Chereads / He's My Love Hero / Chapter 14 - Ancaman Aslan

Chapter 14 - Ancaman Aslan

Aslan kini tengah berlari menyusuri setiap lorong sekolahnya, menuju ke sebuah ruangan yang harus segera dia kunjungi. Setelah mendapat beberapa pencerahan dari teman gengnya, hati Aslan tergerak untuk mengikuti ajang seleksi tersebut.

"Sepuluh detik lagi," ucap kepala sekolah melihat ke arah stopwatch yang dia pegang.

"Pasti Aslan gak bakalan muncul, percaya sama gue," bisik Bima.

Tiga!

Dua!

"Sa ...."

"Tunggu Pak!" Cowok itu berdiri di depan pintu.

"Saya siap mengikuti acara seleksi ini," lanjutnya.

"Akhirnya kamu datang juga Aslan, Ibu hampir saja merasa kecewa sama kamu," kesalnya.

"Baiklah, karena semua peserta sudah hadir, silahka soal ujiannya dibagi!" perintah kepala sekolah.

"Apa gue bilang, dia pasti datang." Meysa terlihat bangga akan kedatangan cowok itu.

Waktu yang diberikan hanya dua jam. Dengan banyak soal, mereka harus memanfaatkan waktunya sebaik mungkin, untuk menyelesaikannya.

Meysa begitu ambisius, tanpa menoleh sedikitpun dia berusaha keras untuk menjawab semua soal yang tertera. Sementara Bima, beberapa kali cowok itu memegangi kepalanya terlihat kebingungan dengan soal yang dia hadapi. Jauh berbeda dengan Aslan, yang santai dan mengerjakan sesuai dengan kemampuannya. Lagipula, dia juga tak begitu menginginkan, perlombaan ini.

"Waktu tinggal sepuluh menit lagi."

Aslan maju paling awal.

"Saya sudah selesai, Bu. Saya harap Ibu tidak menaruh harapan lebih dengan pekerjaan saya ini," ucapnya sebelum keluar ruangan.

"Mey, udah belum?"

"Dikit lagi, Bim!"

"Waktu habis, ayo dikumpulkan."

"Baiklah, terima kasih atas partisipasi kalian bertiga, hasil akan kami umumkan setengah jam mendatang, kalian boleh istirahat dulu," ucap Bu Rena.

Meysa memilih untuk menunggu di depan ruangan kepala sekolah. Kembali ke kelas pun, sepertinya percuma, hanya akan membuatnya kelelahan.

"Mey, minum." Bima menyodorkan botol minuman untuknya.

"Buat gue gak ada?"

"Gak, cuma satu," ketus Bima.

"Ini minum punya gue aja, Lan. Gue juga belum haus."

"Mey!"

"Udah biarin aja."

Dalam satu tegukan, air dalam botol itu habis. Bima terlihat tak ikhlas memberinya.

"Lo kenapa Mey, kelihatan gugup gitu, udahlah santai aja pasti lolos kita," ucap Bima.

"Gue khawatir Bim, kalau beneran gak lolos nanti," jawabnya.

Aslan hanya menyimak pembicaraan keduanya.

Tak lama setelahnya, Bu Rena keluar memberikan hasilnya kepada mereka dan apa yang terjadi, semua di luar dugaan Meysa.

"Selamat untuk Aslan, dan Meysa, kalian yang akan mewakili sekolah nanti," ucapnya.

"Ini pasti ada yang salah Bu, saya yakin, sudah belajar dengan keras. Sementara, Aslan, malah ...."

Meysa menginjak kaki Bima, untung saja tidak terlambat.

"Jangan didengarkan Bu, mungkin Bima masih belum terima kalau dia kalah. Kami permisi dulu, ya," pamitnya menarik tangan cowok itu.

"Mey, ini pasti gak adil. Bu Rena lebih membela Aslan, bisa saja dia kasih nilai tambahan," protes Bima.

"Udahlah, Bim, semua juga udah terlanjur. Gue yakin, Bu Rena bukan seperti itu orangnya, dan Lo harus terima semua ini," tutur Meysa.

"Gue masih gak bisa terima. Kemampuan gue bahkan lebih tinggi dibanding Aslan, Lo juga tahu seberapa kerja kerasnya gue," sahut Bima masih saja mempertahankan argumennya.

"Gue juga gak minta buat dibela atau ditambah nilai seperti yang Lo, katakan barusan." Suara serak seorang cowok mendekat ke arah keduanya.

"Kalau Lo gak puas dengan hasil keputusan ini, bilang aja sama kepala sekolah langsung, minta ujian ulang," sambungnya.

"Mey, gue tunggu di gedung belakang, pulang sekolah nanti, jangan sampai gak datang." Cowok itu pergi meninggalkan keduanya.

Bima terdiam, dia tak akan berani bicara jika sudah berada di hadapan Aslan.

"Kenapa diam? Tadi ada orangnya gak mau protes? Mental kerupuk, Lo!" kesal Meysa ikut meninggalkannya.

Dalam diri cewek itu bertanya-tanya, untuk apa Aslan memintanya bertemu nanti.

Selama di kelas, konsentrasi belajarnya menurun, karena ini.

Kring!

"Lo yakin mau menemui Aslan sekarang?"

"Iya, kenapa? Gue gak minta Lo buat antar. Lebih baik tunggu di parkiran aja," jawabnya.

"Lo masih marah? Jujur Mey, gue takut Lo diapa-apain sama dia," sahut Bima.

"Gue bisa jaga diri." Cewek itu bahkan sama sekali tak mau mendengarnya.

Meysa lihat beberapa anak buah Aslan, berkumpul. Setelah melihat kedatangan Meysa, mereka langsung bubar.

"Lo nyuruh gue datang ke sini, ada apa?"

"Gue mau kasih tunjuk sesuatu sama Lo."

Ketiga kakak kelas yang sering menganggu Meysa, kini ada di hadapannya.

"Gue minta sekarang kalian batalin perjanjian waktu itu, buat suruh Meysa jauhi gue," suruh Aslan.

"Gak! Gue gak mau, Lan, harusnya Lo ngerti selama ini gue suka sama Lo!" tolak Meldy.

"Lo yang harusnya ngerti, kalau gue lebih milih Meysa!"

Cewek itu tak menyangka, akan mengalami hal memalukan seperti ini. Meysa hanya terdiam tak berkutip, melihat kejadian ini di hadapannya.

"Jadi, sekarang apa keputusan Lo? Mau batalkan kesepakatan atau gue bakal lakukan hal yang lebih nekat lagi," ancam Aslan.

"Gue gak mau!"

Rupanya cewek itu tetap mempertahankan keputusannya. Aslan, menyuruh tiga anak buahnya untuk mendekat membuat ketiga cewek itu merasa takut.

"Lo jangan macam-macam sama kita, ya, gue bisa aja laporkan ini ke kepala sekolah," ucap Meldy.

"Oh ya? Sayangnya seorang Aslan, tidak mengenal kata takut!"

"Edo, cepat!"

Cowok itu mengeluarkan seekor serangga yang rupanya ampuh membuat ketiganya ketakutan sampai menjerit. Mereka bahkan nyaris pingsan dan menangis.

"Cukup!" teriak Meysa.

"Lan, tega banget Lo kayak gini, kayak gak punya hati tau gak!"

"Gue lakukan semua ini juga buat Lo!"

"Tapi nggak kayak gini caranya," bentak Meysa.

"Oke, gue salah, udah lakukan hal seperti ini. Gue minta maaf, tapi jangan harap kalian bertiga bisa lolos dari gue. Sekarang kalian batalkan perjanjian itu gue nggak mau tahu!"

Akhirnya tiga cewek itu menurut dengan terpaksa.

"Mey, perjanjian itu kita batalkan saja," ucap Meldy dengan air mata yang dia usap dari pipinya.

"Gue minta maaf atas perlakuan Aslan," jawab Meysa.

"Gue nggak mau dengar apapun itu."

Meldy, segera membawa kedua sahabatnya pergi dari sana sebelum hal yang lebih buruk terjadi lagi.

Meysa menatap tajam ke arah cowok itu. Aslan kembali menyuruh anak buahnya untuk pergi membiarkan mereka berdua sendiri.

"Marah sama gue?"

"Menurut Lo?"

"Gue nggak peduli yang penting tujuan gue udah terlaksana," jawab Aslan.

"Lo egois tahu gak!"

"Oh ya, masih ada satu berita lagi. Gue udah bilang ke Bu Rena, mulai besok gue bakalan pindah kelas jadi sekelas dengan Lo, dan gue minta jadi teman sebangku gue lagi."

"Gue gak menerima penolakan!"

Cowok itu pergi begitu saja meninggalkan Meysa sendirian yang masih terlengkap dengan keputusan yang diambil tanpa berpikir panjang lagi.

"Gak waras tuh, orang!" kesal Meysa.

Bersambung ....