Chereads / DIVE INTO YOU / Chapter 7 - KURANG?

Chapter 7 - KURANG?

7/6/22

Happy Reading

***

"Tuan?!" Laya menghentakkan satu kakinya dengan kesal. Tuannya itu sudah berhasil membuat rasa sabarnya menguap.

"Heuh?" Jarvis mengangkat satu alisnya. "Kau berteriak padaku?"

"Ehhh?! A-anu …"

Oke, tenang, La. Tenang! Kau harus sabar, ok!

"Maaf, bos. Saya sudah kelewat batas," ucap Laya dengan perasaan nano-nano. 

"Mmm, tidak masalah." Jarvia mengangguk kecil. "Uang 350 juta itu untuk apa?" tanyanya mencoba bersikap biasa saja. 

Jujur, sejak pertama kali melihat gadis ini di lift tadi— ia sudah berusaha sekeras mungkin menyembunyikan tawanya karena baru kali ini ia bertemu dengan seseorang yang begitu beraninya menghalangi jalannya.

Sejak tadi pun, sebenarnya Jarvis sedang berusaha menahan tawanya saat mendengar teriakan gadis manis itu yang sepertinya sudah sangat kesal padanya.

Oke, sabar, La …

Sebelum mengutarakan tujuannya meminjam uang, Laya menarik napasnya panjang-panjang. 

Setelah tenang …

"Saya membutuhkan uang itu untuk ... em, untuk … anu, itu, boss ...."

Hish! Laya mendesis, kenapa aku jadi gugup seperti ini, sih! Dimana keberanianmu dalam menghadapi banyak orang, La!

"Untuk?" 

"Biaya rumah sakit, bos." Laya menelan ludahnya dengan kasar. "I-iya, uang itu untuk biaya operasi—"

"Ooohh ...." Jarvis dengan cepat memotong ucapan Laya. 

Ooh? Apa?

Eh?! Laya memegang dadanya yang tiba-tiba saja berdebar kencang salah tingkah. 

Di wajah Jarvis ....

Laya bisa melihat dengan jelas kombinasi yang sangat menyebalkan sekaligus menggemaskan antara tatapan mata bulat berkacamata dalam mode mengintimidasi dengan senyum smirk yang memiliki banyak arti. 

Tarik napas, buang!

Oke.

Hal itu cukup membuat Laya ketar-ketir tertampar pesona seorang Jarvis Isamu. 

Menggemaskan!

Ohh, jadi ini ... maksud dari, jika Tuannya itu adalah pria paling tampan di negara ini.

Tidak salah sih!

Jarvis Isamu memang pria yang sangat tampan.

Ehh ... tidak!

Yang paling tampan tetap Vihan Mahendra. 

Tidak ada yang lain!

"Hey ... kau masih bersama saya, nona?"

Hah?

"Masih, Tuan!" Walau beberapa detik sempat oleng dengan ketampanan Jarvis, tapi tetap saja Laya masih bisa menjawab pertanyaan Jarvis dengan cepat.

Jarvis melipat bibirnya dengan kuat. 

Tidak boleh tertawa! Tidak boleh! 

Huh ... hah!

"Oke!" Jarvis tersenyum penuh makna. "Dimana kau mau melakukan operasinya?"

Dahi Laya mengernyit dalam, perasaan ia belum mengatakan apapun tentang keadaan Vihan, tapi, kok Jarvis sudah tahu, iya?

"Di Fransisco Isamu."

"Heuh?" Kali ini Jarvis terkejut.

"Ke-kenapa?"

"Tidak ada apa-apa." Jarvis menggeleng heran. "Memangnya rumah sakit itu menyediakan untuk operasi plastik, ya?

"Hah? Apa?!" Lagi-lagi Laya berteriak kaget. "O-operasi plastik?! Ma-maksudnya?"

Jarvis melepas kacamata minusnya. Memutar kursi putarnya untuk menghadap lurus ke ... siapa tadi nama gadis ini?

Ah, iya?! Pantas saja, seperti ada yang kurang. "Ternyata gadis ini belum  memberitahukan namanya padaku."

Oke, tidak masalah.

Alih-alih menjawab pertanyaan gadis itu, ia jadi memperhatikan penampilan gadis manis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

Lho?

Dahi Jarvis mengernyit dalam. Itu pakaian dinas dari divisi apa? Kok, warnanya biru tua seperti itu? Mana gelap lagi. 

Yang Jarvis tahu, divisi mana pun yang bekerja dalam naungan perusahaan Isamu Grup tidak ada yang memakai pakaian dinas berwarna biru tua seperti itu.  

"Apa pekerjaanmu?" tanya Jarvis penasaran.

Laya menggigit bibirnya dengan gemas. Ingin rasanya ia menggigit pipi bossnya itu. Perasaan tadi sudah diberi tahu, apa perlu pakai toa!

"Office Girl, di lantai lima, bagian divisi desain, tuan."

"Ohh." Jarvis hanya ber-oh ria. Ternyata ini pakaian dinas office girl. 

Ah, warnanya tidak bagus. 

Terlalu gelap dan ... iya, warna seperti ini tidak cocok dengan warna kulit gadis itu yang terlihat, eum ... sangat eksotis.

"Ohh?!" Laya mulai gregetan dengan situasi ini. "BOS?!"

"Yaa?"

"Hish, lalu?" Jujur, Laya ingin memajukan langkahnya dan berbicara to the point— pada intinya— dengan Tuannya ini. Tapi jujur lagi, ia tidak berani melakukan hal itu.

"Gaji?"

"Heuh? Malah tanya gaji? Bukankah Tuan yang menggajiku?" Laya ingin mengatakan itu. Tapi lagi-lagi ia harus menahan diri.

"Tiga juta perbulan. Uang makan dan transportasi 150 ribu-perhari," jawab Laya penuh kemantapan dan kekesalan.

"Ohh, lumayan juga ternyata." Jarvis mengambil pulpen lalu membuka dokumen yang tadi lupa dia tandatangani. "Kurang?"

"A-apanya yang kurang?!" tanya Laya, mencoba tetap sabar. Mungkin ini cara Jarvis dalam mempermainkan karyawannya. 

Karena perusahaan manapun pasti tidak ada Pimpinan yang tidak menyebalkan.

"Gaji perbulan, uang makan dan uang transport itu untuk biaya kebutuhanmu sehari-hari. Apa masih kurang?"

"K-kurang lah, bos," jawab Laya dengan kejujuran yang sesungguhnya. "Untuk makan, biaya kost, beli gas, beli minyak, beli peralatan mandi, cuci muka, sabun cuci baju, naik turun angkutan umum ...." Laya sampai bingung sendiri dengan apa yang dikatakannya barusan. 

Kok, dia bisa jujur dan tidak jaim pada pria yang baru saja pertama ditemuinya, sih? Apalagi ini adalah pimpinan Isamu Grup, orang nomor satu di negara ini. Harusnya ia bisa menahan diri untuk semua ini.

Tapi, bodo amat. Ia masih harus memberitahu Jarvis tentang tujuannya meminjam uang sebesar itu.

"... dan lagi, saya ada tanggung jawab untuk membiayai—"

"Hidup sendiri?" tanya Jarvis memotong ucapan Laya dengan penasaran. 

Jarvis baru tahu, ternyata kebutuhan wanita sangatlah banyak— padahal kakak perempuannya— yang ia tahu, hidupnya tidak seribet ini pengeluaranya ... 

Eh, tapi? Semua fasilitas sudah disediakan Papa.

Laya langsung mengangguk cepat. "Saya hidup sendiri, bos."

"Ohh." Jarvis mengangguk paham. 

Oh, lagi? Lalu?

Jarvis ini model pria seperti apa, sih? Kok, lama-lama ... kedua tangannya ini, ingin sekali mencekik leher Tuannya itu, ya?

"Lalu apa boss?"

Jarvis berdehem. "Lulusan—"

"Saya baru lulus kuliah S1 dua tahun lalu," jawab Laya dengan cepat. Sudah tidak sabar dengan situasi ini. "Sebenarnya 6 bulan yang lalu saya akan melanjutkan S2 di jepang. Tapi ...."

Laya menelan ludahnya, tidak sanggup meneruskan ucapannya.

"Tapi?"

Laya langsung menggeleng. Menatap mata Jarvis dengan mantap. "Lantas?"

"Heuh? Apanya yang lantas?" tanya Jarvis, bingung.

"Saya pinjam uang 350 juta, Bos. Bagaimana?"

"Ohh, masih berlanjut ternyata." Jarvis mengembangkan senyumnya. "Saya kira sudah lupa dan kau mau membahas masalah lain selain meminjam uang."

"Astagaaa!!" Laya berteriak jengah. "Bos, ayolah, saya sangat butuh uang itu."

"Mmm." Jarvis berdiri dari duduknya. 

Yang, entah kenapa, membuat Laya otomatis memundurkan langkahnya lagi.

Jarvis berjalan ke depan lalu duduk di tepian meja— tepat segaris lurus dengan berdirinya gadis itu yang tampak ... gugup?

Heuh? Gadis ini bisa gugup juga ternyata. 

Bukankah tadi suaranya sangatlah kencang.

"Jujur saya katakan, kau itu sudah sangat cantik," kata Jarvis sungguh-sungguh.

Wajah Laya tiba-tiba memanas salah tingkah.

"Terlepas dari pakaian jelek yang kau pakai hari ini, saya yakin kalau kau itu sebenarnya memiliki tubuh yang sangat indah."

Arghh, tidak!

Laya dengan cepat menutup dadanya yang rata.

Sial, ternyata Jarvis sejak tadi memperhatikan bentuk tubuhnya ini! 

Semua pria ternyata sama saja. Sama-sama berotak mesum!

"Lalu bagian manalagi yang mau kau rubah? Payu ... sstt!" Jarvis dengan cepat menyuruh gadis manis itu untuk diam. "Saya tahu hidup ini butuh persaingan. Tidak hanya otak saja yang ditonjolkan, tapi penampilan juga harus terlihat menarik. Benar?"

Laya tanpa sadar mengangguk. 

"Pun di zaman sekarang ini, bukan hanya kebutuhan makan saja yang jadi prioritas utamanya, tapi ... seperti yang kau bilang tadi, uang dari gaji sebagai office girl tidak pernah cukup untuk menutupi kehidupanmu yang ... eum, saya yakin pasti sangatlah boros dan begitu glamour. Maksud saya, penampilan nomor satu dibanding dengan otak, benar?"

Laya dengan cepat menggeleng. Dia ingin protes, tapi lagi-lagi Jarvis menyuruhnya untuk diam.

"Saya sudah sering bertemu dengan wanita cantik sepertimu yang hanya mementingkan penampilannya saja." Jarvis berjalan pelan mendekati gadis itu. "Saya yakin penampilan itu akan digunakan untuk menggoda bos-bos besar untuk mengubah kehidupan mereka supaya jauh lebih baik lagi. Benar?"

"H-hah?"

Jarvis mengedikan bahu, ia menghentikan langkahnya tepat 5 meter di depan wanita itu. "Tidak peduli bos-bos itu sudah punya istri atau belum, wanita-wanita sepertimu akan sangat gencar menggoda dan—"

"Tunggu!!" Laya dengan cepat memotong ucapan Jarvis, tidak terima dengan apa yang dikatakannya. Ada kesalahpahaman disini.

"Bos, Anda jangan sembarangan bicara, ya?" Laya berteriak jengah. "Saya bukan wanita seperti itu. Niat saya hanya pinjam uang! Bukan untuk menggoda, Bos!"

"Ohhh." Jarvis terkekeh. "Kalau kau wanita baik-baik dan pekerja keras yang 'sesungguhnya' lalu untuk apa kau meminjam uang 350 juta pada saya, hem? Kalau bukan untuk memperbaiki penampilanmu yang sudah cantik itu, lalu untuk apa lagi? Saya baru datang dua hari yang lalu dan ini sangat tiba-tiba sekali."

"Yaahhh!" Laya berseru gemas. "Saya akui uang itu memang untuk biaya operasi, tapi ...."

Laya menelan ludah, ia bisa melihat senyum kemenangan terbit di bibir Jarvis disana. 

Sialan!!

"... operasi itu bukan untuk memperbaiki penampilan saya yang sudah cantik ini—"

"Ohh?!" Jarvis lagi-lagi memotong ucapan wanita itu. "... untuk memperbesar payudara mu yang ... sepertinya, em, cukup seksi, kok." Jarvis jadi memperhatikan dada wanita itu, yang langsung ditutup rapat. "Dan, lagi, jika saya perhatikan ... pantatmu—"

"YA TUHAN, BOS JARVIS!!"

***

Salam

Busa Lin