Chereads / Beautiful Mate / Chapter 12 - Apa Kau Cemburu?

Chapter 12 - Apa Kau Cemburu?

Dominic mendesak Avery dengan ciuman-ciuman panasnya. Ia menghisap dan menggigiti bibir Avery dengan gemas. Dan saat gadis itu mulai kehabisan napas, Dominic perlahan-lahan mulai melepasakan pagutannya.

Avery terengah-engah dan mengisi kembali pasokan udaranya ketika Dom akhirnya menghentikan ciumannya. Ia membuka matanya perlahan. Kedua tangannya mencengkeram kemeja Dom tanpa ia sadari. "A ... apa yang telah kau lakukan, Dom?!" ucapnya setengah berbisik ketika kesadarannya telah berangsur pulih. Ia bahkan secara natural tak bersikap formal lagi pada Dominic.

"Hanya membayar kembali yang telah kau lakukan padaku semalam, kurasa," balas Dom sambil tersenyum menggoda Avery yang masih belum dapat menguasai keadaan. Dominic mengusap lembut bibir kemerahan lembab milik Avery sebelum ia berkata lagi, "Kau ingin menelanjangiku atau apa?" ucapnya sambil menatap kedua tangan Avery yang sedang mencengkeram kemejanya dan memperlihatkan sedikit dada terbukanya.

Avery sedikit tersentak lalu melepaskan cengkeramannya. "Oh, maaf! O ... oke, aku anggap kita impas! Kau sudah me ... membalasku, jadi jangan seenaknya menyentuhku lagi, oke?!" ucap Avery kemudian. "Itu hanya kesalahan sesaat karena aku sedang tidak menjadi diriku sendiri saat semalam mabuk. Aku harap kau dapat mengerti itu."

Dominic tertawa renyah. "Oh ya? Kurasa kau justru menjadi dirimu sendiri saat kau sedang tak sadarkan diri. Kau menjadi lebih jujur. Entah apa kau menyadarinya atau tidak, tapi ucapan dan kata hatimu sering berbeda, Manis," balas Dom.

"Ja ... jangan seolah kau tahu," gumam Avery sambil sedikit memalingkan wajahnya.

"Percayalah, memang aku yang paling tahu itu," balas Dominic.

Ketukan halus kemudian terdengar dan John masuk sambil membawa kotak obat beserta kompres dingin. "Tuan, silakan," ucap John.

"Bawakan makanan hangat untuk Avery juga, John," ucap Dominic. John mengangguk dan undur diri.

Dengan perlahan, Dominic melepas kedua sepatu Avery. "Apakah ini sangat sakit? Sepertinya persendian tulangmu sedikit bergeser," ucapnya saat melihat pergelangan kaki Avery yang tampak kemerahan. Avery mengangguk tanpa banyak kata.

"Oke, tahanlah sebentar karena aku akan ...."

"Klek!" Dengan serta-merta Dominic memutar dan menyentak lembut kaki Avery yang terkilir. Ia seperti sedang memposisikan tulang kakinya yg tergeser ke posisi semula.

"Aaaaargh!!" erangnya ketika Dom tiba-tiba 'memperbaiki' posisi tulang kakinya dengan tiba-tiba. "Sakit!" protes Avery. "Bisakah kau memberi aba-aba sebelum ... aakkh, ya Tuhan," rintihnya lagi. Ia merebahkan dirinya diatas bantal karena merasakan serangan yang tiba-tiba itu.

"Tak apa, aku tahu yang aku lakukan, percayalah ...," ucap Dominic sambil beringsut mendekati Avery yang masih menahan sakit. Gadis itu sedang menggigit bibirnya karena menahan nyeri.

"Sekarang kakimu sudah tak apa-apa, hanya butuh pemulihan saja," ucap Dominic lembut sambil mengusap sisa air mata Avery yang sebelumnya sempat sedikit keluar. "Bergantilah pakaian yang nyaman sebelum aku mengobati dan membebat kakimu, oke?" ucap Dom.

"Baiklah, aku juga ingin membersihkan diriku karena tadi aku berguling di atas tanah dan ... oh! Benar, aku tadi bertemu dengan seekor serigala besar di dalam hutan sana," terang Avery.

"Benarkah?" tanya Dominic sambil lalu.

"Apakah di sini memang ada serigala sebesar itu?" tanya Avery ingin tahu. "Serigala itu berwarna kecoklatan dengan sedikit perpaduan semburat hitam. Ia sangat besar ... bulunya lebat dan sangat lembut. Ia juga yang telah menolongku."

"Wah, kelihatannya kau begitu terkesan dengan serigala itu? Apa kau tahu apa yang akan terjadi jika serigala itu terlihat oleh penduduk sekitar?" ucap Dominic tiba-tiba berwajah serius. Avery hanya menggeleng tak mengerti.

"Mereka akan membunuhnya," jawab Dominic serius. Avery sedikit terkesiap melihat raut wajah Dom yang menampakkan emosi yang sulit terbaca. Ada jeda sejenak sebelum Dominic meneruskan lagi, "Isabel dan Jessi akan membantumu membersihkan diri."

"Aku tak apa-apa, aku harus ke kantor dan ...,"

"Kau tidak tak apa-apa! Kau hampir mematahkan kakimu dan tak dapat berjalan lagi!" geramnya bersikeras. Ia tampak sedikit kesal dan marah dalam nada ucapan yang keras. Avery mengerjap karena terkejut dengan perubahan Dom.

Dom menghembuskan napasnya dan menatap Avery lagi. "Maafkan aku," ucapnya kemudian dengan raut menyesal. "Mulai hari ini bekerjalah di rumah hingga kau dapat berjalan lagi." Sesungguhnya Dom merasa bersalah karena telah mencelakai Avery ketika dirinya berubah menjadi serigala pagi ini. Ya, serigala yang ditemui Avery adalah dirinya.

Ketukan halus kembali terdengar ketika Isabel muncul di ambang pintu dengan seorang gadis muda yang tampaknya bernama Jessi tadi. "Bantulah Avery, dan setelah ia selesai, aku yang akan mengobati lukanya."

"Baik, Tuan," jawab Isabel dan Jessi sopan. Dominic kemudian keluar begitu saja dari kamar Avery.

"Apa kalian bertengkar?" tanya Isabel kemudian sambil memberi isyarat ada Jessi, pelayan muda yang membawa makanan di dalam nampan yang ia tenteng.

"Apa maksudmu? Mengapa kami harus bertengkar? Ia sudah berwajah masam ketika aku bercerita tentang serigala yang kutemui di sana tadi. Apa ia kesal karena ia pikir aku mengada-ada?" tanya Avery. "Aku tadi memang bertemu seekor serigala di dalam hutan dan berlari darinya. Setelah itu, beginilah yang terjadi padaku. Dan ketakutanku ternyata tak berarti setelah mendapati serigala baik itu menolongku," jawab Avery.

"Aah ... ya, aku mengerti," balas Isabel mengangguk-angguk.

"Jadi kau percaya padaku?" ucap Avery.

Isabel tersenyum dan menjawab, " Tentu saja aku percaya. Ayo, kami akan membantumu, Sayang," ucapnya lagi sambil membimbing Avery.

"Aku akan membantu Nona, perkenalkan aku adalah Jessi, Nona," ucap pelayan wanita muda itu.

"Terima kasih, Jessi," balas Avery.

Setelah membersihkan diri dan menyantap hidangan yang disiapkan oleh Isabel, Avery kemudian mulai berkutat dengan pekerjaannya yang ia kerjakan di atas ranjang. Ia kembali mempersiapkan design-design untuk persiapan musim dingin.

Avery masih sibuk mengerjakan sketsa design-nya di atas sebuah meja kecil yang berada persis di atas pangkuannya. Ia bahkan tak menyadari ketika kemudian Dominic berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Kau sudah selesai?" tanya Dominic yang kemudian masuk ke dalam kamarnya dengan mengenakan kemeja dan celana ringan yang santai.

"Y ... ya, aku sudah selesai. Kukira kau sudah berangkat ke kantor. Apa hari ini kau tak bekerja?" tanya Avery. Ia sedikit terkejut karena tak mendengar langkah kaki Dom.

"Akulah pemilik kantor tersebut, dan kalianlah yang sudah seharusnya bekerja padaku. Lagipula, ketiga kembar akan mengurus semua dan melaporkan padaku jika ada sesuatu di kantor," jelas Dom.

"Ah, ya benar," balas Avery. Ia kemudian mengalihkan tatapannya dari Dom dan kembali berkutat pada sketsanya.

Yap! Ketiga kembar balon air itu. Kukira mereka hanya bisa menghangatkan ranjangmu. Batin Avery mulai berkecamuk. Entah mengapa ia seketika merasa kesal karena itu mengingatkannya akan keadaan dirinya sendiri. Ia merasa seperti telah menjadi salah satu 'wanita koleksi' Dom.

Aah!! Avery Bodoh! Rutuknya lagi dalam hati. Mengapa aku harus menciumnya?! Apakah aku sekarang semakin menjadi tampak seperti wanita koleksinya setelah melakukan itu semalam?! Argh! Sial! Aku tidak suka ini. Ia bahkan sudah menyentuhku dengan mudah karena aku terlalu murahan! Pikirnya lagi dengan kesal.

"Avery," panggil Dom kemudian.

"Hmmm? Ya?" jawab Avery masih sibuk dengan sketsanya. Ia bahkan seketika rasanya tak ingin menatap Dom karena perasaannya sedang campur aduk.

Dom mengulum senyumnya dan mendekati Avery dengan hati-hati. Terutama setelah ia mendengar semua isi hati gadis itu. "Aku akan mulai mengobati kakimu," ucapnya lagi.

"Ya ... terima kasih," jawab Avery sambil mengangguk. Ia kemudian menggeser meja kecil yang ia gunakan untuk menggambar ke sisi samping ranjangnya yang kosong. Setelahnya, ia sendiri sedikit bergeser dan menegakkan tubuhnya untuk bersandar di kepala ranjang agar lebih nyaman.

Tanpa ragu lagi, Dominic naik ke atas ranjang Avery dan duduk menghadap dirinya. Ia hanya menatap Avery yang tampaknya masih enggan bertatapan dengannya. Dom perlahan mengangkat kaki Avery yang terluka dan beringsut mendekat agar dapat menempatkannya ke dalam pangkuannya.

"Apa kau merasa kesal?" tanyanya tiba-tiba. Ia bertanya dengan nada tenang yang halus ketika perlahan menyibak rok terusan Avery untuk dapat mengekspos kakinya yang terluka.

"Mengapa aku harus kesal?" ucap Avery balik bertanya.

"Entahlah, mungkin karena sesuatu yang membuatmu teringat akan hal yang tak kau sukai. Seperti, tentang kembar tiga, mungkin? Karena setelah aku mengungkit mereka, kau tampak sedikit ... hmmm, kesal?" lanjut Dom lagi.

Avery sedikit mengerutkan alisnya, tetapi masih tidak menatap Dom. Ia tak tahu mengapa Dom begitu peka dan tepat menebak jalan pikirannya. "Mengapa aku harus kesal?" ucapnya sambil tersenyum canggung untuk menutupi perasaannya.

"Oh, Avery ... ayolah, jujurlah padaku," ucap Dom. Ia sudah melilitkan kain bebat setelah mengoleskan krim anti bengkak dan peradangan pada kaki Avery.

Kerutan alis Avery semakin dalam. Ia kemudian menghembuskan napasnya dan akhirnya memberanikan diri untuk menatap Dominic. "Baiklah, aku akan berterus terang padamu," ucapnya kemudian.

"Silakan." Dom mengangguk dan menatap Avery dengan atensi yang lebih besar dari sebelumnya. Ia sedikit berbinar menanti apa yang akan Avery ucapkan padanya.

"Mengapa kau menempatkanku di sini, Dom?" tanya Avery tanpa berbasa-basi. "Mengapa kau melakukannya, bahkan ketika kau telah memiliki ketiga kembar itu di sampingmu? Kau membuatku menjadi seorang gadis yang tampak memang seperti koleksi dan mainan barumu, seperti yang dikatakan mereka! Ditambah lagi kau menempatkanku di lantai ini. Mungkin mereka pikir agar setiap malam aku dapat merangkak ke dalam kamarmu dan menemanimu sebagai mainan barumu itu?"

Dom hanya mengangguk-angguk dan menahan senyumnya dalam diam. Ia sedang menikmati ocehan Avery yang sedang ditujukan kepadanya itu.

"Aah, sudahlah ... bisakah aku kembali ke tempatku sebelumnya? Atau tempat tinggal yang lain? Oh ... bahkan sekarang kau membuatku seperti seorang wanita yang suka merajuk!" keluh Avery. Ia memberosotkan dirinya dan meraih sebuah bantal untuk menutup mukanya yang memanas karena malu.

Dom tersenyum puas. Dan tanpa sepengetahuan Avery, ia mengayunkan salah satu tangannya untuk membuat pintu kamar Avery tertutup dengan kekuatan jarak jauh yang dimilikinya. "Apa kau sedang menyesal sekarang setelah mengutarakan semua isi hatimu?" tanya Dom.

Tak ada jawaban dari Avery yang masih menutup mukanya dengan bantal. Dom kembali tersenyum karena ia tahu betul apa yang sedang dirasakan gadis itu. Ia kemudian mulai membelai perlahan betis Avery yang masih berada di pangkuannya.

"Oh please ... jangan lakukan itu," gumam Avery lirih dari dalam bantal. Dan tentu saja Dom dapat mendengar itu dengan baik. Ia bahkan tahu Avery sedang bergetar dibawah sentuhannya.

"Avery ... bukalah wajahmu," ucap Dom kemudian. Ia dengan sadar dan berbinar ketika memutuskan untuk memainkan jemari panasnya lagi dengan 'menjelajah' lebih jauh. Dom mulai menelusuri lutut Avery, berjalan perlahan-lahan membelai paha halus Avery, menelusurinya dengan telapak panasnya hingga hampir mencapai pangkal bagian dalam paha gadis itu.

"Dom ... hentikan." Avery bergetar karena sentuhan nakal Dom. Ia kemudian membuka bantalnya dan dengan wajah merah padam menatap Dom. "Pergilah ... dan berikan jawaban padaku sebelum kau melakukan itu," ucap Avery.

Dom hanya menatap Avery dengan intens dan beringsut mendekatinya hingga ia kemudian memutuskan untuk mengungkungnya seperti semalam. "Apa kau sedang cemburu?" tanyanya dengan berbinar.

____****____