"Bagaimana perasaan kakek?" tanya Avery ketika ia menemani Weasley meminum ramuan penetral dari Savia.
Weasley sedikit berdehem. "Jauh lebih baik dan ringan," ucapnya.
"Benar, Savia mengatakan bahwa ramuan ini hanya dapat dikonsumsi sedikit demi sedikit agar bekerja sempurna," jelasnya. "Jadi, sekarang apakah kau percaya jika Maltus sahabatmu itu berusaha untuk mencelakaimu?" tanyanya kemudian.
"Kau ingin mendapat pengakuan itu ya, rupanya?" gumam Weasley.
"Tentu saja. Aku tak pernah melihat seorang pria tua yang begitu pemarah dan keras kepala serta tak rasional seperti kakek sebelumnya. Dan jika ini menyangkut takdir antara sorcerer atau beast, sebaiknya menyerah saja. Karena tak ada yang dapat kakek lakukan untuk menentang itu," ucap Avery.
"Masih beruntung putri dan cucumu mendapat pasangan yang begitu mencintainya dan memperlakukannya dengan baik, jadi jangan kau teruskan untuk menjadi pria tua yang menyebalkan lagi dan bertindak tak menyenangkan karena akasan kaum sorcerer dan beast tak dapat bersama, oke?" lanjut Avery. "Terutama ... nanti setelah Mom kembali."
Avery menatap Weasley dengan raut dalam yang sungguh-sungguh. "Kau sungguh ingin melihat Mom lagi, bukan? Kau sungguh merasa bahagia saat mengetahui ia masih hidup, bukan?" ucapnya.
Weasley tak dapat berkata-kata lagi. Walau ia tak menjawab sepatah kata pun, Avery tahu dan yakin bahwa hati kakeknya telah melembut dan luluh dengan segala yang telah terjadi.
"Tentu saja ia merasa bahagia, Sayang," timpal Elena yang kemudian merengkuh bahu Avery yang sedang duduk menghadap ranjang kakeknya. "Orangtua mana yang menginginkan ditinggalkan oleh putri mereka selamanya?"
"Benar, bersabarlah kalian ... aku yakin sebentar lagi Dom akan tiba di tempat Mom dan Dad," janji Avery.
****
Kediaman Maltus ....
"Apa yang kau katakan?!" teriak Maltus pada Piere yang saat itu sedang menghadap padanya untuk melapor.
"Ya, Tuan, kami tak menemukan jejaknya sedikit pun," ungkapnya takut-takut.
"Tapi bagaimana bisa ia menghilang begitu saja?!" protesnya. "Apakah ia meminta sesuatu dari Savia? Apakah kalian benar-benar tak memiliki petunjuk apapun?!" ucapnya lagi.
"Tidak ada, Tuan. Dan kurasa ... Nona Avery mungkin memang belum mengetahui apapun."
"Apa kau bilang? Kau rasa??! Kau rasa katamu?! Jika ia memang belum mengetahui apapun mengapa ia masuk ke dalam kamar Weasley dan bertingkah seolah telah mendapat petunjuk atau apapun itu?!" Maltus melotot menatap Piere dengan amarah yang memuncak.
"Mereka telah mengetahuinya, dasar bod*h!! Mereka telah mengetahui sesuatu! Bahkan beast rendahan itu pun pergi secara diam-diam menuju gunung kristal!" semburnya. Maltus meluapkan segala emosinya pada Piere.
"Gunung Kristal?" tanya Piere.
"Ya! Ia membawa rombongannya untuk pergi ke sana. Beberapa mata-mataku yang mengikuti mereka telah melaporkan hal itu. Entah apa yang mereka rencanakan sebenarnya!"
"Tunggu Tuan ... apakah kau tahu salah satu fungsi Gunung Kristal?" tanya Piere.
Maltus kemudian menatap Piere dengan penuh atensi. Ia tahu ia akan menemukan petunjuk setelah mendengar penjelasan Piere.
"Jelaskan semuanya padaku," ucapnya dengan mata berkilat dan senyum liciknya.
****
"Lalu bagaimana dengan kakekmu? Bagaimana keadaannya sekarang, Sayang?" tanya Dom ketika ia dan Avery saling berteleponan malam itu.
"Ia sudah jauh lebih baik. Kurasa jika ramuan penetral telah bekerja seutuhnya, aku yakin ia akan berangsur pulih," jawab Avery. "Walau begitu, aku masih sedikit tak mengira jika Maltus ternyata mampu berbuat keji pada kakek," lanjutnya.
Leah yang sedang berada di samping Avery turut mendengarkan percakapannya dengan Dom. "Ya, jika melihat wajahnya yang licik seakan aku ingin memukulnya saja. Sayangnya, ia memiliki pertahanan pikiran yang cukup kuat. Jika saja ada celah, aku mungkin bisa sejenak memasuki dan mempengaruhi pikirannya untuk membuatnya mengakui segala perbuatannya. Tapi seperti yang kalian ketahui, kekuatanku sangat terbatas jika menghadapi kaum sorcerer," ucapnya.
"Ya, Leah, tak apa, aku mengerti. Sudah beruntung kita dapat lolos dari incaran Piere dan pengawal yang diutus Maltus hari ini. Kau sudah sangat membantu. Dan jika bukan karena jubah pelindung milikmu yang tak terlihat itu berhasil menyembunyikan kita, mungkin kita sudah tertangkap di rumah Savia," jawab Avery.
"Berhati-hatilah kalian dan selalulah waspada. Aku berjanji kita akan memikirkan masalah Maltus sekembalinya aku dan akan menyelamatkan kakekmu sepenuhnya. Aku yakin semuanya baik-baik saja, Sayang," ucap Dom lagi. "Aku akan mengusahakan untuk kembali secepatnya. Saat ini kami memang sudah berada di Gunung Kristal. Tapi seperti yang kau tahu, kami belum dapat bergerak karena kami sedang menanti bantuan untuk melewati Naga Kristal," ucap Dom.
Avery refleks mengangguk walau Dom tak dapat melihatnya. "Aku mengerti. Apakah Dad akan membawa Warick untuk menyusul kalian seperti yang kau minta, Dom?" tanya Avery.
"Ya, jika perhitunganku tepat, ia akan sampai besok pagi."
"Syukurlah, kuharap semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu menantikan kabar darimu. Jangan ragu untuk bertelepati denganku kapan pun itu."
"Tak perlu khawatir. Kami sedang berjaga di depan pintu masuk gua kristal. Dan ya, untuk saat ini kami masih menjaga jarak dengan Naga Kristal karena seperti yang sudah kau tahu, ia adalah naga sihir yang unik. Ia tak memiliki tuan, jadi belum ada yang mampu mengendalikannya sejauh ini. Kau tentu tak ingin suamimu membeku karena semburan es abadi darinya bukan, Sayang? Maka dari itu aku membutuhkan Warick," jelas Dom dengan sedikit bercanda.
"Kau masih dapat bercanda dalam situasi seperti ini?" Suara samar Jill terdengar jelas dengan nada protesnya.
"Tenanglah, Kawan. Esok Warick akan tiba. Dan ketika ia sampai, kita akan segera bisa melewati gua untuk menemukan kedua mertuaku," balas Dom tenang. "Ternyata kau lebih gugup dan cerewet melebihi istriku sendiri," gumamnya lagi.
"Ooh, cerewet ha? Apa kau menganggapku begitu?" timpal Avery setelah mendengar percakapan Dom dan Jill. Ia sengaja menggoda Dom.
"Ups, rupanya aku telah memilih kata-kata yang salah. Oke, aku akan segera mengakhiri panggilan ini sebelum perang meletus. Selamat beristirahat, Sayang," ucap Dom terburu-buru.
Avery hanya menggeleng dan tertawa geli. "Baiklah, beristirahatlah Sayang, dan mimpikan istri cerewetmu ini, oke?" balasnya.
____****____