Chereads / Juvenile Delinquency / Chapter 22 - Pria Angkuh

Chapter 22 - Pria Angkuh

Hannah mengambil kantong yang berisikan susu kaleng yang baru ia beli, "Terima kasih," ucapnya pada pegawai mini market tersebut.

Gadis itu lalu melangkah keluar dari mini market dengan cenderung menunduk dan sedikit terburu-buru tapi tiba-tiba saja seseorang menabraknya dari depan hingga ia terjatuh "Auh.." rintihnya setelah bokongnya mengenai lantai dengan keras.

"Kau baik-baik saja?" beberapa orang langsung berkumpul di tempat itu, seorang wanita muda juga ternyata jatuh dihadapan Hannah, wanita muda itu sangat cantik dan terlihat modis.

"Ya, aku baik-baik saja" balas wanita itu dengan suara lembutnya, Hannah memperhatikan orang-orang yang berkumpul di depan wanita itu, salah satu laki-laki di sana membantu wanita itu untuk berdiri, mereka semua terlihat khawatir dan perhatian. Namun, berbanding terbalik dengan dirinya tidak ada yang hanya sekedar bertanya ataupun membantunya berdiri.

Hannah berusaha untuk berdiri sendiri untunglah ia tidak mengalami cidera apapun, tangannya memijit-mijit pelan area yang sakit "Hei, minta maaflah!" tegur pemuda di depan Hannah.

Semua orang langsung melihat ke arah Hannah dengan tatapan yang sulit diartikan, Hannah makin terpuruk setelah pemuda itu kembali berkata "Kau tidak dengar bocah, malah diam disitu seperti orang bodoh," ketusnya.

Ia tidak ingin dapat masalah yang lebih besar akhirnya gadis itu mendekat dan Hannah menunduk hormat pada wanita itu "Maafkan saya nyonya."

"Lain kali kalau jalan jangan menunduk, pergilah," ujar wanita muda itu. Hannah kembali menuduk hormat dan keluar dari mini market dengan cepat, ia kemudian berjalan dengan terburu-buru jangan sampai Eugene dan Linzy sudah mencarinya.

****

"Aku ikhlas memberikan istriku padamu jika kau bersedia menikahinya," kata Harry yang kini pasrah, ia telah berpikir mungkin saja istrinya dapat bahagia bersama pria yang dicintainya, Harry akan mencoba menerima keputusan itu meski sebenarnya sangat berat karena ia mencintai istrinya.

Tuan Roberto memiringkan bibirnya, ia tidak menyangka jika suami Riany benar-benar akan memberikan istrinya padanya, ia menghela napas "Maaf Pak Harry, saya ingin meluruskan kesalahpahaman diantara kita terdahulu lalu saya akan menjawab tawaran bapak tadi," tukasnya.

Tuan Roberto memperbaiki duduknya sedikit lalu menyesap kopi hangat yang ada didepannya, Harry masih menunggu sambungan kalimat dari Tuan Roberto "Sebenarnya semuanya dimulai saat kami tidak sengaja bertemu di rumah teman,saya juga tidak menyangka dia menghubungi duluan setelah pertemuan itu, ia memaksa saya untuk kembali berkencan dengannya setelah puluhan tahun lamanya, bukan saya yang memulai duluan pak," jelas Tuan Roberto.

"Lalu kenapa kau menerimanya?" Harry menatap Tuan Roberto dengan tajam.

Pria itu menanggapi Harry dengan santai ,ia hanya tersenyum kecil lalu menjawab lagi "Saya hanyalah lelaki biasa yang tentu mudah tergoda, apalagi dia cinta pertama, maafkan saya."

Harry memiringkan kepalanya, apa ia tidak salah dengar, cinta pertama dan mudah tergoda, apakah pria di depannya ini tidak memikirkan orang-orang yang akan terluka akibatnya, Harry mencoba sedikit tenang meski sebenarnya ia mulai emosi dengan jawaban Tuan Roberto.

"Di rumah, kami selalu bertengkar karena masalah ini, dia bahkan tidak ingin melihat wajahku sedikit pun, lalu anaknya saja tidak pernah ia urus lagi seperti dulu bahkan untuk menyiapkan sarapannya saat mau ke sekolah."

"Dia sudah tidak pernah melihat kami sebagai keluarganya lagi, dia hanya memikirkanmu, lalu apa yang bisa ku perbuat selain merelakannya bahagia,".

Harry tidak sanggup melanjutkan ucapannya "hanya kau kebahagian istriku," lanjutnya. Harry benar-benar tampak putus asa dan terlihat menyedihkan didepan Tuan Roberto "Tapi maaf, saya tidak bisa menikahinya." Harry kini menatap pria itu dengan tidak percaya.

Tuan Roberto kembali menyesap kopi panasnya berbeda dengan Harry yang bahkan belum menyentuh kopinya sedikitpun.

"Saya ini orang besar, apa yang akan dibilang orang-orang jika saya menikahi dua orang perempuan, bukan itu saja, keluarga saya bisa hancur juga, saya sangat memikirkan dan berhati-hati dalam mengambil keputusan yang bisa membahayakan reputasi saya." Harry langsung memukul meja yang ada didepannya. Hingga beberapa orang menatapnya dengan aneh.

"Apa kau sadar telah merusak keluarga orang!" kesal Harry.

Tuan Roberto juga berdiri dengan arogan "Saya tidak pernah memulai semua ini, perempuan itulah yang terus mengejar saya, jadi lebih baik kau urus istrimu itu, karena saya tidak bisa menikahinya".

Harry tersenyum "Ya, kau benar. Aku bersyukur jika kau memang tak berniat menikahi istriku tapi aku baru melihat orang sepertimu yang sadar telah menghancurkan keluarga orang lain tapi masih bersikap santai dan tidak merasa bersalah sedikit pun, kau hanya memikirkan dirimu sendiri, kau benar-benar pria sombong!" jelas Harry kesal.

Tuan Roberto tidak menyikapinya melainkan ia mengambil beberapa berkas kantornya yang tadi ia letakkan di atas meja lalu berkata "Terserah Pak Harry mau menganggap saya bagaimana, pertemukan saya dengan Riany, saya yang akan menjelaskan semuanya besok ditempat ini, saya permisi." Tuan Roberto langsung pergi meninggalkan restoran itu.

Harry hanya bisa menatap punggung lebar Tuan Roberto yang kini telah keluar, ia kembali duduk dan langsung meneguk kopinya yang mulai dingin itu dengan sekali teguk, ia benar-benar kesal saat ini.

Harry juga akhirnya pulang kerumah, ia yang kini sudah tidak tidur dengan istrinya memilih istirahat didepan TV, Harry tidur di karpet yang cukup tebal, di lengkapi dengan satu bantal dan juga selimut yang sudah disiapkan oleh Arin. Riany menutup pintu kamarnya seperti biasa, ia lebih suka menyendiri selama masalah ini berlangsung.

Aarun telah tidur duluan, setelah pulang sekolah ia tidak singgah-singgah di tempat lain lagi, Aarun hanya pulang kerumah lalu menutup pintu kamarnya.

Rumah itu sudah tidak seramai dulu. Beberapa tahun lalu, rumah itu selalu ramai, mereka selalu makan bersama, berbincang bersama, menonton bersama dan bermain bersama, kini tidak ada lagi tawa dan kehangatan dirumah itu.

Arin terduduk di meja belajar yang ada dalam kamarnya, di hadapannya ada beberapa buku dan juga laptop, ia masih belajar hingga tengah malam,ini sudah semester akhir tapi ia tidak bisa fokus sedikitpun pada penelitiannya.

Terlalu banyak masalah yang terjadi hingga ia menomorduakan tugas akhirnya, beberapa temannya sudah bersiap ujian tapi dirinya masih terus tidak bergerak sama sekali, Arin menghela napasnya ia memejamkan matanya berusaha untuk tenang dan tidak memikirkan apapun. Ia harus fokus untuk tugas akhirnya setelah mulai tenang, wanita itu kembali mulai mengerjakan tugas akhirnya.

Ia bertekad untuk bisa sukses dikemudian hari, ia harus bangkit meski sekarang sangat sulit untuknya, karena menurutnya ini adalah titik terendah di hidupnya, Arin kembali bersemangat untuk melanjutkan tugas akhirnya, ia tidak boleh tertinggal.

Harry terbangun ditengah malam untuk buang air kecil, ia tidak sengaja melihat pintu kamar Arin yang terbuka, Harry tersenyum kecil setelah melihat anak gadisnya itu masih belajar di tengah larutnya malam ini.