Avery mengerjap. Ia berdebar dengan kedekatan Dom yang seolah menghantarkan panas tubuhnya dari jarak mereka yang hanya terpisah beberapa centimeter saja.
"Siapa? Aku? Mengapa aku harus cemburu oadamu?!" tanya Avery.
"Well, akui saja bahwa ... mungkin kau telah jatuh hati dengan pria tampan yang bermata indah dan berambut halus ini?" goda Dom.
Avery mengerutkan alisnya. "Dan ... mengapa kau? Bagaimana kau bisa mengatakan ... ah, sudahlah ... apa aku meracau seperti itu dalam mabukku?" ucapnya heran. Ia merasa kata-kata yang diucapkan Dominic sedikit familiar ....
"Yah, katakan saja bahwa aku memang mengetahui apa yang kau pikirkan dan isi hatimu sesungguhnya," ucapnya lagi sambil tersenyum menawan.
Avery tertawa. "Oh, please ... apa kau kira aku akan percaya itu? Begini saja Tuan, bagaimana jika sekarang kau turun dari ranjangku agar tidak ada yang akan salah paham dengan posisi kita saat ini." Avery menelan ludahnya karena menyadari lagi posisi Dominic yang masih berada di atasnya.
"Mengapa? Bukankah semua sudah tahu alasanku menempatkanmu di kamar ini? Lagipula ... kau sudah memiliki 'bauku' jadi tak akan ada yang berani mendekatimu."
"Baumu? Apa yang kau bicarakan?" tanya Avery tak mengerti. Avery menghembuskan napasnya lagi. "Dominic ...," panggilnya kemudian.
"Dom, Sayang ... aku suka jika kau memanggilku seperti itu," ralatnya. Dom menatap Avery dengan mata yang mulai menggelap. Ia tak tahan jika tak menyentuh bibirnya. Dom kemudian refleks berbaring di sebelah Avery.
"A ... apa yang kau lakukan?!" Avery membelalak dan menelan ludahnya. Terlebih saat Dom membenamkan kepalanya diantara lekuk lehernya. "D ... Doom, apa yang kau ... aaah, Dom ...." Avery meremang saat Dom mulai menghirupnya dan menciumi lehernya sambil membelai wajahnya.
"Avery Sayang ... mengapa baumu sangat manis, menggoda, dan begitu mmmh ... memabukkan, Sayang," gumam Dom sambil mencumbui Avery. Ia seperti sangat menikmati pelekatan mereka. Dan tanpa sadar, Dom memejamkan matanya untuk menikmati kenikmatan itu. Ia menjamah, meraba tubuh Avery seolah seperti sedang tersihir.
"Dom ... hentikan." Avery sendiri berusaha menggeliat dan membebaskan diri dari sengatan-sengatan gairah yang Dom kirimkan lewat cumbuannya. Ia tak dapat bergerak banyak karena cideranya. Maka dari itu, setiap kali ia bergerak, setiap kali pula Dom seolah semakin ingin membelitnya.
Dom seperti setengah tak sadar ketika ia kemudian melingkarkan lengannya pada pinggang Avery dan menekankan kejantanannya yang tengah mengeras diantara perut gadis itu. Avery membelalak dan mematung.
Hanya sesaat saja Avery membeku. Tapi kemudian, ia mulai terlarut dengan suasana intens yang panas yang segera mengambil alih keduanya. Pergumulan dan gesekan-gesekan batang kokoh Dom, membuat Avery seketika ikut memanas. Ia mendesah kecil ketika Dom kemudian mulai menjamah kedua bukit kembarnya dan menyisipkan jarinya diantara kain berenda halus yang membatasi puncak kecilnya yang telah mengeras sebelumnya.
"Aaaah ... Dom, ja ... jangan membuatku menjadi seperti wanita yang ... aaah, mmmmhh ...," racau Avery mulai ikut menggelap saat Dom kemudian mengalihkan lidah panasnya pada kedua puncak lembutnya yang telah membengkak sempurna. Avery serasa semakin menggila dan menggeliat penuh kenikmatan ketika ia lalu memilin dan memainkan pucuk payudaranya. Cara Dom mengulum puncak putingnya, menghisap, dan menggigiti serta menggetarkannya dengan lidah panasnya, benar-benar membuat Avery serasa melayang.
"Mmmmh ... Dooom, aku bukan ...."
"Kau bukan wanita murahan, Sayang ...," potong Dom setelah ia membaca isi hati gadis itu yang belum sempat diungkapkannya. "Hanya karena kau bergetar dan menggila ketika menikmati ini ...," gumam Dom masih sambil menghisap-hisap puting Avery dengan gemas. "Dan juga ini ...." Kali ini Dom meremas lembut benda bulat kenyal Avery. "Bukan berarti kau murah ... Sayang, karena akupun merasakan hal yang sama ...," bisiknya.
Avery mulai memejamkan matanya dan hanya menikmati serangan-serangan Dom. Entah mengapa, ia semakin berhasrat ketika Dom menenangkannya dengan semua ucapannya tadi.
"Oh, bagaimana ini ... aku menginginkanmu," gumam Dom. Ia kemudian menarik baju terusan Avery dan melepasnya dengan mudah. Avery yang terkejut, sontak menutupi kedua bukit kembarnya dengan tangan lembutnya. Ia merasa malu karena telah terekspos dalam kamar yang terang benderang dan hanya mengenakan celana dalam berendanya saja karena Dom telah 'melucuti' branya sebelumnya.
Dominic sendiri kemudian melepas kemejanya dan menatap Avery dengan 'lapar'. "No ... no ... no ... Sayang, bukalah kedua tanganmu," bisiknya sambil meraih kedua tangan Avery yang sedang menyilang di depan dada berisinya. Avery memalingkan wajahnya karena memanas. Dominic kemudian meraih salah satu tangan Avery dan menempelkannya pada dada bidangnya yang berotot keras.
Detak jantung yang bertalu-talu dapat Avery rasakan dari telapak tangannya. Ia refleks kembali menatap Dom. "Benar, jantungku serasa akan meledak," bisiknya lagi. "Itu semua karena kegilaan yang kau ciptakan. Dan saat aku menyentuhmu, waktu seolah terhenti, dan aku hanya ingin merasakanmu ... memasukimu," ucap Dom dengan suara rendah selembut beledu yang terdengar begitu erotis.
Tubuh Avery memanas, ia tiba-tiba merasakan gelombang gairah yang membuat hasratnya memuncak. Panas suhu tubuh Dom, otot kencangnya, bahkan aroma pria itu membuatnya mabuk. Dan ketika Dom kembali mencumbunya dengan melekatkan kulit panas mereka masing-masing, Avery meremang dan mendesah puas.
Cara Dom menindihnya dan menekan dadanya dengan kulit panasnya, terasa begitu intim. Bahkan ketika Dom melumat bibirnya dan kembali melesakkan lidahnya, Avery menyambutnya dengan terbuka. Ia membalas setiap pagutan Dom dan turut membelitkan lidahnya hingga pertukaran saliva yang begitu erotis terasa sangat manis dirasakannya. Lagi ... Avery menginginkan lagi ... lagi ... lebih dari ini.
Tanpa sadar Avery kemudian menggerakkan pinggulnya dan membuka kedua pahanya di bawah tindihan tubuh Dom. Ia bergoyang seirama ketika Dom menekan keperkasaannya yang tengah mengeras, tepat di intinya diantara kedua paha mulus Avery.
"Aaah ... Dooom," erang Avery saat Dom melepaskan pagutannya dan kembali melahap kedua benda kenyal erotisnya yang membusung dengan indah.
Gesekan dan tekanan-tekanan Dom pada intinya mengirimkan sinyal dan gelombang-gelombang kejut yang menggelitik perut Avery. Walau inti mereka masih terhalang oleh kain, namun Avery dapat dengan jelas merasakan keras dan kokohnya keperkasaan Dom yang tengah berdenyut menekan intinya.
Avery seakan ikut tersentak ketika Dom menyentaknya dengan batang kokohnya dengan sedikit keras. Gelombang kejut dan listrik yang besar seakan telah menyetrumnya hingga membuat dalam perutnya terasa kram dan meleleh dengan cairan hangat yang keluar dari inti panasnya sendiri.
Tunggu ... meleleh? Cairan hangat?! Kram? Avery seketika membuka matanya yang sebelumnya terpejam dan sontak membelalak. "Tu ... tunggu! DOM!" ucapnya panik. Ia mendorong dada Dom.
Bola mata Dom yang berkilat keemasan selama pergumulan panas mereka sontak berubah kembali menjadi cokelat. Seperti tersadar akan sesuatu, Dom kemudian bangkit. Ia sejenak linglung dan menatap Avery dengan raut penuh keterkejutan.
"Datang bulan," lirihnya tertegun. Ia berhasil mendengar kepanikan isi hati Avery. Avery mengangguk dan menggigit bibir bawahnya. Entah bagaimana, tapi pria itu berhasil melontarkan ucapan yang tepat padanya.
"Ya, Dom ... siklus bulananku muncul," lirihnya.
Perut kram dan lelehan cairan panas pada intinya ... jelas itu adalah pertanda baginya. Avery meraih terusannya yang tergeletak di samping ranjangnya dan menutupi dada terbukanya. Sedang Dom sedikit membeku ketika ia mendapati bercak merah pada celana dalam berenda milik Avery dan seprainya. Matanya kembali mengilat keemasan ... ia kemudian terpejam dan seolah sedang mengirup dalam-dalam aroma yang ada di sekitarnya. Ia menghembuskan napasnya setelahnya.
"Pantas saja ... feromonmu menguat. Kau sedang mengalami siklus matang ... setelah ini kau siap untuk ... uuuhk," ucapnya sambil menggeram. Ia lalu memalingkan wajahnya dan menutup hidungnya sejenak. "A ... aku akan keluar," ucapnya kemudian dengan suara serak.
Dom segera meraih kemejanya yang sedang tergeletak di lantai dan segera melesat keluar dari kamar Avery dengan tergesa-gesa sambil membanting pintu kamar gadis itu. Ia meninggalkan Avery yang sedang membeku dan tertegun dengan sikap aneh Dom. Avery seketika begitu shock dan merasa sangat terhina! Wajahnya merah padam.
"Dom ... A ... apa maksudnya itu?!" ucapnya seolah tak percaya.
Ia masih membeku karena Dom meninggalkannya begitu saja dengan tubuh setengah telanjang dan pria itu bahkan memalingkan wajahnya dan menutup hidungnya seolah jijik padanya?! Benarkah?! Benarkah itu yang barusan ia lakukan?! Dada Avery bergemuruh dan ia tercekat. Ia merasa kecewa sekaligus telah dipermalukan! Wajah dan pelupuk matanya memanas.
"Dasar pria BERENGSEK!!!" teriak Avery murka.
____****____