BERMALAM di rumah Kevin, tidur dipeluk ibunya, entah kenapa Bella tidak bisa lepas pada kehangatan dunia yang tersisa. Dia berpikir, jika mereka kena imbas Rey, dengan alasan apalagi Bella harus hidup.
Hari ini, Bella izin tidak masuk kerja. Dia tidak ingin memberi energi negatif kepada seluruh tim karena masalah pribadinya.
Simon menghampirinya. "Kakak sakit?" tanya Simon sambil menempelkan punggung tangannya.
"Kakak demam. Aku akan membelikanmu obat. Tunggu di sini. Akan sedikit lama, tapi aku akan cepat," kata Simon bergegas walaupun kakinya belum begitu pulih.
Bella melihat adiknya pergi, bersamaan air mata yang menetes. "Bahkan disini pun aku begitu, selalu egois. Aku harusnya melarangmu membelikanku obat. Tapi aku malah senang kamu tidak ada karena aku bisa menangis dengan waktu yang seharusnya milikmu. Simon, kakak harus bagaimana?" katanya.
Bella tak henti menangisi nasib yang selalu tak ingin dia hadapi. Masalah selalu datang tanpa menunggu yang sebelumnya selesai.
"Akh, bagaimana Tuhan percaya aku sangat kuat. Aku bahkan ingin menyerah saat ini juga," gumamnya sambil menumpu tubuhnya.
Pesan masuk kembali dari Rey. "Bella, jangan lari dariku. Atau kisah indah bersama mereka akan tersisa bayangan," kata Rey mengancam.
Bella mengacak rambutnya frustasi. Dia membalas pesannya, bahwa Bella akan datang ke rumahnya saat ini, tidak peduli apapun.
Bella dengan cepat membanting pintu tidak berdosa. Dia juga mengirim pesan kepada Simon bahwa dirinya ada hal mendadak.
Dia pergi ke rumah Rey menggunakan bus agar lebih hemat. Dan benar saja. Rey dan Kevin sudah lebih dulu sampai.
Bella masuk rumah Rey diantar beberapa pelayan yang menunduk serentak. Karena sudah tahu bahwa Bella akan menjadi nyonya di sini.
Saat Bella memasuki rumah itu, di tataplah Rey yang sedang tersenyum puas, akan kekalahan Bella. Dan Kevin hanya bisa menatap lantai pasrah.
"Kevin, tinggalkan kami berdua," suruhnya dengan wajah yang keras.
Tinggal Bella dan sang pemilik rumah.
"Ada apa gadisku? Oh, terlalu terburu-buru, bukan? Memanggilmu gadisku. Tenang saja. Aku tidak akan mengatakan hal-hal menjijikan itu. Menikahlah denganku dan diam seperti batu, maka keluargamu akan selamat," ucapnya memandang gadis dihadapannya remeh.
"Kamu tidak tahu aku?" tanya Bella sambil berdiri menyembunyikan tangannya ke belakang, seakan-akan sudah menyiapkan pedang yang akan Bella gunakan untuk memenggal kepala sombongnya itu.
"Maksudmu, soal kamu anak dari pemilik perusahaan besar yang sudah bangkrut itu? Ck, mantan anak orang kaya? Kamu sangat bangga dengan itu?" kata Rey dengan mulut pedasnya itu.
"Ck, jelas bukan itu, Pria bermulut iblis. Kamu melihatku dari satu sisi tanpa kamu tahu, sisi mana dari aku yang akan membuatmu menyesal," jelasnya dengan mata api yang berkobar.
"Oh, ya? Kamu sepertinya polos, bodoh dan tidak berguna. Apalagi yang harus aku tahu soal dirimu itu?" ucapnya dengan sudut bibir terangkat sebelah.
Bella menatapnya tanpa membalas kembali, walaupun ribuan kalimat kasarnya bertumpuk memenuhi kepala.
"Duduklah. Melelahkan berdiri seperti itu. Dan cepat tanda tangani pernikahan kontrak kita, sayang," perintahnya sambil berbisik.
Rey menarik tubuh Bella ke pelukannya. Laki-laki itu memaksa bibirnya menyentuh dalam bibir Bella dengan lama walaupun Bella sudah mendorongnya kuat.
Sampai seorang wanita tua dengan rambut yang sudah banyak memutih, datang pada kediamannya.
"Eh? Apa yang sedang aku lihat? Aku tidak akan mengganggu kalian kalau begitu," ucap nenek Rey. Memutar balik badan untuk pura-pura pergi.
"Ah, Nenek? Masuklah," ucapnya.
Rey membuat Neneknya itu duduk bersama Bella.
"Ah, Nek, i-ini calon istriku, Bella," celetuk Rey sambil menghampiri Bella dan membelai rambutnya.
Bella sudah tahu dengan drama ini, dan dia pun ikut pada akting yang dibuat oleh Rey.
"Salam kenal, Nek. Saya Bella," kata Bella yang mengulurkan tangannya, namun dibalas pelukan Neneknya erat.
"Terima kasih sudah menerima cucuku. Dia adalah anak yang manja pada Neneknya, tapi dia cukup dewasa dan juga lembut pada wanita sepertimu," kata Neneknya yang membuat Bella tersenyum terpaksa.
'Lembut dari mana, dia saja menganggapku seperti saingan hidupnya,' batin Bella.
"Aaa! Nenek, aku juga mau dipeluk," kata Rey yang mengejutkan dua wanita dihadapannya.
'Aish, selain dia menjengkelkan, dia juga sangat menjijikan beribu-ribu kali lipat,' batinnya kembali.
"Oh, ya, bagaimana jika hari ini kita mengatur acara dan apa saja keperluan untuk pernikahan kalian?" tanya Nenek Rey yang antusias.
"Sepertinya terlalu cepat. Kita bisa bicarakan itu lain kali. Nenek istirahat saja dulu di sini," saran Bella sambil memijat punggung Nenek Rey.
"Ya! Sekarang saja, Nek. Aku tidak mau lama-lama ditunda. Nenek lihat, 'kan? Tadi aku seperti itu dengan dia," kata Rey memperagakan kejadian saat neneknya datang.
"Ehem! Baiklah kalau begitu, kita rencanakan semuanya sekarang," jawab Bella sambil menutup mulut Rey paksa.
"Baiklah. Bagaimana dengan gaun yang ingin kamu pakai? Atau pakai kebaya dengan adat kita?" tanya Nenek Rey yang terus berlanjut, sampai ke acara-acara dan tamu penting.
Waktu pun sudah semakin sore. Nenek Rey sudah dijemput untuk kembali ke Rumah Sakit. Dan rencana pernikahan mereka, sudah di list dengan baik.
Bella dan Rey mengantarkannya sampai dia pergi dengan senyum yang sama-sama lebar.
Setelah itu, senyum Bella dan Rey memudar secepat kilat. Perasaan senang karena drama ini membuat keduanya lelah.
Hah!
Keduanya menghela nafas bersama.
Mereka yang berdampingan, kini terpaksa berhadapan menghadap wajah masing-masing. Matahari pun enggan melihat mereka. Akhirnya, cahaya tertutupi awan. Sama seperti keduanya. Cinta tidak terbuka sedikitpun.
Tidak ada yang saling menatap tajam saat ini. Kedua mata mereka semacam bisa diartikan, bahwa kedepannya mereka akan hidup bersama dengan seseorang yang bahkan tidak saling mencintai.
Rey menarik tangan Bella ke suatu tempat. Bella yang ikut berlari tampak sangat cantik bersamaan rambut yang mengombak. Dan anehnya, Bella merasa tidak perlu menampik tangan Rey.
Lalu Rey berhenti ke sebuah taman luas yang dipenuhi bunga segar dan berwarna cerah. Mata Bella bersinar terang melihat di hadapannya. Dan saat melihat langit kembali biru dengan matahari yang mau menatapnya, Bella merasakan perasaan yang aneh. Dia berdebar namun, menyejukan hati.
"Ini surga!" kata Bella sedikit kencang.
Gadis itu berlari menginjak rumput hijau dengan kepala yang menatap langit.
"Kamu menyukainya?" tanya Rey sambil berteriak. Karena halaman rumahnya begitu luas.
Bella tersenyum. "Aku sangat menyukainya!" jawab Bella dengan rambut yang tersapu angin.
Deg!
Jantung Rey tiba-tiba berdebar seakan meminta untuk memeluk jantung gadis di sana.
Wajah Rey memerah karena terpesona dengan gadis itu. Dan Rey pun tersenyum dengan aura menyejukan. 'Syukurlah jika kita memiliki kesamaan. Aku jadi punya alasan menikmati kesukaan kita bersama nanti. Karena bertengkar denganmu, lelah melebihi apapun,' batinnya.
Dan Bella yang melihat senyuman itu tampak aneh.
"Aku suka dia tersenyum seperti itu saja. Setidaknya, aku sedikit merasa tenang," gumamnya.
"Hah? Bicara apa, sih?" teriak Rey dengan tangan yang membentuk terowongan di sekitar mulutnya.
Bella pun berlari menghampiri Rey dengan senyum yang secerah mentari. Rey juga membalasnya dengan senyum yang sama.
Sampai suara telepon milik Rey berbunyi dengan tanda cinta yang tak sengaja Bella tatap.
"Tunggu sebentar," pinta Rey.
Bella menatap langit kembali. Namun, pikirannya hanya ada tanda cinta pada nama orang yang menghubunginya Rey.
Tidak lama, Rey menghampiri Bella dan duduk di sebelahnya.
"Dia Rahma, kekasihku," celetuk Rey tanpa basa basi.
Pernyataan itu tidak Bella jawab.
"Bagaimana denganmu? Kamu memiliki kekasih?" tanya Rey sambil menatap gadis di sampingnya yang membalas dengan pandangan lurus.
"Dia selingkuh dengan kakakku. Aku memergokinya saat mereka tidur bersama," jawab Bella tanpa basa basi juga.
"Kenapa hidupmu selalu berakhir sad ending?" kata Rey tak menatapnya kembali.
"Aku harap kamu orang terakhir yang ingin menghancurkanku," jawabnya lebih dingin.
Rey menundukan kepalanya, tidak menjawab Bella. Dia pun sadar, menarik gadis yang baru dia kenal ke kehidupannya akan membuat gadis itu remuk.
"Rey, mari menikah tanpa kamu atau aku harus menyakiti orang lain. Aku tidak peduli tentang kamu yang akan menghancurkanku nantinya. Walaupun pernikahan kita kontrak, tapi pernikahan tetaplah pernikahan yang suci. Berjanjilah padaku, Rey. Dan aku akan berjanji untuk tidak menyukai atau memiliki hubungan dengan siapapun, walaupun perasaanku tak akan pernah tumbuh untukmu," ungkapnya.
Setelah mengatakan hal itu, Bella pergi membawa tasnya untuk pergi dari tempat tersebut.
Rey berlari menangkap tangan Bella. "Maksudmu, aku harus memutuskan Rahma?" tanya Rey yang terlihat khawatir.
"Aku akan berusaha mengatakannya pada Nenekmu. Aku akan membuatnya yakin dengan cinta kalian. Tenang saja, ini bukan karena aku iba kepada kalian. Tapi aku sangat tidak ingin menikah denganmu. Aku akan membuatnya paham," jawab Bella sambil mengusap kepala Rey.
"Tapi Nenek tahu bahwa Rahma beberapa kali selingkuh dariku," kata Rey yang membuat Bella menghentikan tangannya.
'Dia tahu kekasihnya selingkuh, tapi masih mencintainya sangat besar,' batinnya.
"Aku mohon, sekeras apapun kamu berusaha, kita tetap akan menikah. Lagian, kalau kamu mengatakan hal itu padanya, penyakit Nenekku akan semakin memburuk. Aku mohon, Bella. Bersedialah," kata Rey yang memegang lutut gadis itu.
"Kalau begitu, mundurkan jadwal pernikahan sejauh mungkin. Aku tidak bisa berpikir jernih saat ini. Aku pamit," kata Bella. Meninggalkan Rey yang sedang duduk di pasrah di atas rumput.
'Bella, aku ingin mencintaimu tapi tidak bisa,' batinnya.