Banyu menatap istrinya sayang, "dengan wajah anak setampan itu sudah dapat di pastikan kalau orangtuanya pasti cantik dan tampan." Susi menilai ada sesuatu yang gak beres dari ucapan suaminya.
Tapi, berhubung dia bukan istri yang kepo dia enggan bertanya lebih lanjut, "udah ah … ibu mau siap-siap kerumah bu Laila habis buat bekal buat Hebing, mau buat pulut kuning buat acara pembuka nanti malam. O … ya abah udah kasi Aden uang buat beli keperluanya di pasar rakyat nanti?"
Banyu mengangguk, "nanti abah titip sama Hening aja uangnya. Aden gak bisa di percaya, uang yang abah kasi bukannya buat belanja malah di buat kabur. Ya … sudah siapin terus bekal Hening. Susi mengangguk.
Sementara itu di sekolah, Hening sedang membersihkan kelas. Dia jadi siswi pertama yang datang, gak heran ini memang rutinitas Hening kalo pas piket. Bedanya, hari ini teman-teman sekelasnya yang udah datang setelah dia, menatapnya aneh.
Menelisik apakah Hening terjangkit patah hati akut? Kalo gak sakit hati dan sedih aneh sih! Di permalukan sama orang yang kita suka tu, gak enak banget.
Hening yang paham jadi pusat perhatian langsung menuliskan kalimat dengan huruf kapital di papan tulis. Biar semua teman-temannya bis abaca.
'UNTUK KEJADIAN TADI MALAM SANTAI AJA! AKU GAK SERAPUH ITU! HIDUP TERUS BERJALAN WALAU PATAH HATI MELANDA! LAGIAN AKU PANTANG NYERAH KOK, ORANGNYA!'
Hening berbalik lalu melanjutkan pekerjaannya, nyapu seluruh kelas. Sebenarnya kerajinan sih, biasanya yang piket masing-masing nyapu dua baris bangku yang ceweknya tapi, Hening terlalu rajin pagi ini.
Ratmi menatap Hening sedih, "beneran kamu gak apa-apa? Kalo aku udah nangis semalaman. Anak juragan Bimo kelewatan, sama cewe kok gitu."
Hening menatap heran Ratmi, "tumben banyak bicara? Masalah semalam santai aja, gak usah di pikirin. Lagian cuma di depan kalian aja, kalo depan presiden baru aku malu sampe mau sembunyi di kerak bumi."
Ratmi terkekeh mendengar ucapan Hening.
Dalam hati Hening terus menyemangati dirinya sendiri biar kuat dan gak nangis. Untung matanya gak bengkak kalo gak semua tau dia nangis semalaman, dan itu malapetaka untuknya. Sebenarnya pun dia gak mau sekolah pagi ini tapi, kalo dia gak datang udah pasti satu kampung gosipin dia.
Dan berita ini bakal sampe ketelinga orangtuanya.
"Good morning my future wife!" sapa Jefri dari depan kelas. Hening menatap malas teman sekelasnya itu, kembali dia menyibukkan diri dengan menyapu barisan bangku nomor empat.
Jefri masuk dengan gaya so coolnya, niru cara berjalan Dipta. Jujur, semalam pas liat tu cowok dia kaya ngerasa jumpa junjungannya, dari gaya sampe cara berpakaiannya membuat Jefri ingin mengikutinya.
Bukannya merasa tersaingi, dia justru ingin berteman dengan cucu juragan nomor satu itu. Walau gak mudah dia akan berusaha.
"Kok gak balik di sapa?" tanya Jefri sok manis.
"Jangan sampe sapu ini melayang ya Jef? Masi pagi lo ini," kesal Hening dengan menatap sekilas temannya itu.
Jefri lega karena Hening gak mode silent kaya namanya. Lebih baik Hening jadi reog daripada diam kaya orang masuk angin. Dengan senyum mengembangnya Jefri bertanya, "udah ada gandengan belum buat pergi kepasaran?"
"Aku bisa pergi sendiri, gak perlu gandengan! Emangnya, mau nyebrang jalan?" jawab Hening ketus.
"Ketus amat neng, lagi pms ya? Abang secara suka rela lo ini menawarkan diri, kapan lagi coba dapat kehormatan sehormat ini?" alisnya turun naik dengan senyum selebar pepsodent.
Hening berkacak pinggang, "orang bilang masa SMA masa yang paling indah, sulit di lupakan karena kisahnya yang menarik. Sialnya aku kok gak ngerasa gitu, gara-gara kamu."
"Eneng belum sadar aja kalo abang ini kisah yang paling manis. Nanti kalo udah tamat baru berasa kehilangannya tapi, tenang aja. Abang bakal cepat ngelamar eneng!"
"ASEKKKKKK!!!! Jefri pagi-pagi bukannya kasi sarapan anak orang malah kasi rayuan, nampak kali calon suami gak bertanggung jawab! Di kiranya bermodalkan rayuan, Hening kenyang!" timpal teman segeng Jefri yang baru aja tiba.
Hening menhela napas lalu berkata, "bisa diam gak kalian?! Ganggu orang piket aja! bentar lagi bel, minggir!"
Gak lama Bayu dan Nur pun masuk, mereka menatap Hening dengan raut khawatir lalu tatapan mereka kepapan tulis setelah salah satu gengnya Jefri membaca tulisan Hening dengan suara yang keras.
"Oh … baguslah! Itu baru Hening, gadis Tangguh dan perkasa. Buat apa orang begitu di tangisi, di aitu membuat malu kau madam. Berani kasar kok sama perempuan," ucap salah seorang teman Jefri yang bermulut besar.
Tuti yang suka dandan langsung menyahut, "iya, gak gantle."
Hening diam membisu, gak tau malu bilang apa. Satu sisi dia gak terima Dimas di katain begitu, satu sisi mau bela hatinya gak terima. Entahlah, sekarang ini suasana hatinya sangat membingungkan.
"Gak usah bahas masalah basi kaya gitu, mendingan rundingin acara lomba. Dengar-dengar hadiahnya besar. Bapakku bilang juragan Bramantyo menyiapkan hadiah khusus, kira-kira apay a?" tanya Bayu mengalihkan perhatian temannya.
Menjadikan Dimas topik pembicaraan itu hanya membuat sohibnya sedih terus. Walau tu anak mencoba menampilkan keceriaannya tapi, dia sangat tau kalau Hening sedang gak baik-baik aja.
Hening yang mendengar ucapan Bayu kembali melanjutkan tugasnya, lagi gak mood bahas lomba.
"Jangan-jangan hadiah utamanya di jodohin sama pangeran Dipta," ucap Tuti dengan binar bahagia.
Dia melanjutkan, "kalo iya, aku bakal berusaha semaksimal mungkin. Gak apa-apa gak jadi artis kalo pangeran Dipta bisa aku dapatkan."
Jefri terbahak, "mimpimu ketinggian, mana mungkin juragan Bramantyo melelang cucunya di acara kecil-kecilan kaya gini."
Tuti mengedikkan bahu, "ya … kan mana tau!"
"Bisa gak usah bahas orang asing? Yang harusnya kita bahas itu lombanya, bukan hadiahnya." Kesal Bayu.
Nur menatap kesal temannya itu begitupun yang lainnya, "kenapa emang kalo bahas mas Jin? Dengar ya Yu …, bahas mas Jin itu buat imun meningkat, rasa bahagia dalam hati semakin bertambah."
Bayu mendengus, "berlebihan. Mau kaya apa kalian muji dia, gak akan di angkat jadi temennya. Dia sama Dimas sama, gak ada sopan-sopannya sama perempuan. Mentang-mentang ganteng, sesuka jidat aja."
Bayu emang paling gak suka kalo cowok semena-mena sama cewek.
Nur mengibaskan tangannya, "orang ganteng mah bebas mau ngapain aja. Yang gak boleh bebas itu orang jelek." Mata Nur melotot kearah Bayu.
Bayu mengiting Nur, "jadi maksudmu aku jelek gitu? Rasain ni ketek aku yang bau karet!"
"BAYU!!! BAU!!!!!!!"
Mata Nur memerah karena menahan napas, Bayu terbahak senang karena berhasil membuat temannya itu kesal. Suara riuh di kelas itu menarik perhatian siswa/siswi lain.
Cuma Hening yang gak terlibat dalam keseruan itu, lagi gak minat.