Chereads / Membenci Sebuah Janji / Chapter 8 - Badai Air Melukis Mata

Chapter 8 - Badai Air Melukis Mata

SETELAH berhasil kabur dari ocehan mulut jahat itu, Bella dengan cepat menghampiri semua rekannya untuk menjenguk istri Pak Andre ke rumah sakit. Ternyata lambung akut istrinya semakin parah dan memiliki komplikasi lain. Sehingga, Pak Andre harus terjaga di sana beberapa hari. 

Bella, sebagai orang yang sedang menjalankan proyek pertamanya, di minta untuk mengurusi beberapa pekerjaannya juga. Hal tersebut, jelas di bantu seluruh timnya. 

Rumah sakit tempat Simon dirawat, kebetulan sekali sama. Sehingga, setelah pulang menjenguk istri Pak Andre, Bella langsung membawa Simon pulang. 

"Pak, saya pamit dulu, ya. Semoga ibu cepat sembuh juga," kata Bella berniat pergi sambil sesekali menatap istri Pak Andre dengan penuh arti kasih sayang. 

"Terima kasih, ya. Kamu jadi saya repotkan. Tidak apa-apa, 'kan?" tanya Pak Andre sambil memupuk bahu Bella bagaikan anaknya sendiri. 

"Ah, tidak apa-apa, Pak. Ini sudah menjadi kewajiban saya. Kalau begitu, saya pamit," ucapnya kembali. Kemudian, Bella pun memberikan isyarat mata mendahului beberapa rekannya yang belum pulang.

Setelah keluar dari kamar rawat istri Pak Andre, Bella bergegas ke ruang adiknya yang tidak jauh dari sana. 

Bella semakin iba karena melihat adiknya berusaha mengemasi barang dengan kaki yang pincang. 

"Biar aku saja. Kamu duduk," perintah Bella cepat. 

"Cepat sekali kakak menjemputku. Aku pikir akan pulang sendiri," ucap Simon dengan rasa khawatir saat melihat raut wajah kakaknya. 

'Tampaknya kakak sangat lelah, ya. Dia tidak menjawab juga. Andaikan aku tidak membuat keributan kemarin, mungkin kakak tidak akan bolak balik dari kantor lalu mengunjungiku dan pulang ke rumah tempat lebih jauh,' batinnya sedih dan penuh dengan rasa bersalah. 

"Tapi aku cukup kuat jika pulang sendiri juga. Hehe," sambung Simon, berhasil membuat Bella tersenyum walaupun tidak lebar. 

"Bagus. Saatnya kita pulang dan istirahat," ajak Bella sambil mengambil tas jinjing milik Simon. 

Semua rekan di divisinya melihat mereka berdua, dan Zero pun memanggilnya. "Kak Bella, kenapa ada di sini? Ini siapa kak Bella?" tanya Zero kebingungan. 

"Simon jangan merepotkan kakakmu," kata Nanda sambil memutar bola matanya kesal. 

Sisanya, jelas sama bingungnya dengan Zero. 

"Jika kalian penasaran, akan aku jelaskan besok. Aku lelah jadi sekarang mau cepat-cepat pulang. Selamat tinggal," ucap Bella yang dibalas lambaian orang-orang keheranan dan berujung menanyakan banyak hal kepada Nanda. 

Bella dan Simon menaiki taxi untuk pulang. Di perjalanan, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Jika Bella tidak mau bicara karena hari ini cukup lelah karena energinya habis, dihabiskan oleh amarah kepada CEO nya. Namun, Simon sebenarnya ingin banyak bicara dan banyak pertanyaan di kepalanya, dia mengurungkan niatnya itu karena merasa Bella seperti itu karena dirinya. 

Mereka, hanya menghabiskan waktu bersama angin yang enggan mereka jawab dari sapaan yang lewat beberapa kali, sampai mereka tak terasa berhenti di depan rumahnya. 

Bella mulai membawa tas Simon, dan supir taxi itu membantu Simon berjalan menggunakan tongkatnya. 

"Terima kasih, Pak," ucap Simon. 

"Kamu duduk di sini. Aku akan mengambilkan minum untukmu," pinta Bella sambil membawa segelas air hangat hati-hati. 

"J-jangan repot-repot, kak. Aku bisa ambil sendiri," pintanya. 

"Menurutlah atau aku sembur wajahmu dengan air ini," jawab Bella sambil memegangi gelas berisi air panas miliknya. 

"B-baiklah," jawab Simon pasrah. 

Bella yang tadinya akan membereskan pakain Simon, untuk dicuci besok, malah kedatangan seseorang yang tidak diharapkan selama apapun dunia ini bertahan. 

Tok! Tok! Tok! 

Suara ketukan itu semakin keras dan Bella sudah menebak siapa orangnya. 

"Bella! Bayar hutangmu! Kamu sudah janji, 'kan?" kata penagih hutang rentenir ulah ibu tirinya. 

'Aish, untung saja aku simpan beberapa setelah membayar sisa hutang perusahaan ayah,' batinnya. 

Hutang perusahaan ayahnya sudah dibayar setengahnya dari penjualan aset milik dirinya dan Simon, namun setengahnya lagi harus Bella bayar berupa cicilan. 

"Untuk bulan ini," kata Bella. Memberikan sejumlah uang kepada pria tinggi dan bertato tersebut. 

Mereka pun pulang tanpa berterima kasih sambil menciumi uang yang diberikan Bella. 

Bella menutup pintu dan menghadap adiknya, lalu berbicara sambil bergetar. "Baru saja pulang dari rumah sakit, sudah ditagih hutang, ya. Menyedihkan. Huhuhu," kata Bella yang tak mampu membendung air matanya. 

Bella menangis di bawah lantai dengan rambut terurai acak. Simon pelan-pelan mengusapi kakaknya itu. 'Maafkan aku,' batin Simon. 

Bella begitu lama menangis di lantai yang dingin. Meratapi nasibnya yang cukup mencekik hidupnya. Sehingga, membuat dirinya selalu ingin menyerah walaupun berakhir gagal, karena dia memiliki seseorang yang harus dilindungi. 

***

Pagi yang cerah. Mata sembab milik Bella, melukis wajahnya tanpa wanita itu inginkan. 

Bella menatap cerminnya. "Aish, menyebalkan sekali. Aku harus pakai kacamata," ucapnya sembari menghabiskan mie instan seharga 3000. Benar. 

"Simon, jangan lupa makan obatnya. Akan datang nasi dan lauknya nanti," teriaknya sambil memasang sepatu hak nya sambil berjinjit. Kemudian, berlari. 

"Aish, menyebalkan! Menyebalkan! Kenapa sepatuku robek, sih. Jadi ga nyaman di pakainya. Sepatu mahal di curi ibu tiri itu. Argh!" ucap Bella yang membuat orang-orang melihatnya aneh karena marah-marah saat banyak orang. 

Bella tidak memperdulikan itu sehingga bus pun datang. 

Saat Bella memasuki bus itu dan duduk di belakang dekat jendela, seperti biasa memasang earphone ke telinga indahnya, mirip saat dia masih menempuh pendidikan menengahnya. 

Mobil hitam mewah melewati bus tersebut, hampir beriringan. Bella terpesona melihat seseorang di dalamnya, yang sedang sibuk dengan tab yang dia pegang dengan tangan yang tak kalah indahnya. 

Bella membuka kaca bus. "Hey! Yang menggunakan tab," teriaknya yang membuat Rey mendongak dan menurunkan jendela mobilnya perlahan, agar melihat wajah wanita itu dengan jelas. 

"Ya! Kamu yang menatapku saat ini, kamu sangat jelek. Hahaha. Rey, aku akan mengejekmu nanti setela sampai di kantor, ya. Tunggu saja pembalasanku," teriak Bella sambil beradu dengan rambutnya yang menari karena angin. 

"Akan saya pastikan dia mendapat hukuman, Pak. Saya tahu dia ada di divisi Grade A," ucap Asisten yang merasa malu, kesal dan marah pada wanita yang mengejek bosnya itu. 

"Bawakan dia ke kantor nanti," perintah Rey sambil menahan senyumnya menggunakan satu tangannya yang mengepal. 

Setelah Bella sampai di tempat kerjanya, ternyata dia tidak menemukan Rey yang akan menebas kepalanya saat di luar pintu, seperti pikirannya. 

Bella mencari ke kanan dan ke kiri. "Wah, manusia bodoh itu tidak ada di sini rupanya. Kalau begitu, pasti aku akan disuruh ke kantornya, 'kan? Hah! Siapa takut," gumam Bella dengan mata tajamnya. 

Wanita cantik itu pun masuk ruangannya, yang di sana sudah terdapat semua rekannya. 

"Hari ini kamu datang lebih lambat kak Bella?" tanya Zero sambil memasang wajah kucing lucu. 

"Bella pasti lelah, Zero," ucap Zahra sambil menyenderkan bahunya kepada Bella. 

"Jadi, yang lelah aku apa kamu?" tanya Bella sambil tertawa seakan dia melupakan kebenciannya kepada Rey sesaat. 

Seseorang masuk divisi Grade A. "Bu Bella, saya diperintahkan Pak Rey supaya Anda datang ke kantornya," ucap salah satu bawahan Rey. 

"Wah, kenapa aku jadi deg-degan," kata Zero sambil menatap tiga wanita di hadapannya, yang menatap tajam dengan kompak. 

Bella pun menuruti perintahnya, dan mulai memasuki ruang kantornya perlahan. "Anda memanggil saya. Apa yang perlu saya bantu?" tanya Bella dengan wajah kesal, namun dirinya tetap sedikit takut. 

"Saya ingin mengatakan sesuatu yang jika kamu tidak menurutinya, kamu akan menyesal, BELLA!" sentak Rey yang membuat beberapa karyawannya terkejut.