"Lalu apa? Kamu mau pindah apartemen? Aku tahu kamu punya uangnya, tapi… bukankah kontrakan itu pun juga baru kamar bayar sewaanya dua bulanan ini untuk enam bulan? Kamu akan rugi sih, sebab pengurus kontrakan nggak bakal mau mengembalikan uangnya. Sementara tinggal di hotel juga nggak akan nyaman, selain mahal tentunya. Sehingga satu-satunya tempat menurutku adalah di sini, karena kamu nggak mungkin tinggal bersama Mia yang sekarang sudah menikah."
Semua hal yang dikemukakan oleh Gino terdengar sangat tepat sasaran mengenai rencana hidupnya ke depan setelah semua teror semalam.
Poin pertama, selama pelaku belum tertangkap maka dia akan terus diganggu ke manapun dia pergi. Sehingga dia harus memilih tempat yang sangat aman dulu atau setidaknya ditemani oleh seseorang yang melindunginya.
Poin kedua, dia tak bisa pulang ke rumah keluarganya demi melindungi mereka agar tak ikut terseret di dalam permasalahan ini. Dia juga tak ingin membuat mereka khawatir atau bahkan membuat mereka terlibat bahaya.
Sementara poin ketiga, yang dibutuhkan juga hanya tempat pindah yang aman sementara. Sampai kasus ini terbongkar dan si pelaku tertangkap. Apalagi karena dia juga sudah mengeluarkan uang sewa kontrakan untuk beberapa bulan ke depan, sehingga dia tidak bisa memutuskan pindah sekarang kalau tidak mau rugi.
Terakhir, dia memang punya cukup banyak teman tapi dia tak yakin akan melibatkan mereka. Lagi-lagi itu hanya akan mendatangkan bahaya. Kalaupun cerita pada Mia juga dia tak mungkin menyeret sahabatnya itu ke dalam masalahnya, apalagi Mia telah menikah dan tengah hamil. Sehingga memang satu-satunya hal teraman yang bisa dia harapkan sekarang ada pria di depannya ini.
Tapi bagaimana mungkin dia akan melakukan hal itu? Bagaimana mungkin dia akan tinggal dengan Gino? Selain akan bertentangan dengan norma dan berisiko, lagi-lagi Luna tak mau memberikan harapan kosong kepada pria itu. Dia tak mau terkesan memanfaatkan orang yang menaruh hati terhadapnya. Ini membingungkan dan menyebalkan di saat bersamaan.
"Kenapa kamu diam? Apa kamu sedang memikirkannya?"
Teguran dari Gino membuatnya kembali tersadar.
"H-Huh. Tidak. Aku berterima kasih pada tawaranmu itu, Gino. Tapi aku rasa aku tak bisa melakukannya. Bagaimana bisa kita tinggal bersama?"
"Selama kamu setuju dan aku tidak keberatan, lalu apa masalahnya? Sudah kukatakan bukan, di tempat ini orang-orang hidup sendiri tanpa ikut campur dengan permasalahan orang lain. Jadi mereka tidak akan masalah kita sudah menikah atau belum – kalau itu yang kamu takutkan. Selain itu… solusi lain sepertinya tidak ada lagi, Luna. Kamu kan juga tahu. Kamu hanya akan aman bila selalu ditemani olehku saja, karena aku akan melidungi kamu."
Gino jeda sejenak. Matanya menatap Luna dengan bersungguh-sungguh.
"Tentunya kalau kamu percaya padaku. Kamu percaya kalau aku tidak akan berbuat macam-macam. Karena seperti bagaimana ada dua kamar di apartemen ini, aku akan menghormati privasi kamu kok. Aku nggak akan mengganggu, apalagi berbuat kurang ajar terhadap kamu."
Walau sebenarnya Gino selalu tergoda. Seperti bagaimana semalam, sebenarnya pria itu gatal ingin mendatangi Luna ke kamarnya. Karena Luna terlihat sangat rapuh dan syok atas apa yang terjadi, sehingga Gino ingin memeluk dan menenangkannya. Serta tentu saja menghiburnya dengan memberikan kehangatan-kehangatan yang nakal. Sekarang pun juga… saat melihat Luna yang kebingungan begini, ada semacam bisikan jahat di kepalanya untuk memanfaatkan keadaan. Untuk berbuat jahat kepada wanita yang sudah lemah karena taktik liciknya ini.
Namun tentu saja Gino menahannya.
Seperti sebelum-sebelumnya, pria itu mencoba untuk menyembunyikan sisi gelap di dalam dirinya dan selalu menunjukkan sikap sok malaikatnya di depan Luna. Karena dari awal targetnya bukan hanya mendapatkan Luna untuk waktu semalam saja, namun dia ingin mendapatkannya seutuhnya sampai bahkan mungkin jadi pendamping hidupnya. Sehingga setelah bertahun-tahun menunggu, Gino selalu mengingatkan dirinya agar tidak kehilangan segalanya hanya dalam rayuan singkat semata. Karena itu bisa membuat segala usahanya menjadi sia-sia.
"Luna, aku mengerti kecemasan kamu kok." Gino berusaha lagi. "Di balik semua itu, kamu pasti juga berpikir untuk tidak memanfaatkan hal ini, bukan? Kamu nggak mau terkesan hanya memanfaatkan perasaanku pada kamu. Tapi nggak ada yang berpikir begitu, Luna. Aku bahkan juga tidak akan mau berpikir ke sana. Karena kini yang terpenting adalah keamanan kamu dulu. Agar hal semalam tidak lagi terjadi, lalu kita saling berpikiran jernih untuk menangkap pelakunya, bukan?"
Luna melirik Gino lagi. Di sana pria itu tahu kalau sang wanita sudah goyah hatinya. Dia mungkin sadar karena memang pilihannya tidak banyak, karena memang itulah cara Gino untuk mengaraknya menuju jebakan.
"Pokoknya kita langsung selesaikan hal ini. Kita bisa lapor polisi. Lantas sambil menunggu prosesnya, kamu hanya perlu tinggal di sini bersamaku. Dengan begitu kupastikan kalau semuanya aman. Aku akan melindungi kamu, sehingga nggak ada siapapun juga yang mendekat. Sehingga kamu bisa hidup dengan nyaman dan santai juga – seperti biasanya. Tidak terlalu termakan dengan teror ini, karena memang itulah yang dia inginkan."
Luna akhirnya merasa termakan. Dia semakin masuk ke dalam jebakan. Dia berpikir kalau memang tidak ada lagi jalan lain baginya selain hal-hal itu.
"Apa benar nggak papa? Aku takut merepotkan—"
"Nggak merepotkan kok. Sungguh. Sampai kapan kamu mengerti kalau membantu kamu juga demi ketenangan bagi diriku. Aku bukannya repot, tapi malah bahagia." Gino jeda sejenak untuk bertanya, "Tapi tentu saja… asal kamu percaya padaku kalau aku tidak akan berbuat macam-macam sama kamu. Aku benar-benar akan menjaga kamu. Itu dulu yang penting. Kamu… percaya padaku, kan?"
Rasanya ingin tertawa lebar karena gadis itu tak menunda waktu sedikit pun untuk menganggukkan kepalanya. Pertanda kalau memang dia tak curiga sama sekali pada Gino. Kalau memang kepercayaannya sebesar itu, setelah mengenal Gino selama lima belas tahun lebih.
"Bagus. Berarti nggak ada masalah. Kita selesaikan ini bersama-sama. Sebaiknya hari ini kita tidak usah masuk ke kafe, biarkan Mia menghandle segalanya dulu khusus hari ini. Sementara kita sebaiknya membicarakan apa rencana kita selanjutnya. Apa yang ingin kamu lakukan untuk menangkap orang ini, lalu menjebloskannya ke penjara sehingga akhirnya kehidupan kamu juga normal. Oh ya, kita bisa mulai bawa pakaian atau apapun barang-barang penting yang perlu kamu bawa selama menginap di sini juga."
Luna mengangguki setiap ucapan dari Gino, karena memang itulah yang harus dia lakukan kalau memang setuju dengan usulan Gino. Walaupun sebenarnya hatinya masih saja ragu untuk melakukan semua ini. Dia tak yakin bisa nyaman tetap tinggal bersama pria itu di sini.
Tapi mau bagaimana lagi?
Gino sudah menguraikannya dengan jelas tadi kalau memang tak ada tempat lain lagi untuknya saat ini. Dia hanya perlu mengurus semua permasalahan ini sampai selesai sehingga orang itu tertangkap, sebelum pada akhirnya menemukan kehidupannya yang tenang dan normal kembali.
***