SUARA mesin ketik yang riuh di tengah kesunyian ruangan ini, membuat Bella hidup kembali. Karena walaupun pikirannya sedang penuh soal pekerjaan yang harus dia kerjakan, tiba-tiba bayangan sikap Rey kepadanya kemarin, membuat jari lentik miliknya menekan keras keyboard di hadapannya. Sampai semua orang melihat ke arahnya.
Bella yang sadar akan pandangan semua orang yang malah tidak terlihat marah padanya, membuat dirinya menghentikan aksi tak sengaja itu.
"Ma-maaf," kata Bella kepada mereka.
Nanda mengangguk tanda dia tidak keberatan.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Zahra dengan wajah yang sedikit khawatir.
"Maaf telah membuat keributan, haha," jawab Bella kepada semuanya.
"Tidak apa-apa. Kita semua yang ada di sini pernah tidak sengaja melakukan itu. Dan pasti itu karena kita sedang kesal, 'kan?" tanya Annisa.
Annisa berbicara seperti itu sambil menghampiri Bella.
"Apa kamu sedang menyerahkan dokumen atau semacamnya kepada Bella?" tanya Nanda dengan wajah yang serius menghadap monitor.
"Ti-tidak ada," balas Annisa sambil mingkem mulutnya dan menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu kembali ke tempat dudukmu. Kita tunda rasa penasarannya karena aku sama penasarannya denganmu," perintah Nanda.
Annisa pun langsung membungkukkan kepalanya sambil berjalan menuju meja kerjanya.
"Akan aku ceritakan nanti, ya," kata Bella sambil tersenyum.
"Dia menyeramkan," bisik Annisa kepada Zero. Dan Zero pun mengangguk setuju.
"Aku mendengarnya!" kata Nanda sambil menyelipkan senyuman iritnya itu.
"Sstt!" kata Zahra sambil tersenyum.
Setidaknya, Bella memiliki alasan kenapa harus terus melanjutkan hidup, setelah melihat mereka.
'Aku tidak benar-benar menderita rupanya. Mereka juga alasanku selain Simon,' batinnya sambil menatap tim yang terasa seperti keluarga itu.
"Selamat siang," ucap Pak Andre yang masuk tiba-tiba.
Semuanya terkejut. Karena Pak Andre bilang bahwa cutinya sampai besok. Sungguh wajah yang tak Bella kenal setelah melihat orang baik tersebut. Dia datang dengan rambut dan wajah yang berantakan, walaupun pakaiannya beberapa kali beliau rapikan.
"Selamat datang, Pak Andre," ucap seluruh tim Grade A.
Pak Andre mengangguk dan memberikan simpul senyumnya dengan banyak sisa kesedihan.
Pak Andre pun duduk di meja kerjanya.
Bella menghampiri Pak Andre dengan membawa dokumen. "Pak, ini untuk dokumen yang Bapak butuhkan kemarin. Saya sudah mengurutkannya ulang," kata Bella.
"Baik. Terima kasih, ya, Bella. Saya sudah banyak merepotkanmu. Padahal kamu baru saja selesai dengan proyekmu," jawab Pak Andre sambil menatap Bella bagaikan anaknya.
'Ah, aku merasa ditatap ayah," batinnya sedih.
"Kalau begitu, saya permisi," pamit Bella.
Namun, saat Bella akan membuka pintu untuk pergi ke meja kerjanya lagi, gadis itu memundurkan langkahnya dan berdiri di dekat Pak Andre.
Dengan keberanian yang dia kumpulkan, dia pun berhasil mengatakannya. "Pak, Anda akan baik-baik saja. Saya harap Anda selalu bahagia setelah ini. Kemudian, tolong untuk menjaga kesehatan, seperti yang selalu beliau katakan," ucapnya dengan penuh kasih sayang.
Mendengar Bella berbicara seperti itu, membuat Pak Andre menghentikan tangannya untuk membuka lembaran dokumen yang diberikan Bella barusan.
"Terima kasih, Bella. Saat makan siang nanti, bagaimana jika seluruh tim Grade A makan bersamaku?" tawar Pak Andre.
Bella membelalakan matanya tidak percaya. "Ah, ba-baik, Pak. Akan saya sampaikan kepada yang lain," jawab Bella dengan antusias.
"Ka-kalau begitu, saya permisi," pamitnya dengan perasaan bahagia.
Bukan senang karena akan di traktir. Tapi Bella senang, setidaknya seluruh tim Grade A dapat menghiburnya.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Zero yang terkena virusnya tiba-tiba.
"Semuanya, dengarkan aku sekarang," pinta Bella membuat perkumpulan kecil di mejanya.
"Pak Andre mengajak kita untuk makan siang bersama! Kalian tahu kan ini momen langka? Jadi, mari kita hibur dia sebisa kita," ucapnya yang diangguki semuanya.
"Ah, kenapa dia memaksakan diri untuk masuk kerja lebih awal?" kata Zero sambil melihat Pak Andre dari kejauhan.
"Karena diam di rumah, hanya akan terus membuatnya sedih berlarut," jawab Bella sambil buru-buru menyelesaikan kerjanya.
"Benar juga, ya," jawab Zero dengan raut wajah yang murung.
"Dari pada kamu harus memegang pinggangmu seperti itu, cepat selesaikan pekerjaanmu, Zero," perintah Nanda dengan tatapan menakutkan.
"Ba-baik," jawabnya dengan merinding.
Perlu belasan menit menuju waktu makan siang. Dan akhirnya waktu sudah memukul dengan tepat.
Bella meregangkan tubuhnya. "Akh, saatnya makan siang," ucapnya dengan senang.
Ting!
Pesan masuk dari telepon Bella. 'Ke ruangku. Kita akan makan siang bersama,' begitulah, isi dari pesannya.
Bella dengan senang menolaknya. Dia berpikir, alasan ini akan diterima. Alasan bahwa dia ingin menghibur Direkturnya itu.
"Kita bisa makan bersama, 'kan?" tanya Pak Andre yang menemui mereka semua bagaikan ayahnya.
"Pasti, dong, Pak," balas Zero. Sambil menggandeng.
Mereka makan siang di tempat yang lebih sering di kunjungi para karyawan biasa. Terlebih, tempat ini tampak asing bagi Pak Andre. Karena dia hanya akan makan di restoran bintang lima bersama para Direktur divisi lainnya.
"Kalian makan ke tempat ini?" tanya Pak Andre.
Pak Andre melihat langit-langit dan desain interior yang menarik bagi anak muda. Berbeda dengannya yang sering mengunjungi tempat makan di kantor dengan desain interior yang klasik dan mewah.
"Jika saya membawa istri saya ke tempat ini, dia pasti senang," ucapnya.
"Benar, Pak. Steak di sini lebih enak," balas Zero dengan antusias.
Nanda menendang kaki Zero dari bawah.
"Benarkah? Kalau begitu, pesankan saya steak itu dua," perintahnya.
"Dua? Wah, ternyata Pak Andre makannya banyak, ya. Syukurlah, jika Bapak makam dengan baik," ucapnya.
"Hahaha. Satu lagi untuk istriku," celetuknya yang membuat mereka memandangnya sendu dan cukup terkejut.
'Ibu? Ibu, 'kan?' batin Zero bingung. Namun lagi-lagi, dia ditendang kembali lututnya.
"Aw!" Zero tampak sakit.
"Ah, baik, Pak. Saya akan memesankan dua, ya," timbrung Bella.
Bella menuruti keinginannya walaupun di rasa aneh.
Pak Andre menahan tangan Bella. "Bella, pesankan satu saja," katanya yang dibalas senyum penuh arti gadis itu.
"Baik, Pak," balasnya.
"Maafkan saya. Saya selalu merasa istriku masih ada," katanya sambil menundukan kepalanya.
Nanda mengusap punggung Direktur yang dikenal pekerja keras, dermawan dan jujur itu. Sehingga ketika dia terluka oleh dunia, banyak orang yang ikut merasakan rasa sedihnya.
"Saya paham, Pak. Tidak apa-apa. Pelan-pelan saja," ucap Bella.
Bella jelas pernah mengalaminya. Saat ayahnya meninggal, dia beberapa kali lupa dengan sering memanggilnya untuk mematikan televisi saat tidur. Atau masakan satu porsi untuknya di meja.
Dan tiap Bella sadar, dia selalu berakhir menangis tersedu-sedu. Dia berusaha ikhlas pada saat itu. Namun, dunia seakan mempermainkan otaknya.
Sehingga, saat melihat Pak Andre seperti ini, Bella teringat dirinya dulu. Dia juga selalu berakhir dimarahi Ibu tirinya karena sering membuang-buang makanan tak sengaja. Perlakuan Bella tersebut, sampai memerlukan penanganan medis sampai sekarang. Namun, baru-baru ini, Bella tidak memakan obatnya. Dia hanya ingin membiarkan dirinya seperti ini. Karena obat sungguh memuakkan untuknya.