Sepanjang perjalanan pulang ke rumah Areez, Briana hanya diam. Menatap kosong ke arah jalanan di luar jendela sana. Pikirannya sedang penuh dengan berbagai macam pertanyaan. Kenapa ayahnya begitu mudah melepasnya? Dan malah sekarang membiarkannya pulang ke rumah Areez, padahal posisinya mereka belum menikah. Ayahnya sudah tidak lagi peduli padanya? Marah karena dia kabur? Atau adakah alasan masuk akal lainnya yang bisa diterima logikanya?
"Kamu lapar?" Areez mencoba mencairkan suasana yang terasa tidak menyenangkan. Diamnya Briana kali ini menunjukkan aura suram dalam bentuk lain, tidak seperti tadi.
Briana yang enggan bersuara memilih untuk menggelengkan kepalanya, lalu memejamkan mata. Berharap semua yang terjadi di hidupnya kini adalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Saat nanti bangun, dia berharap wajah sang ibu yang tampak menyambutnya, memeluknya, dan memberi kenyamanan yang hilang sejak lama.
Areez memilih diam, entah mengapa ada perasaan tidak tenang yang kini dirasakannya. Laki-laki itu sendiri tidak paham dengan apa yang ada di pikirannya. Kekhawatiran tentang kondisi gadis di sampingnya ini seharusnya tidak pernah ada di hatinya. Keberadaan Briana kini hanya sebatas sosok yang harus dimanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Terutama untuk membungkam orang-orang yang selama ini meremehkannya. Dia sudah berhasil dalam karir, kali ini pun dia akan berhasil dalam kehidupan pribadi. Bukankah berhasil menikah dengan seorang gadis cantik pewaris hotel bintang lima yang berjaya selama bertahun-tahun adalah sebuah keberhasilan? Areez tidak membutuhkan harta milik keluarga Atamir, dia hanya membutuhkan status dari kelas yang berbobot.
*
"Tuan."
Panggilan itu mengalihkan fokus laki-laki yang kini tengah mengamati foto putri semata wayangnya. Ada rasa marah, khawatir, rasa bersalah, semua berbaur menjadi satu kini.
"Mbok, sudah siapin baju?" Laki-laki itu tampak menghela napas, lalu kembali mengusap wajah dalam foto, di mana Briana kecil tampak memancarkan wajah bahagia kala itu.
"Sudah Tuan." Mbok Sumi sebenarnya ingin mengatakan sesuatu, tetapi takut salah.
"Kenapa, Mbok?" tanya Wildan sembari menyimpan foto putrinya saat masih berusia lima tahun. Saat itu segala hal masih terasa membahagiakan.
"Apa Nona baik-baik saja, Tuan?" Mbok Sumi sangat terkejut saat mendapat kabar jika anak majikannya itu kini malah berada di rumah seorang laki-laki yang namanya baru Mbok Sumi dengar.
"Baik." Sejauh yang Wildan lihat tidak ada yang aneh dari putrinya tadi. Dia pun cukup terkejut saat tiba-tiba saja Areez menghubunginya dan mengatakan Briana ada di kediamannya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, laki-laki itu mengatakan memiliki hubungan spesial dengan putrinya. Dari mana keduanya saling mengenal adalah pertanyaan yang belum terjawab hingga saat ini.
"Kenapa Tuan nggak bawa Nona pulang? Bukankah di sana Nona berada di rumah laki-laki asing." Mbok Sumi pikir saat Pak Wildan pulang tadi, akan membawa kembali sosok Briana, ternyata tidak.
"Sementara ini saya nggak bisa bawa Briana pulang, Mbok." Wildan juga khawatir dengan kondisi Briana saat ini, tetapi membawa gadis itu pulang juga bukan keputusan baik. Membiarkan Briana di luar tanpa penjagaan juga bukan keputusan yang tepat. Maka saat Areez menawarkan penjagaan untuk putrinya dengan status calon suami, Wildan mau tidak mau menyetujui usul itu. Areez ternyata tahu kegentingan yang terjadi di hotelnya saat ini, laki-laki itu dengan nama calon suami menawarkann bantuan untuk membereskan pengganggu yang terus berusaha mengacaukan hotel yang selama bertahun-tahun dipertahankan.
"Itu kenapa saya minta Mbok Sumi untuk temani Briana, jaga dia untuk saya." Wildan sudah memikirkan ini, tidak bisa melepas Briana begitu saja di rumah laki-laki yang entah benar pacar putrinya atau bukan. Namun, Areez sepertinya tidak berbohong saat mengatakan jika kini mereka tidak tinggal di tempat yang sama.
"Baik, Tuan. Saya akan jaga Nona Briana dengan sepenuh hati saya. Tapi apa memang benar Tuan Areez ini adalah pacarnya? Karena seingat saya Nona nggak pernah menyebutkan nama itu." Mbok Sumi adalah tempat Briana berkeluh kesah. Dan yang sering Briana sebut itu bukan Areez, melainkan kakak senior bernama Sabian.
Wildan pun sebenarnya ragu, tetapi putrinya tidak berusaha menyangkal tadi. Gadis itu hanya diam dan mengangguk saja saat Areez mengatakan beberapa hal. Apa jangan-jangan putrinya mendapat ancaman?
"Saya juga kurang tahu, Mbok. Untuk itu saya kirim Mbok ke sana, kasih saya kabar apa yang terjadi di sana." Wildan mengambil sesuatu dari dalam laci, lalu menyerahkan pada Mbok Sumi.
"Ini Mbok bawa." Barang yang Wildan ambil adalah sebuah ponsel pintar. "Nanti Mbok suruh ajarin Brian makenya gimana. Kalau bisa jangan sampai ketahuan kalau Mbok bawa ini."
Wanita berusia di atas lima puluh tahun itu mengangguk patuh dan segera mengemas barangnya agar bisa segera pergi ke kediaman Areez.
*
Briana langsung mengurung diri di kamar. Pikirannya sangat kacau saat ini. Tidak ada pun satu keinginan yang ingin dilakukannya. Apa yang harus dilakukannya ke depan nanti pun Briana tidak tahu.
"Briana." Suara Areez menginterupsi dari balik kamarnya yang tertutup. "Saya bawa seseorang yang pasti kamu sukai," lanjut Areez masih dari balik pintu yang tertutup.
Briana tidak menjawab karena tanpa dibukakan pun dia tahu sehaarusnya Areez bisa masuk sesuka hati. Sekarang untuk apa pakai mengetuk pintu segala?
"Non."
Kali ini Briana langsung terperanjat dari posisi setengah tidurnya. Dia tidak salah dengar, kan? Itu Mbok Sumi?
"Non Briana?"
Wajah Briana berbinar saat itu juga. Ternyata pendengarannya tidak salah, Mbok Sumi memang berada di luar sana. Gadis itu pun segera bangkit dan berlari ke arah pintu, membukanya, lalu memeluk tubuh Mbok Sumi saat sosok itu terlihat.
"Non Brian baik-baik aja, kan? Mbok benar-benar khawatir." Mbok Sumi memeriksa tubuh Briana takut ada yang lecet.
Gadis itu tertawa kecil, ada air mata yang meluncur begitu saja. Kali ini ada lega yang menguasai hatinya karena kehadiran orang yang sangat disayanginya.
"Mbok kok bisa di sini?" tanya Briana melupakan sosok Areez yang kini berdiri tidak jauh dari mereka. Baru sadar saat Mbok Sumi tidak menjawab dan malah menoleh ke tempat laki-laki itu berdiri.
Areez yang paham jika dua wanita berbeda generasi dan status ini ingin diberi waktu berdua. Dia pun segera meninggalkan mereka.
"Ayo masuk, Mbok. Kita ngobrol di dalem." Briana menggiring Mbok Sumi untuk masuk ke kamarnya. "Mbok tidur di sini aja, ya. Nanti aku minta kasur buat Mbok tidur." Sebenarnya Briana tidak masalah satu tempat tidur dengan ARTnya ini, tetapi Mbok Sumi yang pasti akan sungkan dan malah tidak bisa tidur.
"Iya, Non."
"Mbok kok bisa di sini?" tanya Briana lagi saat keduanya sudah duduk bersisihan di pinggiran kasur.
"Tuan yang ngutus saya buat jagain, Non. Takut Non kenapa-napa."
Briana tentu saja senang mendengar hal itu karena papanya ternyata masih memedulikannya. "Papa masih peduli sama aku?" keluhnya sedih.
"Non jangan ngomong gitu. Tuan bilang terpaksa biarin Non tinggal di sini karena kondisinya lebih aman dari pada di rumah. Kondisi hotel katanya lagi nggak stabil Non."
Briana tampak terkejut dengan alasan itu, apa terjadi sesuatu dengan papanya?