Zara baru saja memasuki kelasnya dan sudah disambut oleh Yuna yang heboh mengerjakan tugas rumah itu. Zara sendiri sudah selesai, jadi ia tetap santai saja.
"Kok lo nggak bilang sama gue sih, Ra? Kan tadi malam kita sempat telponan tuh," Protes Yuna pada Zara.
"Loh, ya maaf. Soalnya punya gue udah selesai dari dua hari yang lalu, jadi gue nggak tau kalo ada tugas lagi. Gue lupa." Jawab Zara. Ia ikut melihat buku temannya itu. "Kan cuma 4 nomor aja Na," Katanya.
"Iya cuma 4 tapi jawabannya panjang banget. Ini guru matematika punya dendam apa ya sama anak muridnya, kenapa suka banget ngasih tugas yang banyak gini." Gerutu Yuna.
"Udah, lo nggak usah ngomel mulu, lebih baik cepetan selesaiin itu daripada nanti keburu masuk." Kata Ines.
"Gue tadi juga lihat kalo mobil milik Bu Evi udah ada diparkiran." Kata Zara. Gadis itu sedang sibuk merapikan dasinya. Entah kenapa, hari ini dasinya sedikit sulit diatur.
"Bu Evi mau hujan badai halilintar juga tetap datang aja. Apalagi sekarang yang terang benderang kaya gini, udah pasti datang lah." Kata Viona.
"Hah, akhirnya selesai..." Yuna bernapas lega saat ia berhasil menyelesaikan tugasnya sebelum bel masuk berbunyi.
"Eh Ra, buku paket Matematika dibawa sama lo kan ya? Soalnya tadi malam waktu gue siapin jadwal hari ini, buku paketnya nggak ada." Tanya Viona.
Zara menautkan kedua alisnya. Ia menatap bingung ke arah Viona. "Nggak ah, gue nggak bawa. Lo kali yang bawa." Katanya.
Viona menggeleng pelan. "Nggak. Kan Minggu kemarin gue yang bawa, jadi gantian sekarang waktunya lo yang bawa." Katanya.
Zara membuka tasnya, ia makin panik saat tidak menemukan buku paket Matematika didalam tasnya, apalagi matematika berada di jam pertama.
Jadi, karena buku paket Matematika hanya ada sedikit disekolah ini, satu bangku hanya diberikan satu buku paket saja. Mereka bisa menggunakan buku itu gantian dengan temannya.
Dan dua minggu yang lalu buku paket itu dibawa oleh Viona, jadi Minggu kemarin Zara lah yang membawa.
"Aduh, nggak ada Vi, gimana dong?!" Wajah Zara sudah terlihat panik. Tangannya bergetar dan jantungnya berdetak hebat.
"Kenapa?" Tanya Ines saat melihat kedua temannya terlihat panik itu.
"Kita nggak bawa buku paket Matematika." Jawab Viona.
"Loh, kok bisa? Ini Bu Evi loh guys, kalian jangan aneh-aneh ya. Tau sendiri kan kalo Bu Evi udah marah kaya gimana?!" Kata Ines ikut khawatir dan panik.
Siapapun pasti tidak ada yang mau mencari masalah dengan guru satu itu. Bu Evi, guru matematika yang terkenal sangat kejam itu. Dan setiap waktu pembelajarannya, buku tidak boleh ada yang ketinggalan. Karena jika buku sampai ketinggalan, tandanya mereka tidak ada niatan untuk belajar.
"Dikelas lain ada nggak sih jadwal matematika?" Tanya Zara.
Viona langsung membuka ponselnya untuk melihat jadwal pelajaran keseluruhan kelas 11.
"Ada." Jawab Viona.
"Kelas apa? Biar gue yang pinjam." Kata Zara, mau bagaimanapun Zara harus bertanggung jawab, karena ia teledor dalam menyiapkan bukunya.
"Kelas sebelah." Kata Viona. Zara mengerutkan keningnya. Bingung, kelas sebelah yang mana?
"Kelas sebelah. Kelasnya Farel." Kata Viona menjelaskan.
"Lo yakin mau pinjam kesana? Disana kan banyak anak yang suka bolos Vi, emang lo yakin kalo mereka bawa?"
Setelah mendengar jawaban dari Viona, bukannya semangat, Zara justru lemas. Jika harus meminjam ke kelas Farel, ia rasanya harus berpikir berulang-ulang. Entah kenapa, sekarang ia merasa grogi jika harus bertemu dengan cowok itu.
"Kan ada anak cewek juga Ra." Kata Viona.
"Cewek cowok mah sama aja kalo kelas sebelah." Kata Ines ikut menyahuti.
"Tuh kan, sebentar lagi pasti masuk. Ayo dong gimana Vi." Kata Zara. Jantungnya berdetak semakin kencang.
"Mana cewek-ceweknya nggak tau yang namanya tolong menolong lagi. Lo ingat nggak dulu waktu gue nggak bawa kalkulator, buset dah dipinjam bentar kaga boleh." Kata Yuna.
Zara dan Viona saling tatap, jika waktunya sudah mepet seperti ini, rasanya sudah tidak bisa berpikir lagi.
"Coba dulu deh. Ayo." Ajak Viona. Zara ikut beranjak dari duduknya.
***
Farel sedang duduk didepan kelasnya. Cowok itu terlihat semakin tampan saat mengunyah permen karet seperti ini, belum lagi kakinya yang ditumpukan pada salah satu kakinya.
"Nanti malam turun nggak, Rel? Lawan lo ngajakin balapan mulu." Tanya Azka.
"Nggak, gue mau berhenti balapan. Kalo bisa." Jawab Farel.
"Wih, kenapa bro? Lo beneran mau tobat? Biasanya kalo ada yang ngajak balapan, langsung turun." Kata Azka.
"Nggak papa, gue lagi malas aja." Jawab Farel lagi.
"Itu punya gue, anjir. Lo kalo mau beli sendiri dong. Minta mulu." William mengumpat dengan kesal. Karena makanannya diambil oleh Pandu.
"Ya elah, pelit banget. Orang pelit tuh kuburannya sempit, Will." Balas Pandu.
"Apaan pelit?! Lo dari tadi juga ikut makan." William masih menatap kesal pada Pandu.
Pandu berdecak lalu mendekat lagi pada William. "Minta lagi dong dikit." Katanya.
William meninju lengan Pandu. "Minta mulu! Ogah gue, lo tadi udah bilang kuburan sempit segala." Katanya.
"Canda doang Will, gue doain deh. Semoga nanti kalo lo mati, kuburannya lebar banget, ada lampunya juga biar nggak gelap. Kalo perlu nanti bawa hp aja biar bisa mabar." Kata Pandu asal-asalan.
Teman-temannya yang lain tertawa mendengar ucapan Pandu.
"Eh eh, doi tuh Rel."
Farel melihat ke arah yang ditunjuk oleh Vano. Dan benar saja, Zara dan Viona sedang berjalan ke arah mereka.
Farel langsung beranjak dari duduknya, ia membuka tempat sampah dan membuang permennya. Lalu berjalan mendekati Zara.
"Mau kemana?" Tanyanya pada gadis itu. Sedangkan yang ditanya malah lirik-lirikan dengan sahabatnya.
"Hm, Rel. Kelas lo ada pelajaran Matematika nggak hari ini?" Tanya Zara basa-basi.
Farel mengerutkan keningnya. "Ada, nanti di jam kedua." Jawabnya.
Viona menyenggol lengan Zara, agar gadis itu cepat berbicara pada intinya, karena bel masuk sudah berbunyi.
"Kenapa?" Tanya Farel, dilengkapi dengan tatapan teduhnya.
Zara menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu. "Ini Rel, gue mau pinjam buku paket Matematika. Lo bawa nggak?" Tanyanya.
Farel mengangguk-angguk pelan. Ia berbalik ke tempat duduknya tadi. Membuka tasnya dan mengambil bukunya.
"Nih," Farel menyerahkan buku paket itu pada Zara.
Zara langsung bernapas lega saat ia sudah memegang buku itu. Tadinya ia sudah takut jika cowok-cowok disana tidak ada yang membawa, maka ia akan meminjam pada cewek-cewek dikelas Farel. Itu saja belum tentu jika diperbolehkan untuk meminjam.
"Gue pinjam dulu ya Rel." Kata Zara.
Farel mengangguk dan tersenyum. "Bawa aja. Dibangku gue punya dua buku kok. Jadi nggak usah buru-buru buat balikin." Katanya.
"Oke. Nanti waktu istirahat gue balikin." Kata Zara. Farel kembali mengangguk.
Setelah mendapatkan bukunya, Viona dan Zara langsung kembali ke kelas.
"Tumben lo bawa buku, bro?" Tanya Azka.
"Nggak tau. Tadi udah mau gue tinggalin sih, tapi kan matematika pelajaran kesukaan gue, jadi gue bawa aja." Jawab Farel.
"Emang ikatan batin." Celetuk Vano.
Tak lama ada Bu Evi yang lewat didepan mereka, dan hal itu otomatis membuat mereka langsung bubar dan masuk ke kelas masing-masing.