Chereads / Juvenile Delinquency / Chapter 28 - Mencoba Untuk Kembali

Chapter 28 - Mencoba Untuk Kembali

Malam ini rumah kembali memanas setelah Riany kembali berulah, wanita itu menangis dengan keras di ruang tamu depan TV seperti orang kesurupan setelah mengetahui bahwa dirinya tak akan dinikahi, Riany sebelumnya telah merusaki barang-barang yang ada di kamarnya, seperti menghamburkan alat make up-nya, menarik dan melempar spray kasurnya ke sembarang arah dan menghamburkan pakaian di lemari yang sebelumnya masih terlipat rapi.

Ia terpaksa di keluarkan dari kamarnya secara paksa oleh Harry dan Aarun anaknya karena bisa membahayakan. Kini Arin dan Aarun tengah merapikan kembali kamar orang tuanya yang sangat berantakan itu, sedangkan Harry mengawasi Riany jika saja nantinya wanita itu kembali merusak barang-barang.

Meski wanita itu sudah tidak memberontak lagi tapi suaranya masih terdengar jelas. Ya, suara tangisnya membuat ketiga orang yang ada dalam rumah bisa sakit telinganya.

"Sayang sekali alat make up mahal ini harus rusak semua," gumam Arin, menurutnya agak disayangkan make up semahal itu bisa rusak semua hanya karena patah hati ibunya yang di sebabkan oleh pria tua yang sok arogan itu.

Aarun baru saja datang setelah mengambil pel dan sebaskom air,ia menaruh baskom itu di lantai lalu ia menghela napasnya "Kak, ini pelnya," ucapnya seraya menyodorkan pel itu kearah Arin, "tak usah di ratapi, aku malah bersyukur barang-barang yang di berikan si tua bangka itu rusak semua," ketus Aarun.

Arin berdiri dan meraih pel itu dengan malas "Tapi kan belum tentu itu dari si pria gendut berkumis jelek itu," ucap Arin tak kalah ketusnya.

Aarun malah tidak bisa menahan tawanya setelah mendengar ejekkan kakaknya yang ternyata lebih sadis darinya "Siapa yang mengajar kakak mengejek orang seperti itu, eh bukan orang tapi binatang hahaha," tawa Aarun.

Arin juga ikut tertawa sambil menutupi mulutnya karena ia tidak ingin ibunya sadar jika selingkuhannya itu sedang dihina habis-habisan oleh anaknya sendiri.

"Sudah-sudah ayo kita membersihkan lantai ini," ajak Arin tidak ingin berlama-lama tertawa.

Mungkin karena terlalu lelah menangis Riany akhirnya tertidur pulas di depan TV, tepat tengah malam Harry, Arin dan Aarun saling berbicara di kamar Arin, mereka tidak ingin membangunkan Riany lagi biarkan saja dia istirahat.

Aarun dengan nyamannya tidur-tiduran di kasur kakaknya, sedangkan Harry duduk di depan meja rias Arin, lalu Arin sendiri duduk dipinggiran kasurnya. Mereka sedang mendiskusikan masalah ibunya itu.

"Aku senang jika pria tua itu tidak mau menikahi ibu," ujar Arin.

"Ya, aku juga," sahut Aarun yang masih terbaring dikasur.

"Jadi itu alasan tadi kalian tertawa terus di kamar saat membersihkan?" tanya Harry.

"Bukan" jawab Aarun singkat.

"Terus?" mata Harry menyelidik.

Arin dan Aarun saling melirik "Itu hanya lelucon ayah, Aarun terus membuat lelucon yang tidak masuk akal makanya kami tertawa," kata Arin cepat sebelum Aarun berkata jujur jika sedari tadi mereka selalu menghina Tuan Roberto.

Untunglah Harry tidak banyak bertanya lagi, Harry agak legah setelah Tuan Roberto memutuskan hubungannya denngan Riany, tugas mereka sekarang adalah menyembuhkan Riany, membuat Riany kembali seperti dahulu, seperti Riany yang mereka kenal yang baik, yang perhatian, yang lemah lembut dan yang sayang sama keluarga kecilnya.

"Besok dan seterusnya mari kita memperbaiki keluarga ini lagi," kata Harry mengajak anak-anaknya.

Arin tersenyum "Ya Ayah, mulai besok kita harus hidup seperti semula lagi, kita harus melupakan masalah ini, dan buat ibu nyaman tinggal di rumah agar ia tidak mengingat Tuan Roberto itu lagi."

"Kau benar putriku," ucapnya membenarkan.

"kita buat ibumu senyaman mungkin, ayah yakin ibu kalian akan kembali baik lagi, ya biarkan saja dia jika dia ingin menyendiri, pasti kalau patah hati memang sakit tapi kita juga harus menyadarkan dia jika dia punya keluarga," jelas Ayah mereka.

Kedua anaknya mengangguk paham "Sudah kalian tidur lah besok harus beraktifitas lagi." Harry mengucapkannya sambil berdiri.

Lalu ayahnya menarik anak laki-lakinya agar ikut berdiri "Kau juga Aarun, besok harus bangun pagi untuk ke sekolah, kembalilah ke kamarmu!" suruhnya.

"Aku libur ayah," ucap Aarun dengan malasnya.

"Berani kau membohongi ayah lagi hah!, ayo bangun anak malas!" ujar ayahnya lagi, Aarun memperlihatkan senyuman paling lebarnya tapi kemudian kembali dalam mode malas, bahkan ia menutup matanya berpura-pura tidur.

"Kau mau tidur dengan perempuan, kakakmu ini sudah besar, kau tidak boleh lagi sembarangan main masuk kamarnya atau tidur di kamarnya, dasar anak ini," gerutu Harry seraya menggelengkan kepalanya.

"ck... iya, iya," dengan malasnya ia bangkit lalu langsung keluar dari kamar itu.

Arin hanya tertawa kecil melihat tingkah adiknya, Harry mencium kening putrinya lalu mengatakan selamat tidur kemudian ia  juga keluar kamar dan tidur di sofa.

****

"Selamat pagi ibu," sapa Arin seraya mengambil gelas yang tergeletak tak jauh dari tempat ambilnya air minum, ia melirik ibunya dan tersenyum kecil.

Riany hanya memandang anaknya sebentar, matanya benar-benar bengkak karena semalam terlalu banyak menangis "Ibu mau ku ambilkan makanan?" tanya Arin sehabis meneguk minumannya.

"Tidak usah," jawabnya singkat.

"Semalam ibu kan belum makan apapun, aku ambilkan ya?" tawar Arin lagi.

"Ibu bilang tidak, ya tidak Arin," tekan Riany.

Arin menghela napasnya "Baiklah bu," ucapnya pasrah, ia kini duduk di meja makan untuk sarapan, Harry juga sudah ada disana, sedangkan Aarun baru saja selesai mandi.

Aarun keluar dari kamar mandi bertelanjang dada dan memakai celana pendek, ia masih mengeringkan rambutnya dengan handuk putihnya " Run, ayo makan," ajak Arin.

"Sebentar aku pakai seragam dulu," katanya menuju ke kamarnya kembali.

Tidak cukup waktu lama , pemuda itu sudah selesai memakai seragamnya, ia kemudian bergabung dengan kakaknya dan ayahnya untuk makan, Arin memberinya sayur yang banyak sekali lalu Aarun menatapnya heran, seolah tahu pertanyaan Aarun, Arin langsung menjawab " Ini agar otakmu berkembang," candanya.

Aarun makin bingung "Otak ya otak mana mungkin dia bisa berkembang biak."

Aarun kembali memisahkan sayur itu dan menyisahkannya sedikit di piringnya "Ini agar semua mata pelajaran bisa masuk di otakmu Aarun, makanya kau harus makan sayur yang banyak," gerutu kakaknya sudah seperti seorang ibu yang sedang mengomeli anaknya.

"Bagaimana mau masuk, pelajaran saja aku tidak perhatikan."

Arin malah memukul kepala Aarun dengan sendok sisa makannya tadi" Kau ini dikasih tahu!"

"Ahh, Kakak Aku baru keramas tahu." Aarun sampai memegangi kepalanya dan menatap kakaknya kesal.

"Lihatlah kepalaku jadi berminyak, kan!" lanjutnya.

Arin yang berhasil mengerjai adiknya malah tertawa pelan, ia memang sering sekali menganggu Aarun, menurutnya Aarun tetaplah adik kecilnya yang dulu, yang sering menangis jika ada petir dan hujan, adik kecil yang sering merengek minta jajanan saat di mini market dan adik kecil yang sering ia jahili.