Perjalanan menuju Yunani menghabiskan waktu selama hampir 24 jam. Sebelum tiba di Bandara Athena, Lucia dan Bertha bercakap-cakap sambil menikmati hidangan nan lezat yang mereka pesan untuk mengisi perut mereka.
"Tha, makanannya enak banget ya?" tanya Lucia seraya mengunyah daging beef steak di mulutnya sehingga suara Lucia terdengar kurang jelas di telinga Bertha.
"Barusan kamu bilang apa, Lus? Sorry, suara kamu gak jelas," jawab Bertha, dia mendekatkan telinganya ke arah wajah Lucia. Kala itu dia sedang asyik memotong-motong daging steak dengan sebilah pisau di tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang garpu yang ditusukkan pada daging sapi.
"Ini, makanannya enak banget," balas Lucia setelah menelan makanan dan meminum Tropical Smoothie nan segar.
"Iyalah enak, kan kelas bisnis jadi makanannya enak juga mewah. He, he," sahut Bertha menoleh pada temannya.
"By the way, kamu suka sama cowok tadi ya? Siapa namanya? Arya?" Lucia penasaran, lalu ia kembali menyeruput tropical smoothienya.
"Betul namanya Arya, kenapa kamu bertanya begitu? Apa saya terlihat menyukai dia?" Bertha mengernyit.
"Jelas sekali kalau kamu suka sama cowok itu. Mungkin kamu tidak menyadarinya, tapi matamu tidak bisa bohong," pungkas Lucia yang dapat melihat binar-binar di kedua mata Bertha.
"Be--benarkah?? Sa--saya ti ... tidak mempunyai perasaan spesial kepadanya," elak Bertha.
"Ah, rupanya kamu hendak membohongi saya, ya? Kalau kamu memang hanya menganggapnya sebagai teman, kenapa wajahmu memerah??" tanya Lucia, ia menatap dalam ke mata Bertha.
"Hmm, bukannya wajahmu yang memerah ketika bertemu dengannya di bandara tadi siang? Kamu kelihatan grogi, sepertinya ada yang kamu sembunyikan tapi apa?" Bertha menyudutkan temannya dengan pertanyaan yang dianggap tidak masuk akal oleh Lucia.
"Ha, ha ... lucu banget kamu, saya tidak mungkin menyukai orang itu. Saya cuma gak sengaja menubruk dia, kalau wajah saya merah kayak udang rebus itu karena saya malu bukan karena suka," tegas Lucia, cemberut.
"Ayolah, mengaku saja. Sebenarnya kamu penasaran dengan Arya, benar tidak? Saya tahu bagaimana perasaanmu saat ini, kamu bilang tidak akan pernah membuka hatimu lagi untuk pria manapun, tapi kamu kelihatannya terpesona dengan ketampanan Arya." Bertha menerka-nerka apa yang ada di dalam hati Luci.
"Kamu salah, Bertha. Saya tidak terpesona dengan ketampanan dan penampilannya yang keren, saya pikir dia mirip dengan Kyung Joon," imbuh Lucia seraya memalingkan wajahnya ke arah jendela pesawat. Ia tidak berani menatap mata Bertha yang sedang mencari tahu sesuatu di mata indah nan bulat Lucia.
Kalau Lucia memang tidak tertarik pada Arya, mengapa ia menghindari tatapan Bertha? Apa sebetulnya Lucia menyukai Arya sekaligus membencinya?
Entah kebetulan atau tidak, ternyata baik Arya maupun kedua wanita itu berada di kelas yang sama yaitu di Kelas Bisnis. Arya duduk di dekat jendela di bagian kanan pesawat, sedangkan mereka menempati kursi penumpang yang terletak di bagian kiri pesawat, berjajar di barisan yang sama pula.
Arya menyandarkan kepalanya di kursi penumpang yang nyaman, ia menguap lebar karena tadi bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan semua barang-barang yang akan dibawanya ke Yunani. Akhir-akhir ini, Arya disibukkan dengan berbagai urusan dan semua masalah yang terjadi di perusahaan sehingga ia tidak sempat membereskan pakaiannya sendiri.
Meski Ryan sedang berlibur di Yunani, tetapi dia mempunyai banyak anak buah yang bisa dijadikan sebagai pengganggu bagi perusahaan milik Jimmy Tirta, dari mulai pemesanan kemeja formal dalam jumlah besar, hingga pembatalan pesanan yang tiba-tiba saat semua kemeja tersebut sudah selesai diproduksi di pabrik.
Tentunya apa yang dilakukan Ryan menyebabkan kerugian yang tidak terhitung nilainya bagi Arya, untungnya Arya adalah laki-laki super cerdas juga memiliki banyak kenalan serta toko-toko kain, toko baju di Jakarta, Surabaya, dan kota lainnya. Semua barang yang gagal dikirimkan ke perusahaan fiktif tersebut pun segera dikirim ke toko untuk kemudian dijual di sana.
Ryan berpikir bahwa dia akan sangat mudah menjatuhkan Arya dan PT. Citra Buana Garment, tetapi Arya jauh lebih pintar dibandingkan dengan rivalnya itu.
Baik Arya maupun semua rekan bisnis Ryan akan membalas seluruh perbuatan Ryan dengan cara membuat perusahaan Ryan bangkrut hingga ia kembali jatuh miskin seperti waktu dirinya masih duduk di bangku SMP.
Arya bertekat membalas perbuatan si penipu dengan cara apapun, tapi dia bukan orang yang kejam dan licik seperti Ryan.
Di Pulau Santorini yang indah dan menyenangkan, seorang pria sedang tidur bersama wanita cantik yang merupakan selingkuhannya. Sudah sekitar satu tahun lamanya mereka berhubungan di depan mata Diana, tetapi Diana hanya bisa berdiam diri di kamarnya karena Ryan mengurungnya di sana.
Mereka berlibur dan berencana akan segera menikah di Yunani tanpa sepengetahuan Diana, lalu Ryan akan menceraikan istrinya setelah ia menikah dengan Alexa. Seandainya Diana ingin kembali pada Arya pun, maka semua usaha untuk mendekati Jimmy dan Charlene percuma saja karena Ary sangat membenci mantan tunangannya.
Arya enggan menyantap hidangan makan malam yang disajikan kepadanya, selera makannya hilang dikarenakan pikiran Arya sedang tertuju pada masalah perusahaan serta Diana. Sementara, penumpang wanita yang duduk di sebelahnya menyantap makanan lezat itu dengan lahap.
Wanita itu berpenampilan seperti seorang model, ia mengenakan dress berwarna kuning bermotif bunga-bunga kecil merah yang panjangnya selutut, rambut hitamnya terurai, ia juga memakai topi bulat berwarna senada. Entah modis atau bukan, yang jelas menurut Arya penampilan wanita itu cukup mencolok dan menyilaukan mata.
Sebelum makan malam tadi, dia memperkenalkan dirinya pada Arya menggunakan Bahasa Cina. Nampaknya dia adalah penduduk asli Singapura atau mungkin Taiwan yang hendak berlibur ke Yunani.
Sepertinya dia tidak berlibur sendirian. Di kursi penumpang bagian tengah dan belakang Arya, ada beberapa penumpang yang logat bicaranya persis seperti wanita tersebut.
Berjam-jam lamanya duduk di pesawat tanpa melakukan apapun, Arya merasa bosan juga mengantuk. Wanita yang berada di sampingnya cukup ramah dan beberapa kali mencoba mengobrol dengan Arya, tetapi dia sedang malas bercakap-cakap dengan orang asing lagipula Arya tidak terlalu fasih berbicara menggunakan Bahasa Cina.
Kemudian Arya tertidur lelap karena sangat mengantuk dan bosan. Ia sama sekali tidak menyentuh hidangan makan malam dan minuman yang segar itu, sementara wanita tersebut bersikap seolah-olah tidak ada orang di sampingnya.
Makan siang dan makan malam, Lucia menikmati semua makanan yang dipesannya hari ini begitu pula dengan Bertha. Selesai makan malam, dia menonton acara televisi yang disiarkan dari negara lain. Dua buah televisi kecil terpasang di belakang kursi penumpang, Lucia menyandarkan kepalanya di kursi dan melonjorkan kedua kakinya di lantai kabin pesawat.
Kedua tangannya terlipat di dada, cara duduknya begitu santai. Bertha sudah tertidur sejak lima belas menit yang lalu, kepalanya menyamping ke kanan, sedangkan kedua kakinya dilipat di atas kursi.
Mereka belum tahu jika Arya dan dua eks Staf Marketing Ekspor PT. Nalendra Tekstil tersebut berada di kabin yang sama. Sejak tadi siang Lucia semakin tidak menyukai Arya yang dipikirnya angkuh juga sombong. Bertha meminta agar Lucia melupakan semua yang terjadi antara dirinya dan Arya di bandara tadi, dia juga menyarankan temannya untuk menilai seseorang bukan dari penampilan, sikap, sifat, serta tingkah laku orang itu.
Dua orang yang patah hati dan keras kepala, yang pernah mengalami trauma percintaan di masa lalu, juga desakan yang dilakukan oleh orangtua Lucia dalam hal pernikahan, saat itu mereka kembali bertemu di bandara dan di pesawat
Orangtua mereka seringkali ikut campur dalam urusan cinta anak-anak mereka, sehingga salah satu kakak Lucia memutuskan keluar dari rumah dan menikah dengan laki-laki yang tidak disukai Keluarga Weng.
Sambil menonton tv, Lucia bergumam dengan perasaan campur aduk di hatinya. "Andai saja saya tidak pernah bertemu Kyung Joon dan bekerja di Naltex ... menyebalkan sekali. Sampai kapanpun saya tidak akan mau menjadi istri pria gila itu, dasar psikopat."
Mungkin menurut penilaian Lucia, Kyung Joon adalah orang gila atau psikopat dan semacamnya, namun bagi Mi Ra dia adalah CEO sempurna yang memiliki segalanya. Kyung Joon sangat tampan, sukses, cerdas, kaya raya, dan perfect.
*****
Di Hotel Fuchsia, Mi Ra terpaksa menginap di kamar yang berbeda dengan ayah ibunya, bahkan terletak di lantai paling atas di hotel bintang lima tersebut. Sebelum ia menyewa kamar, Mi Ra meminta Kyung Joon membawakan semua pakaiannya dari rumah Tuan Kwak.
Kyung Joon sibuk mencari Bertha ke mana-mana, sampai ke rumah Bertha ternyata dia belum pulang juga. Kyung Joon berpura-pura bersikap baik dan ramah di depan orangtua Bertha, ia menanyakan keberadaan Bertha pada ayahnya.
"Permisi, Paman. Apa Bertha sudah pulang ke rumah?" tanyanya dengan nada suara yang sangat ramah.
"Maaf, Anda ini siapa?" Ayah Bertha balik bertanya.
"Saya Kyung Joon, apa Paman lupa dengan saya? Seminggu yang lalu saya pernah datang kemari
mencari Bertha." Sikapnya terlihat begitu sopan, ia bahkan tidak menunjukkan raut wajah yang menyeramkan seperti biasanya.
"Oh, anda bosnya Bertha, ya?" Ayah Bertha kembali bertanya.
"Benar, saya bosnya Bertha. Apa dia sudah pulang ke rumah atau belum?"
"Belum, Tu--"
"Maaf, jangan panggil saya Tuan. Panggil saja Kyung Joon," balas Kyung Joon, ia merasa sungkan terhadap Eddy, ayah Bertha
"Baiklah, Kyung ... Joon."
"Kalau begitu saya pulang dulu, nanti kalau Bertha pulang tolong hubungi saya di nomor ini, ya?" Kyung Joon mengeluarkan sebuah kartu nama berwarna biru tua dari saku celana jeans hitamnya, lalu diberikannya kartu tersebut pada Eddy yang duduk di sofa minimalis, sementara Kyung Joon berdiri di depan Eddy dengan posisi agak membungkuk.
"Paman akan memberitahumu kalau Bertha sudah pulang nanti. Paman juga masih mencari dia di berbagai tempat." Eddy menerangkan, ekspresi wajahnya nampak kebingungan.
"Terimakasih atas waktunya, Paman. Saya pulang dulu," sahut Kyung Joon membungkukkan badannya.
*****