatnya.
"Cinta, dan ketulusan, saya tidak percaya hal itu benar-benar ada di dunia." Ada senyum pahit yang laki-laki itu tunjukkan, tetapi terlalu tipis sehingga tidak kentara andai Briana tidak jeli menangkapnya.
"Anda nggak percaya, tapi saya percaya," ujar Briana untuk menunjukkan jika dia juga gadis yang memiliki sebuah pernikahan impian, tidak mau impiannya dirusak oleh pernikahan konyol ini.
"Saya ingin menikah satu kali seumur hidup. Dan tentu saja pernikahan itu harus dijalani dengan perasaan cinta." Briana berharap ini bisa menggoyahkan hati Areez. Semoga saja laki-laki ini masih memiliki sedikit saja nurani agar mau melepaskannya.
"Tapi sayangnya pilihan itu tidak ada di hidup kamu sekarang," ujar Areez melunturkan harapan tipis yang Briana miliki di hatinya.
"Lebih baik sekarang kamu istirahat, jangan buang waktu untuk berusaha kabur. Karena tanpa izin saya kamu tidak akan bisa ke mana-mana," lanjut laki-laki itu.
"Malam ini pikirkan baik-baik tentang surat kontrak kontrak itu. Pelajari dan saya harap besok kamu sudah bisa menanda tanganinya."
"Tunggu!" Briana sedikit berteriak karena Areez berniat memutar tubuh untuk pergi. "Anda belum jawab pertanyaan saya."
"Yang mana?" Wajah itu masih menunjukkan aura dingin.
"Kenapa harus saya?" Hanya itu yang ingin Briana tahu.
Areez tersenyum tipis sebelum menjawab, "Karena Anda orang yang tepat," ujarnya sembari berlalu pergi. Meninggalkan Briana yang kini tengah mengerutkan kening.
"Orang yang tepat?" Gadis itu mendengkus kesal. "Orang yang tepat untuk dibodohi? Nggak usah mimpi."
*
Briana yang merasa bingung, akhirnya memutuskan untuk membaca surat kontrak yang berada di kamarnya. Tentu saja bukan untuk menyetujui penawaran gila ini. Dia hanya ingin tahu apa saja pasal yang Areez tulis. Dia masih akan terus mengulur waktu sampai laki-laki itu bosan menunggu dan akhirnya memutuskan untuk melepasnya. Bukankah itu ide bagus? Yah, semoga saja Areez adalah laki-laki yang tidak sabaran seperti itu. Dan cepat-cepat mencari kandidat baru jika dia tidak segera menyetujui pemaksaan ini.
"Nggak ada yang salah, ini bakalan nguntungin gue. Tapi pernikahan kontrak tetap aja sesuatu yang gila," gumam gadis itu setelah selesai membaca poin-poin penting pasal surat kontrak yang Areez buat. Semua pasal melindungi dirinya, Areez menuangkan dengan jelas jika mereka akan tetap seperti orang asing saat berada di rumah.
Sebenarnya Briana sangat penasaran, apa yang menjadi dasar laki-laki itu ingin menikah kontrak? Dengan kekayaan yang dimiliki, kenapa tidak mencari gadis yang bisa benar-benar dijadikan istri? Karena rasa penasarannya, Briana memutuskan untuk mencari tahu siapa Areez melalui portal berita online.
Ternyata benar, Areez adalah salah satu pebisnis sukses saat ini. Usianya tiga puluh tahun, dan sudah bisa menjadi pengusaha yang cukup dikenal. Beberapa usaha bahkan dijalankan sekaligus. Dan—satu berita mampu membuat mata Briana melebar saat itu juga. Berita yang mengatakan jika Areez adalah penyuka sesama jenis. Jika ini benar, apakah alasan laki-laki itu menikahinya adalah untuk menutup rumor menjijikan ini?