Serra penasaran dengan ucapan Gino di telepon tadi. Apa maksudnya kalau dia akan segera bertindak untuk mewujudkan misi kerja sama mereka? Kenapa kedengarannya sangat terburu-buru, seakan memang akan dia eksekusi sekarang?
'Dia bahkan menyuruhku untuk menunggu kabar. Maksudnya sekarang atau aku harus menunggu?'
Di dalam bingung Serra tetap bersiap-siap untuk tidur. Namun ketika baru saja berbaring, secara tiba-tiba ponselnya berdering. Membuat wanita itu langsung bangun dan memeriksanya. Ternyata benar dari Gino yang mengirimi pesan kepadanya.
[Gino: Foto-foto terbaru yang diambil beberapa menit yang lalu. Gunakan sebaik-baiknya, jangan sampai semberono dan berantakan.
Sentak Serra langsung terbangun dari posisinya. Dia melotot melihat layar ponsel, di mana menunjukkan sosok Gino dan Luna yang berjalan beriringan di lobi apartemen. Lantas memasuki salah satu unit yang dia yakini adalah tempat tinggal Gino.
"A-Apa-apaan dia? Gila, apa yang terjadi?"
Serra yang tak sabaran akhirnya memutuskan untuk menghubungi pria itu. Agak sedikit lama menunggu, namun akhirnya diangkat di detik-detik akhir.
'Tch, ada apa lagi sih? Sudah semalam ini? Aku mau tidur,' omel Gino di line seberang.
"I-Ini apa-apaan? Ini benar-benar barusan? Luna ikut denganmu ke apartemen, begitu?" tanya Serra masih tak percaya.
'Apa semuanya harus dijelaskan? Biasanya kamu tidak selelet ini, Serra—'
"T-Tapi b-bagaimana mungkin? Bagaimana caranya? Bukankah sebelumnya kalian biasa-biasa saja? Luna masih belum menerima ucapan cintamu dan hanya menganggapmu sebagai teman, kan? Lalu kenapa dia ikut ke apartemenmu semalam ini lagi?" Perubahan ekspresi Serra tampak kembali dramatis. Seakan pria itu ada di depannya. "Atau… jangan bilang… kamu menjebaknya?"
'Hm. Kamu pikir Luna akan mau ikut pulang ke apartemenku dengan suka rela? Kan kamu tahu, baik itu Luna atau Rafael sama saja? Mereka sama-sama sulit untuk didekati dan sok setia, walaupun hubungan cinta mereka sudah nggak ada harapan.'
"T-Tapi… t-tapi bagaimana caranya?" tanya Serra tak mengerti.
'Aduh. Kita bicarakan itu nanti saja, di saat kita bertemu. Ini benar-benar sudah larut dan aku harus bangun pagi besok demi memikat Luna. Agar dia semakin jatuh di dalam jebakanku.' Gino menyahut dengan setengah hati. 'Yang jelas… itulah kondisiku dan Luna saat ini. Aku tengah melakukan misi yang kamu sebutkan tadi. Kamu bilang Bu Bertha juga terlibat di dalam semua ini, bukan? Manfaatkan itu juga untuk memperlancar segalanya. Kirimkan segera kepadanya, tapi jangan katakan dulu keterlibatanku. Lalu desak dia memanfaatkannya untuk Rafael juga agar misi kita clear secepatnya.'
Serra menghela napas berat. Lalu menganggukkan kepalanya. "Oke. Aku mengerti. Aku juga sudah memikirkan rencana untuk ini."
'Bagus. Ingat, lakukan dengan hati-hati. Kamu juga harus bisa melindungi kamuflaseku, terutama dari Bu Bertha. Manfaatkan beliau sebaik-baiknya, tapi jangan rusak rencanaku. Mengerti?'
"Tch, aku juga bukan amatiran Gino. Kamu kan juga sudah melihat kerjaku saat kita bersekutu sebelumnya. Tenang saja." Serra mendesah malas. "Yang jelas kamu juga hati-hati. Ingat, Luna itu adalah target posisi utamanya. Jadi jernihkan pikiranmu, jangan sampai perasaanmu padanya nanti malah mengaburkan segalanya."
'Kamu juga harus melakukan hal yang sama pada Rafael. Jangan khawatirkan aku, karena aku sudah berpengalaman di dalam hal ini.'
Pembicaraan itu akhirnya terputus. Namun Serra dengan cepat mengecek foto itu lagi. Dia tak mengerti apa yang terjadi serta bagaimana bisa Gino melakukan semua ini, namun yang pasti dia akan memanfaatkannya dengan sepenuhnya.
Perempuan itu dengan cepat melakukan langkah rencana selanjutnya. Dia mengirimkan foto tersebut kepada sekutu ketiga mereka di dalam rencana ini.
Bertha.
[Serra: Inilah yang dilihat anak buahku saat mengikuti Luna hari ini, Tante. Sepertinya hubungan Gino dan Cinta benar-benar semakin dekat. Luna terlihat mengunjungi apartemen Gino malam ini. Entah dia memang sering berkunjung ke sana atau malah mereka sudah tinggal bersama, namun yang jelas sepertinya status mereka sudah lebih dari sekadar teman.]
Seringaian terihat di wajah Serra setelah mengirimnya. Dia merasa kalau jalan di depannya kini begitu mulus. Dia yakin pasti bisa mendapatkan Rafael lagi dengan cara-cara ini. Dengan dampingan handal dari sang pengkhianat sejati, Gino.
***
Rafael melihatnya.
Saat itu gelap dan dingin, di mana embun bahkan sudah turun karena dia pulang di dini hari. Dia memang harus lembur karena ada beberapa pekerjaan penting yang harus dia kerjakan di Raftech, sehingga mengorbankan jam istirahatnya. Sehingga tak heran tubuh dan matanya terasa begitu berat saat ini.
Omong-omong jalanan sudah lumayan sepi. Memang katanya Ibu Kota Jakarta tidak pernah tidur, namun ada beberapa bagian jalanan yang lengang tanpa ada siapapun di sana. Itu jugalah yang membuat Rafael tergoda untuk semakin mempercepat laju kendaraannya ini. Berlari dengan mulus di jalanan itu menuju kediamannya.
"Lelah sekali."
Namun tiba-tiba kala dia melewati jalanan dengan susunan fly over. Saat laju kendaraannya cukup kencang, tiba-tiba sesuatu yang aneh terjadi. Dia menangkap sebuah cahaya berwarna hijau yang entah datang dari mana, tepat mengusik matanya yang berusaha fokus ke jalanan. Membuatnya hilang fokus seketika.
Hilang fokus singkat dengan laju secepat itu tentu saja menyebabkan kekacauan singkat di otaknya. Hal itu membuat dia sedikit hilang kendali, lengah, sehingga membuatnya juga tak bisa mengendalikan laju kendaraan sepenuhnya.
Hingga terakhir yang dia lihat adalah mobil ini melaju dengan kencang. Menerjang pembatas jalan, sebelum kemudian mobilnya melayang ke udara.
Selanjutnya Rafael tak mengingat apapun lagi.
***
'Benar. Itulah yang terjadi di malam itu. Aku tabrakan bukan sepenuhnya karena lengah atau mengantuk, namun ada sejenis gangguan random berupa cahaya yang menyilaukan mataku. Tapi cahaya apa? Di titik mana? Kenapa aku tak mengingatnya sama sekali?'
Rafael terus kepikiran tentang mimpinya itu di keesokan paginya. Pria itu mendapatkan ingatan itu melalui mimpinya tadi malam, sehingga sekarang dia tak bisa melupakannya. Dia baru mengingat hal yang mengganjal itu karena fokus dengan hal lain setelah ingatannya kembali beberapa bulan ke belakang.
'Aku harus mencari tahu semua itu. Cahaya itu rasanya tak wajar, seperti memang sengaja untuk mengusik konsentrasiku? Seperti memang sengaja untuk membuatku celaka?'
Ia memikirkan hal itu saat menyusuri lokasi kejadian di pagi hari ini. Dia bahkan meminta sopir yang membawanya untuk mengendarai mobil dengan perlahan, sehingga dia bisa mengumpulkan seutuhnya bagian-bagian ingatannya yang belum lengkap. Karena kalau memang semua yang dilihatnya semalam, maka… bukankan berarti itu bukan murni kecelakaan yang terjadi akibat kecerobohannya? Seseorang mungkin telah berusaha membuat plot-plot tertentu untuk membunuhnya?
Jadi dia merasa tak bisa mengabaikan ini. Dia harus mencari tahu apa yang terjadi di balik kecelakaannya waktu itu. Serta kalau memang ini adalah ulah seseorang, dia harus segera menemukan dalangnya. Dia harus menangkap manusia gila semacam apa yang berani-beraninya bermain-main dengan hidup seseorang seberharga dirinya.
***