Dominic merebahkan Avery ke atas ranjang gadis itu sendiri. Ia kemudian melepas kedua heelsnya dan menyelimuti Avery.
"Doom ... kau sangat tampan dan ... hangat," gumam Avery tiba-tiba. Dominic menoleh ke arah gadis itu dan duduk di pinggir ranjangnya. Ia tersenyum tipis saat melihat Avery masih memejamkan matanya dan hanya bergumam karena meracau.
"Benar, apa kau baru menyadarinya?" jawab Dom sambil tersenyum. "Beristirahatlah Avery, karena besok pagi kau pasti akan merasa sangat kacau. Kau bahkan belum mengisi perutmu lagi dengan apapun," gumamnya.
Saat Dom hendak beranjak dari sisi ranjang, tiba-tiba Avery menariknya hingga ia kembali terduduk dengan terkejut. Avery sendiri kemudian membuka matanya lagi. Ia mengerjap dan menatap Dom dengan tatapan sayu. "Jangan pergi," ucapnya.
Dom mengerjap dan refleks menegakkan tubuhnya ketika Avery kemudian bangkit dan beringsut mendekatinya. "Avery ... apa yang akan kau ... ukh, oke," ucapnya tertahan karena dengan tiba-tiba Avery sudah menempatkan dirinya ke dalam pangkuannya!
Gadis yang tampak mungil di dalam pelukannya itu tiba-tiba meringkuk dan memeluknya. Ia menekan kepalanya ke atas dada bidangnya dan bergelung seperti layaknya anak kucing kecil. "Hangat ...," gumam Avery.
Dominic tertawa kecil. Ia tanpa sadar merengkuh Avery yang terlihat nyaman dalam pelukannya. "Apakah begitu nyaman?" tanyanya.
Avery mengangguk. "Sangat ... aku sangat menyukainya," balas Avery dengan mendesah kecil. Ia bahkan kemudian melingkarkan lengannya pada leher Dom dan menariknya agar lebih mendekat. "Aku sangat menyukai aromamu," gumamnya sambil melekatkan hidungnya pada lekukan leher Dom seolah ingin menghirup aromanya dalam-dalam.
"Avery ... jangan lakukan itu," ucap Dom. Ia sedikit tercekat dan menahan napasnya. "Apa kau ingin merayuku, sekarang?" gumamnya. Ia merasa tergelitik ketika rambut-rambut halus Avery menyentuh kulit lehernya. "Aku seorang pria, Avery ... aku bisa saja ... mmmh ...."
Belum selesai Dom berucap, Avery sudah menarik wajahnya dan seketika melumat bibirnya! Dom membulatkan matanya ketika bibir halus Avery menyentuh bibirnya. Gadis itu bahkan dengan berani membuka mulutnya sendiri dan menuntut Dom dengan ciuman-ciuman susulan yang semakin panas.
"Oh ... Avery," geram Dom tertahan. Ia merasakan terpaan gelombang panas dan listrik yang seketika membuat tubuhnya memanas. Pria normal manapun pasti akan tergoda dengan wajah memerah dan polos Avery saat ini. Ia sangat cantik, mempesona, sekaligus seksi dengan cara yang menawan.
Dom kemudian menggulingkan Avery dan mengungkung gadis itu di bawah tubuhnya. Matanya menggelap menatap Avery. Ia mengusap lembut pipi kemerahan Avery dengan ibu jarinya. "Jangan memancingku, Avery," gumamnya.
"Cium aku Dom," desah Avery. Ia menatap bibir Dom seolah lapar. "Aku ingin merasakan ini," ucap Avery sambil meraba bibir maskulin Dom.
Dominic mengerang dan menggeram. Tanpa disangkanya, sentuhan kecil dari Avery seketika membangkitkan gairahnya. Ia tak menunggu lagi untuk segera mengabulkan permintaan Avery. Dom kemudian melumat bibir merekah gadis itu yang sudah terbuka.
Dominic memagut bibir Avery. Ia melesakkan lidah panasnya dan menghisapnya sambil menggeram. Lembut, basah, dan manis. Gadis itu sendiri tanpa canggung membalas ciuman Dom yang semakin liar. Mereka berpagutan dan saling mendesah. Untuk beberapa saat Dom seakan ikut mabuk dan lupa dengan keadaan sekitarnya, karena ia begitu menikmati ciuman intesnya dengan Avery. Mereka berciuman dengan intens dan panas sampai kehabisan napas.
"Aaah ... Dom," desah Avery ketika pria itu akhirnya melepaskan ciumannya dan mulai menelusuri lehernya. Ia menciumi Avery dan menggelitik kulit lehernya dengan lidah panasnya. "Geli ...," erang Avery sambil tertawa kecil saat Dom memainkan lidahnya.
Avery mencengkeram rambut Dom yang sedang mencumbunya. Ia meracau dan tersenyum puas. "Aku menyukai rambut lembutmu, aku menyukai ciumanmu Dom. Aku sangat ingin memelukmu dan ... hmmmm ...."
Hening. Avery yang sebelumnya mencengkeram rambut Dom, kini sudah melepaskannya dan mulai bernapas dengan teratur. Dom seketika ikut menghentikan aksinya ketika dada gadis itu mulai naik-turun dengan beraturan. Ia sedikit terkejut ketika mendengar dengkuran halus dari napas Avery. Demi apapun juga, Dominic dibuat terkejut lagi karena Avery ternyata sudah TERTIDUR!
Dominic tertawa kecil seolah tak percaya. Ia menggeleng takjub menatap Avery. Bisa-bisanya gadis itu tertidur pulas saat ia sedang mencumbunya!
"Oh, yang benar saja Avery ...," desah Dom. Ia kemudian bangkit dan beranjak dari tubuh Avery yang sebelumnya tanpa sadar sudah ia tindih separuhnya. "Bisa-bisanya kau ...," ucapnya sambil tersenyum tertahan. "Kau tadi yang memancingku, sekarang malah meninggalkanku tidur, gadis nakal ...." Dominic mengusap lembut bibir kemerahan Avery yang sedikit membengkak akibat ciumannya tadi.
"Baiklah, selamat beristirahat, Avery," bisiknya kemudian. Ia kembali meraih selimut dan menyelimuti Avery sebelum akhirnya meninggalkan kamar gadis yang sedang terlelap itu.
****
Esoknya ....
Avery mengerjap dan mengerang kecil saat membuka matanya. Kepalanya terasa berat dan kacau. Dengan rambut berantakannya, ia kemudian menuruni ranjangnya. Ia sedikit menggeleng dan beranjak menuju ke kamar mandinya.
Avery membasuh wajahnya dan menyikat giginya. Ia merasa kacau dan tak ingat apapun. Ia kemudian mengganti bajunya dengan kaus, jaket dan celana larinya, karena ingin berlari di pagi hari ini untuk menyegarkan tubuhnya.
Setelah mengikat rambutnya menjadi ikatan ekor kuda, Avery bergegas turun. Ketika sampai di lantai bawah, ia sudah disambut oleh John yang kemudian menghampirinya dengan sigap sambil menyodorkan segelas teh lemon yang hangat untuknya.
"Silakan, Nona, Tuan berpesan untuk memberikan ini setelah Anda bangun. Ini dapat meredakan pusing Anda semalam," ucapnya.
"Terima kasih, John. Apakah aku memang begitu mabuk? Aku sungguh tak dapat mengingatnya," ucap Avery sedikit bingung. Tapi akhirnya ia meneguk juga cairan hangat itu.
"Anda akan berlari?" tanya John kemudian.
"Benar," jawab Avery.
"Jangan terlalu masuk ke dalam hutan, Nona. Lebih baik Anda berlari di sepanjang danau saja. Walau mungkin tak terlihat begitu lebat, sebenarnya hutan itu cukup menyesatkan bagi siapa saja yang tak terbiasa dengan medannya."
"Benarkah? Baiklah, aku akan mengingat itu. Aku hanya ingin menyegarkan tubuhku saja. Aku tak akan berlari jauh. Terima kasih, John," balas Avery. John hanya mengangguk. Setelahnya, Avery kemudian keluar dari mansion.
Udara pagi yang begitu menyegarkan membuat Avery merasa bersemangat. Ia sangat menyukai suasana pagi di sekitar mansion. Walau baru pertama kali ini ia benar-benar menelusuri area sekitar mansion, ia sudah merasa jatuh cinta dengan pemandangan yang mengelilinginya.
Avery berlari menyusuri sungai kecil yang bermuara pada danau di sekitar mansion. Terlihat jelas baginya perbatasan antara hutan dan area mansion. Avery tahu, bahkan area hutan itu pun adalah lahan pribadi milik Dominic. Ia tak heran jika lahan tersebut masih alami dan mungkin belum terurus karena terlalu luas area tanah yang dimilikinya.
Avery sesekali menikmati pemandangan alam yang masih asri dengan sejenak berhenti di sana. Ia mengamati begitu banyak semak bunga dan pohon yang tampak indah. Sepanjang perbatasan hutan, dihiasi oleh banyaknya pohon-pohon maple yang daunnya telah berubah memerah dan menguning. Hanya pemandangan khas musim gugur, tapi entah mengapa tampak berkilauan ketika cahaya matahari menyorotnya.
Avery sejenak tersenyum saat menatap deretan semak Forsythia kuning. "Sungguh cantik," gumamnya. Ia juga melihat apel liar yang mulai memerah. Di sekitarnya juga terlihat masih banyak tanaman aster mungil putih yang turut menghiasi sekitar jalan setapak.
"Sungguh hangat," gumamnya lagi. Ia menengadah untuk menerima sorotan sinar matahari. Ia tahu suhu sudah mulai dingin mendekati akhir musim gugur. Walau begitu, ia masih dapat merasakan hangat matahari yang seolah sedang menembus kulit polosnya untuk menghangatkannya dari luar.
Tunggu! Batin Avery kemudian. Ia kini membuka matanya yang sempat terpejam menikmati matahari. Ia mengerjap karena tiba-tiba teringat akan sesuatu.
Hangat ... ya, cahaya matahari yang hangat mengingatkannya akan 'kehangatan' lain yang sepertinya ia rasakan semalam. Kehangatan intens yang ... melenakan ... lembut ... sekaligus menggairahkan. Kehangatan yang ia rasakan semalam adalah kehangatan yang begitu ... mendebarkan.
"OH, YA TUHAN!!" Avery terkesiap. Ia membelalak dan menutup mulutnya dengan refleks ketika kelebatan bayangan-bayangan kejadian semalam mulai menari-nari di dalam ingatannya. Bayangan-bayangan ketika dirinya mabuk, meracau, bahkan ketika Dominic membawanya ke dalam kamarnya dan mereka BERCIUMAN! Ya, berciuman dengan liar dan panas. Dan Avery ingat betul siapa yang memulai ciuman itu. Itu adalah DIRINYA!
"Oh, sial!! Apa yang telah kulakukan!!?" erangnya seketika dengan frustasi. Wajahnya memanas saat ia teringat lagi perbuatannya semalam!
"Avery kau wanita yang mengerikan! Bagaimana kau bisa menciumnya disaat kau mabuk?!!" bisiknya ngeri pada dirinya sendiri. "Uurgh apa yang harus kulakukan jika bertemu dengannya!" erangnya kesal sambil mengentak-entakkan kakinya.
Avery kemudian berjongkok dan menutup mukanya dengan frustasi. Ia seolah ingin menangis dan bersembunyi di dalam lubang saat itu juga. Ia benar-benar malu terhadap dirinya sendiri! "Avery kau bodoh! Bodoh! Bodoh! Bodoh!" rutuknya pada diri sendiri.
"KRAAK!!"
Tiba-tiba, bunyi ranting patah dan disusul oleh berdebum yang cukup keras membuat Avery terperanjat. Ia refleks menatap was-was ke arah area hutan. Jantungnya mulai berdegup kencang. Ia tahu ia sedang berada di lahan pribadi, tetapi itu tidak semata-mata membuat lahan itu aman. Bagaimana hewan buas atau bahkan penyusup jahat berkemungkinan besar masih bisa saja berkeliaran di sana, bukan?
"Si ... siapa di sana?!" ucapnya bergetar. Ia perlahan mulai bangkit. Matanya membelalak ngeri dan darahnya seolah berdesir kencang menuju ke kepalanya saat ia melihat sesuatu di sana.
"Oh, ya Tuhan!" pekiknya tertahan.
____****____