Farhan, cowok itu sedang berjalan ke arah Zara. Hari ini ia akan mengajak anggota inti OSIS untuk berkumpul, karena ada beberapa hal yang harus di bahas. Untuk anggota yang lainnya, ia meminta bantuan pada wakilnya untuk memberitahu, sedangkan untuk Zara, biarkan ia sendiri yang mencari gadis itu.
Dan Farhan menemukan Zara yang sedang duduk didepan perpustakaan sambil membaca buku sendirian, entah dimana teman-temannya yang lain. Tidak biasanya gadis itu sendirian.
"Zara," Panggilnya.
Gadis yang dipanggil langsung mendongak. Ia berdiri saat Farhan mendekat ke arahnya. "Ada apa kak?"
"Nggak papa sih, ini gue cuma mau bilang aja. Nanti waktu istirahat kumpul OSIS sebentar ya, ada yang mau gue bahas. Hari ini anggota inti aja yang kumpul, nanti kalo udah beres buat rapat hari ini, kita bisa langsung sampaikan ke teman-teman OSIS yang lain." Kata Farhan.
Zara mengangguk, meskipun di dalam hati ia mengeluh. Ia takut jika rapat hari ini akan membutuhkan waktu yang lama, takutnya ia akan ketinggalan pelajaran lagi.
"Iya kak, nanti gue ke ruang OSIS." Kata Zara.
Farhan tersenyum. "Oke, semangat ya buat belajarnya. Masih pagi nih, mana masih jam pertama, harus semangat dong." Katanya.
Zara melemparkan senyuman kecil. "Iya kak, kelas gue ada hafalan rumus hari ini, makanya gue disini sendiri dulu. Soalnya nanti di jam pertama materinya." Katanya.
Farhan mengangguk paham. "Iya, ya udah lanjut aja. Gue mau ngasih tau yang lain dulu."
Zara mengangguk. Lalu Farhan meninggalkan gadis itu. "Ya elah, baru juga santai beberapa hari, udah rapat aja. Pengen banget gue mundur dari OSIS." Gumamnya pelan.
Memang masuk OSIS bukanlah keinginan Zara sendiri, tapi dipilih oleh pembina OSIS di sekolahnya. Zara melakukan tugas-tugas OSIS dengan senang hati, sebenarnya. Tapi kadang ia juga takut jika ketinggalan materi itu tadi.
Untung saja ia menolak saat dijadikan wakil ketua OSIS, bisa-bisa Zara sudah mengangkat kedua tangannya. Menyerah.
"Yah, kalo cuma inti mah nanti gue ketemu sama Karin lagi. Males banget sama dia, mana kalo lihat orang nggak enak banget matanya." Dengus Zara pelan.
Lalu Zara kembali menghafal materi yang ada di bukunya. Selang beberapa menit, bel masuk berbunyi, Zara langsung berjalan ke kelasnya.
Berjalan di koridor kelas saat bel masuk seperti ini sebenarnya sangat Zara hindari, apalagi ia sendirian. Melewati kelas Farel, banyak cowok-cowok yang masih berdiri dan mengobrol didepan kelas, Zara berjalan dengan cepat.
Zara ikut tersenyum saat Farel melemparkan senyuman padanya. Zara akui, senyuman Farel memang sangatlah manis, jadi tidak usah diragukan lagi jika banyak gadis yang suka pada cowok itu.
"Pantesan senyum-senyum mulu, ternyata ada pujaan hati lewat." Goda William.
"Iya nih Will, habis pinjam-meminjam buku paket kemarin, kayanya makin dekat deh." Timpal Azka.
Farel hanya tersenyum kecil menanggapi godaan dari dari kedua temannya itu.
***
"Mau kemana sih buru-buru amat? Baru juga bel istirahat, pasti kantin juga belum rame banget." Kata Viona melihat dengan heran pada Zara.
Setelah belajar selama beberapa jam, mereka dibebaskan untuk mengisi perut di kantin sekolah, sebelum nantinya akan melanjutkan pembelajaran di jam terakhir.
"Gue kan ada rapat OSIS, jadi nggak ke kantin dulu. Nanti kalo waktunya masih ada, gue bakalan susul kalian, tapi kayanya meskipun udah bel masuk, gue bakalan tetap ke kantin. Soalnya perut gue lapar banget." Kata Zara melihat teman-temannya.
Viona menepuk keningnya, ia lupa jika Zara akan rapat terlebih dahulu. "Lupa gue, ya udah buruan sana, biar cepat selesai." Katanya. Zara mengangguk dan pergi ke ruang OSIS.
Karena Zara berjalan dengan buru-buru dan menunduk sambil membenarkan dasinya, ia tak sengaja menabrak seseorang.
"Sorry.... Sorry..."
Zara mendongak untuk melihat siapa yang ia tabrak tadi. Ternyata Farel. "Sorry ya Rel, gue nggak sengaja."
Cowok itu mengangguk. "Mau kemana kok buru-buru?" Tanyanya.
"Mau ke ruang OSIS, ada rapat hari ini." Jawab Zara.
Farel mengangguk mengerti. "Ya udah, semangat ya. Kalo jalan hati-hati." Katanya.
Zara mengangguk dan tersenyum. Ah, hatinya senang sekali saat ada yang memberinya semangat seperti ini.
***
Ternyata rapat OSIS hari ini sedikit menguras tenaga dan emosi. Iya, tenaga Zara rasanya habis karena ia rapat dengan menahan lapar, perutnya tidak berhenti berbunyi selama rapat tadi, semoga saja tidak ada yang mendengarnya.
Emosinya juga dipancing oleh Karin, tadi Farhan meminta pendapat pada anggotanya, untuk pendapat dari yang lain, Karin langsung menerima dan mempertimbangkan. Sementara itu, saat Zara yang mengusulkan pendapat, Karin langsung menolak dengan mentah-mentah. Mereka sedikit berdebat, tapi Zara mengalah, mau bagaimanapun Karin masih kakak kelasnya, takutnya nanti dikira tidak sopan.
Sekarang dengan membawa satu mangkok bakso, Zara berjalan menuju taman belakang, ia akan makan disana saja. Sebenarnya di kantin juga bisa, tapi ia takut jika ada guru yang memergokinya sedang makan.
Sesampainya di taman belakang sekolah, Zara langsung menyantap baksonya, sampai ia tidak menyadari jika disana ada orang lain, selain dirinya.
"Ra,"
Zara tersentak kaget. Farel berdiri di dekat kursi yang ia duduki. Ia kira yang memanggilnya tadi adalah guru piket yang sedang berkeliling.
"Kaget gue Rel, kenapa lo ada disini? Nggak masuk kelas? Bolos lagi? Katanya udah mau jadi lebih baik?" Tanya Zara sambil melanjutkan makannya.
Farel duduk disamping Zara. "Kelas gue lagi nggak ada guru, jam kosong. Lo sendiri kenapa makan disini, nggak di kantin aja?" Tanyanya balik.
Zara yang sedang menghabiskan baksonya masih diam saja. Setelah makanannya habis, ia melihat ke arah Farel.
"Iya, gue sengaja makan disini. Soalnya kalo di kantin takut ketahuan sama guru yang lagi keliling." Jawabnya. Farel mengangguk mengerti.
Mereka duduk berdampingan dan saling diam. Zara menunduk memainkan mangkok yang ia pegang itu, sedangkan Farel sibuk menatap lurus ke depan.
"Zara,"
"Iya?"
"Lo nyaman nggak sih dekat sama gue kaya gini?" Tanya Farel tiba-tiba.
"Maksudnya gimana?" Zara menatap bingung pada cowok itu.
"Kemarin gue dengar dari salah satu teman gue, katanya lo mau ngobrol, mau dekat sama gue karena takut aja," Jawab Farel.
"Maksudnya gimana Rel? Takut sama lo? Takut kenapa?" Tanya Zara masih berusaha memutar otak untuk memahami maksud dari Farel.
"Takut karena gue bandel, suka berantem gitu. Kata mereka lo mau dekat sama gue karena lo takut gue pukul kalo nggak mau dideketin. Padahal gue kalo mau mukul orang juga lihat-lihat dulu." Kata Farel.
Zara tertawa. "Ya nggak lah, gue mah nggak ada pikiran kaya gitu. Lagian gue juga nggak takut sama lo, karena sebandel-bandelnya lo, gue yakin lo masih bisa menghargai perempuan." Katanya.
"Jadi lo nyaman nggak dekat sama gue?" Tanya Farel. Ia menatap Zara dari samping. Dan ia bisa melihat jika gadis itu mengangguk pelan.
"Nyaman?" Tanya Farel lagi.
"Ih, Farel mah. Iya gue nyaman." Jawab Zara pelan.
Farel langsung mengulas senyuman, "kalo lo emang nyaman, gue boleh nggak minta nomor hp lo?"
Zara mengernyitkan dahinya. "Emang lo nggak punya?"
Farel tertawa pelan. "Kalo gue punya nggak mungkin gue minta kan?"
"Tapi digrup buat seluruh kelas 11 kan ada?"
Farel menggelengkan kepalanya. "Gue maunya dari lo sendiri, bukan ambil dari grup kelas." Jawabnya.
Zara tersenyum kecil lalu memberikan nomornya pada Farel.