Chereads / Lutung Kasarung Mileneal / Chapter 7 - Sagara ingin ikut Sekolah

Chapter 7 - Sagara ingin ikut Sekolah

Keesokan paginya, saat matahari kembali ke peraduannya. Membiaskan cahayanya menyinari alam semesta. Sagara akhirnya bisa kembali ke wujudnya semula. Ternyata benar dugaannya, perubahannya menjadi lutung di pengaruhi oleh cahaya merah yang selaras dengan energi para iblis menjelang malam hari.

Dan untung saja semalam Purba Ningrum menemukannya, saat dirinya hampir tak bisa mengendalikan dirinya. Rasanya dia ingin mengamuk dan menghancurkan apapun yang ada di sekitarnya. Tapi tidak, Sagara tiba-tiba merasa kehadiran Purba Ningrum di hadapannya semalam membawanya ke dalam ketenangan. Ada aura positif yang terpancar dari gadis itu yang membuatnya dapat meredam semua emosi negatif yang ada di dalam dirinya.

Sagara merasa ini aneh. Pertemuannya dengan Purba Ningrum seperti sebuah takdir yang di gariskan oleh sang Dewata. Terlebih lagi Purba Ningrum juga tidak merasa takut sama sekali melihat dirinya saat berubah wujud. Gadis itu malah bercerita tentang legenda seorang pangeran dari kahyangan bernama Guruminda yang mencari cinta sejatinya ke bumi karena enggan di jodohkan dengan seorang bidadari.

Pengeran tersebut bernama Guruminda sama seperti nama tengahnya. Sagara Menduga kisah itu adalah kisah sang kakek yang bernama Guruminda. Namun Sagara tidak pernah tahu dengan jelas akhir kisah Guruminda dengan gadis bumi yang bernama Purba sari, apakah cinta mereka benar-benar bersatu?

Jika benar mereka bersatu, seharusnya kakek moyangnya itu tidak kembali lagi ke kahyangan kan? Atau mungkin ada cerita lain yang Sagara sendiri tidak tahu?

Lamunan Sagara buyar, saat Purba Ningrum tiba-tiba duduk di sisinya dan mengagetkannya.

"Hei... kamu ngapain bengong gitu?" Tanya Purba Ningrum sembari memperhatikan wajah Sagara yang tampak kebingungan.

"Tidak... aku cuma kepikiran sedikit tentang cerita kamu semalam, tentang pangeran Guruminda dari kahyangan. Kamu bilang dia akhirnya menikah dengan gadis bumi bernama Purba Sari kan?"

"Menurut legenda sih begitu, terus apa yang membuatmu bingung?"

Sagara menggeleng, memilih untuk menyimpan rasa penasarannya itu sendiri. Sagara tidak ingin memberi tahu Purba Ningrum jika dirinya adalah keturunan dari Pangeran Guruminda. Dia ingin menyelidiki Masalah ini sendiri.

"Kamu kok nggak siap-siap kayak kemarin? Kamu kemarin pakai seragam abu-abu putih, kok sekarang nggak?" Sagara mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Oh... karena sekarang hari minggu, jadi sekolah libur."

"Libur?"

"Iya libur... jadi dalam seminggu itu kan ada tujuh hari, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu dan Minggu. Nah... di hari Minggu biasanya sekolah atau orang pekerja kantoran libur, libur itu mengambil waktu untuk istirahat, biar nggak stress." Jelas Purba Ningrum sembari terkekeh kecil.

Sagara merasa damai ketika melihat senyum Purba Ningrum. Gadis itu selalu memancarkan aura positif meskipun Sagara tahu hidup gadis itu tidaklah mudah. Banyak orang yang tengah mengucilkannya karena penyakitnya.

"Ningrum..."

"Ya..."

"Aku bisa nggak ikut sekolah bareng kamu?" Sagara ingin melindungi Purba Ningrum dari gangguan teman-temannya di sekolahnya.

"Sagara... Jika ingin masuk sekolah itu nggak mudah, kamu harus punya uang dulu untuk daftar sekolah, beli seragam dan lain-lain. Aku mau saja mengajakmu sekolah bersamaku, tapi aku--"

"Kenapa?"

"Aku nggak punya uang buat bantu kamu. Aku saja sekarang bertahan sekolah dengan bea siswa."

"Bea siswa itu apa?" Sagara makin penasaran dengan kehidupan manusia bumi.

"Bea siswa itu, biaya sekolah kita di tanggung oleh yayasan atau pemilik sekolah, tapi ada syaratnya. Kita harus jadi murid yang berprestasi terlebih dahulu. Berprestasi itu maksudnya kita pintar dalam semua mata pelajaran dan mendapatkan nilai bagus di sekolah."

"Ooohh...." Sagara mencoba mencerna kata-kata Purba Ningrum, dan untuk menjadi anak yang berprestasi juga cukup sulit, mengingat dirinya adalah pemuda yang malas belajar dan lebih suka bermain-main.

Sebenarnya selain berprestasi, Orang tua Purba Ningrum adalah investor terbesar di sekolah Purba Ningrum. Para komite sekolah memperbolehkan Purba Ningrum di sekolah yang mereka dirikan karena ingin membalas jasa kedua orang tua Ningrum yang telah banyak berjasa bagi perkembangan sekolah mereka.

Meski kadang banyak wali murid yang mendesak agar Purba Ningrum di keluarkan saja dari sekolah. Namun beruntung Kepala yayasan yang masih tahu balas Budi pada kedua orang tua purba Ningrum selalu berusaha memberi perlindungan pada gadis itu.

Tapi tak hanya itu, kebencian dari teman-temannya di sekolah di karenakan Putra dari kepala yayasan yaitu-Dewa selalu berusaha melindungi gadis itu dari buly-an para temannya. Secara tidak langsung, Dewa-lah yang membuat Purba Ningrum tetap bisa bertahan di sekolah.

Mendengar Penuturan dari Purba Ningrum tadi, membuat Sagara berpikir keras. Dia sudah bertekad untuk melindungi gadis itu, karena gadis itu juga yang bisa menjaga keseimbangan emosinya. Dia harus ada di sekitar gadis itu, untuk itu Sagara bertekad mencari cara agar bisa bersekolah di tempat Ningrum berada.

"Kok bengong lagi? Lagi mikirin apa?" Purba Ningrum menyenggol lengan Sagara dan membuat pemuda itu harus buru-buru kembali menjejakkan dirinya ke dunia nyata. Dia tadi sempat melamun lagi.

"Tapi aku ingin sekali sekolah sama kamu, tapi bagaimana caranya, ya?" Celetuk Sagara tiba-tiba.

"Kamu beneran mau sekolah?" Tanya Purba Ningrum menelisik.

Sagara mengangguk mantap. Wajah Purba Ningrum pun jadi tampak berpikir. Setalah hampir satu menit, matanya tiba-tiba berbinar. "Sepertinya aku ada ide biar kamu bisa sekolah bareng aku." Purba Ningrum tersenyum penuh arti.

"Ide? Ide apa?"

"Nanti ku beri tahu. Aku harus diskusikan ini sama sahabatku?"

"Sahabat?" Dahi Sagara mengeriyit.

"Iya... Sahabat itu teman baik. Aku punya satu di sekolah, dia baiiikkk banget... Namanya Dewa. Kayaknya dia bisa bantu kamu biar dapat bea siswa."

"Dewa itu laki-laki?" Tiba-tiba perasaan Sagara merasa sedikit panas. Dia merasa tidak rela jika Purba Ningrum ternyata dekat dengan pria lain.

"Iya... Dia laki-laki. Dia juga ganteng, nggak kalah sama kamu. Dan yang terpenting dia itu baiiikkk banget, selalu bantuin aku di sekolah."

Kini wajah Sagara terlihat makin cemberut. "Pasti masih gantengan aku lah, aku kan keturunan Guru--" Sagara segera mengatupkan bibirnya saat menyadari dia hampir saja ketelepasan bicara. Sedangkan Purba Ningrum masih tampak menunggu kelanjutan kalimatnya.

"Pokoknya gitu, deh. Pasti masih gantengan aku kan?" Sergah Sagara agar gadis di hadapannya itu tidak curiga.

Tak di sangka Purba Ningrum malah tertawa lepas. "Kamu lucu banget, sih." Ucapnya masih dengan tertawa.

Melihat wajah ceria yang damai itu, membuat hati Sagara yang tadinya emosi dan panas kini berangsur mereda. Senyum dan tawa Purba Ningrum lagi-lagi meluluhkan nya.

Sagara memang terkenal bandel dan tempramental. Dia bisa merasakan dirinya sendiri memang sangat pemarah dan arogant sebelumnya, tapi setelah bertemu Purba Ningrum. Gadis itu memang benar-benar mampu menyeimbangkan emosinya. Dia harus ada di dekat gadis itu agar bisa mengontrol emosinya.

Bersambung