Chereads / He's My Love Hero / Chapter 16 - Gagal Kencan

Chapter 16 - Gagal Kencan

"Tante, mau saya antar pulang?" Tawaran itu diterima dengan baik oleh mamanya Meysa.

Wanita itu tak jadi pergi, dan memilih untuk pulang saja, karena malam akan segera datang.

"Terima kasih ya, Aslan, kamu mau masuk dulu atau ...."

"Aslan langsung pamit saja Tante, em ..., boleh gak malam ini Meysa saya ajak jalan?"

Mamanya pikir, cowok yang ada di hadapannya kini, tidak punya niat buruk dengan putrinya.

"Boleh."

"Ya sudah, Aslan pulang dulu nanti ke sini lagi, ya," pamitnya.

Saking bahagianya, dia sampai melupakan helm yang masih melekat di kepala mamanya Meysa.

Mamanya baru saja memasuki rumah, netranya menangkap keberadaan Meysa, yang tengah duduk, membaca novel di ruang tamu.

"Meysa, Mama gak jadi masak buat makan malam kamu, nanti cari makan di luar saja ya," ucapnya sembari membuka dompet, hendak memberikan uang kepada cewek itu.

Begitu Meysa menyadari, tawanya meledak membuat sang mama kebingungan.

"Meysa yakin, setelah ini Mama bakalan jadi buronan tukang ojek," ucapnya tak hentinya tertawa.

"Kamu ini bicara apa Meysa ...." Mamanya meraba ke bagian yang ditunjuk oleh Meysa.

"Astaga, ini helm punya Aslan masih ngikut sampai sini."

Meysa terdiam seketika. Seperti ada remot kontrol yang mengendalikan ekspresi wajahnya.

"Mana bilang apa tadi? Aslan?"

"Iya, teman kamu yang tempo hari datang itu, panjang ceritanya nanti Mama kasih tahu, sekarang mau mandi dulu."

Meysa membuka sebuah postingan yang menandai dirinya. Fotonya bersama dengan Bima, dan Aslan di depan pagar, kini viral di grup sekolah.

"Apa-apaan ini, berani nyari gara-gara nih, orang. Mentang-mentang kakak kelas, jangan dipikir aku takut sama dia!" geramnya.

Meysa tak terima, semua ini bisa mencoreng nama baiknya di sekolah.

Malam harinya.

Mamanya begitu memaksa gadis itu agar bersiap.

"Udah diam saja, nanti kamu juga tahu." Mamanya memakaikan make up, sedemikian rupa, agar Meysa tampak lebih berbeda.

Keduanya dikejutkan dengan kepulangan sang papa, secara tiba-tiba.

"Kamu cantik sekali Meysa, mau ke mana?"

"Gak tahu nih, Mama yang maksa," jawabnya.

"Pa, baru pulang? Ayo makan dulu, atau mau Mama siapkan air hangat untuk mandi?"

Meysa merasa, mamanya mencoba menjauhkan sang papa dari dirinya. Pesan masuk dari mamanya, menyuruh gadis itu untuk pergi ke depan gang. Menemui seseorang yang dia maksud.

Lima menit Meysa berdiri, di tepi jalan itu. Bahkan sejak tadi, tak ada satupun kendaraan yang lewat di depannya.

Sorot lampu motor mendekat ke arahnya, membuat Meysa merasa silau dan menutup separuh wajahnya dengan telapak tangan.

"Mey!"

"Lo, ngapain ada di sini?"

"Tunggu, apa jangan-jangan yang mama bilang itu, Lo?"

"Ya, benar sekali, ayo tuan putriku silahkan naik, aku ajak kamu keliling kota malam ini," jawabnya.

"Gak, gue gak mau! Udah cukup banyak masalah yang gue dapet, karena dekat-dekat sama Lo!"

"Udah, naik aja." Aslan terus memaksa, bahkan mengendong tubuh Meysa, mendudukkannya di boncengan belakang.

Cowok itu tersenyum simpul, memasangkan helm, di kepala Meysa.

"Papa ada di rumah, jangan sampai dia tahu kalau gue keluar sama Lo," lirihnya.

"Tenang aja, gak bakalan ada apa-apa." Cowok itu mencoba menyakinkan dirinya.

Tangannya diraih, untuk dilingkarkan ke pinggang cowok itu. Awalnya Meysa tak nyaman berada dalam posisi seperti ini, tapi semakin lama, justru ketenangan yang dia dapat.

"Kenapa Lo, ajak gue jalan tiba-tiba?"

"Pengen aja."

"Kenapa gak sama cewek lain aja, Meldy misalnya ...."

"Males."

Meysa tak lagi bertanya. Hujan turun deras tiba-tiba. Lokasi mereka saat ini, ada di dekat apartemen milik Aslan.

"Kenapa kita ke sini, jangan macam-macam, ya! Gue bisa aja patahin tulang Lo!"

"Galak bener, gue cuma mau ajak Lo berteduh, mau sakit karena kehujanan?" tanyanya.

Mereka masuk ke sebuah kamar, Aslan meminjamkan handuk miliknya agar Meysa mengeringkan rambutnya. Lelaki itu membuka kaos yang dia kenakan, membuat Meysa menjerit.

"Mata gue ternodai!"

"Cepetan pakai, gak!" kesalnya.

"Bawel banget, sih, gue mau mandi."

Meysa baru berani membuka matanya, setelah cowok itu dipastikan masuk ke dalam kamar mandi.

Seorang pelayan masuk, membawakan baju ganti untuknya.

"Tapi, saya gak minta ini ...."

"Den Aslan, yang menyuruhnya," potong pelayan itu.

"Makasih."

Lelaki itu keluar, dengan tatapan dalam, melihat Meysa begitu cantik mengenakan dress yang dia pilihkan.

"Kenapa lihatin kayak gitu, naksir Lo?"

Langkahnya semakin dekat, membuat Meysa ketakutan.

"Kamu cantik, Mey ...."

Cewek itu malah mencubit perut Aslan, membuatnya merintih kesakitan.

"Rasain!"

"Gak bisa diajak romantis emang nih, cewek," kesal Aslan.

Perhatian Meysa teralihkan, begitu melihat lampu menyala dari balkon kamar tersebut.

"Siapa yang pasang lampion itu? Bagus banget," tanyanya.

"Mungkin orang."

"Iyalah, masa hantu, sih!"

"Semua kota bisa terlihat dari sini, indah banget ya, pemandangannya. Sayangnya, di luar masih gerimis, mendung, kalau ada bintang pasti jauh lebih cantik," sahutnya.

"Kalau gue lagi sedih, gue suka datang ke sini."

"Jadi, Lo tinggal di apartemen ini? Orang tua Lo, ada di mana?"

Raut wajahnya berubah, begitu mendengar pertanyaan yang Meysa ajukan. Tak tahu saja, Aslan ini salah satu korban broken home.

"Mereka sudah cerai. Gue hidup ikut sama papa, bahkan keberadaan mama saja, gue gak tahu," jawabnya.

"Maaf, gue gak nyangka kalau Lo bakalan ngalami hal ini."

"Mau tahu, alasan mereka cerai?"

"Kayaknya gak usah deh, itu masalah pribadi Lo, kesannya malah ikut campur nanti," tolaknya.

Aslan menghela napas panjang.

"Hujan sudah reda, sebenarnya Lo mau bawa gue ke mana sih?"

"Harusnya muter-muter kota, tapi ini terlalu larut, gue takut kena marah sama bokap Lo," jawab cowok itu.

Meysa pasrah, ya mungkin memang mereka belum ditakdirkan untuk menghabiskan waktu berdua?

Di tengah perjalanan, Meysa menepuk pundak lelaki itu. Melihat tempat foto yang begitu indah, membuatnya ingin mengukir kenangan di sana.

"Gue pengen foto di sini, mau ikutan gak?"

"Boleh."

Beberapa gambar telah diambil.

"Kirim ke nomor gue ya," pinta Aslan.

"Hem, oke."

Mereka melanjutkan perjalanan. Meysa meminta cowok itu untuk menurunkannya di depan gang, persis saat dia menjemputnya.

"Gak, lelaki sejati masa nurunin cewek di tengah jalan?"

"Nurut aja udah, Lo mau kena marah sama papa gue? Dia orangnya galak loh, yang ada gue bisa dipindahkan ke sekolah lain, cuma karena ini," omel Meysa.

"Ya udah deh, motornya aja yang gue tinggal di sini, gue antar sampai depan rumah," tekadnya.

Meysa berdecak kesal.

"Gue gak lewat pintu depan Aslan, orang mau manjat jendela. Kalau ada Lo, yang ada berisik ketahuan nanti."

"Justru gue bakalan membantu." Cowok itu bersikeras dan malah berjalan terlebih dulu, meninggalkannya.

Bersambung ....