Chereads / Rumah Iblis / Chapter 8 - Aura Jahat 2

Chapter 8 - Aura Jahat 2

Seseorang  mengetuk pintu  dari luar rumah. Aku yang meringkuk ketakutan di balik pintu pun segera membukanya.  Pintunya bisa terbuka dengan mudah, Kok bisa?

"lho, bukannya kamu  adiknya Rafa ya, kok disini? Rafanya mana?"

Aku beringsut memegang baju belakang orang itu yang aku kenal sebagai Mas sholeh, dia asli orang kota Sumatra yang berjodoh dengan tetanggaku Ratih dan mendirikan rumah disini. Dia mengadu nasib cukup lama di Jepang tetapi aku kurang jelas apa posisinya disana. Biasanya dia pulang setahun sekali untuk liburan yang cukup lama yaitu dua bulan.

"Heh, kamu kenapa kok kayak "ketempelan" gitu?" kata Sholeh terheran-heran melihat gelagatku.

"Itu Mas, ada...." Perkataanku menggantung sembari menunjuk ke dalam rumah, Sholeh tampak celingukan melihat arah telunjukku. Dia menengok kanan kearah ku.

"Ada apa? Enggak ada apa-apa gitu kok?" ujarnya santai. Lalu, dia menghadapku dan menuntunku ke rumah tamu, "Duduklah."

Meski ragu, Aku menuruti perkataan Sholeh. Dia lebih tua dariku tiga tahun, masih seumuran dengan Mas Rafa. Dia merogoh sesuatu dari dalam tas, sebuah  botol air mineral. Setelah membuka penutup botolnya,  dia memejamkan mata terlebih dahulu dengan mulut yang berkomat-kamit lalu memberikannya padaku, " Minumlah,"

Aku pun meminumnya. Dalam sekejab saja air di botol tanggung itu habis, Baru kemudian, nafasku berhembus lancar dan mulai teratur.

"Sebenarnya kamu kenapa ?

"Mas, Tolong Mas Rafa. Dia ada di dalam kamar itu" telunjukku mengarah ke kamarnya paling belakang itu. Sholeh beranjak mendekati kamar itu. Baru selangkah masuk dia didorong oleh sosok Mas Rafa. Dudukku sedikit melompat kesamping, terkejut dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Kemudian Sholeh bangkit. Dengan cepat dia menyentuh keningnya dengan merapalkan mantra. Sontak, sosok Mas Rafa meraung-raung. Sempat ada perlawanan tetapi berangsur mereda. Tubuh Mas Rafa melemas ke lantai.

"Ham, bantu aku," serunya sembari menahan tubuh kakakku itu yang hampir jatuh ke lantai. Aku dengan sigap membantunya lalu membaringkannya di sofa.

"Kenapa Mas Rafa, Mas?"

"Ruhnya dibawa pergi sama penghuni rumah ini, sepertinya  Rafa melakukan suatu kesalahan besar," tuturnya seolah mengetahui kejadian sebenarnya.

"Kesalahan besar? Kok Mas bisa tahu? "

"Karena saya wewe gombelnya."

Mataku membulat dengan sempurna justru disambut tawa pecah darinya,"hahaha, serius amat kamu. dibawa santai saja."

Aku mendengus kesal. Jika karena dia yang datang menolongku, sudah kuhajar dia tadi. Disituasi genting seperti ini masih saja dia becanda.

Kemudian dia mengambil sesuatu dari lehernya. Sebuah kalung besi. Sampai sekarang aku masih ingat bentuk dari kalung itu. Bentuknya oval, pipih, dengan ukiran membentuk orang yang sedang bertapa dengan huruf arab yang melingkar di sekitarnya. Dia meletakkan kalung itu dileher Mas Rafa. Baru kali ini, aku mengetahui jika Sholeh memiliki barang-barang seperti itu.

"Lebih baik kamu pulang Ham, percayakan semuanya kepadaku, aku akan menarik kembali ruh kakakmu, Jin penunggu kalung ini pasti bisa mengatasi semuanya." Enteng sekali dia mengucapkannya seolah demit-demit itu bukan masalah besar baginya Meski Aku mengenal Sholeh, tapi aku belum percaya sepenuhnya dengan kemampuannya tentang hal-hal berbau ghaib, apalagi mendengarkan ucapannya tadi yang terkesan congkak tadi. Ini bukan main-main, tapi soal nyawa. Aku harus menemani kakakku apapun resikonya.

"Enggak Mas saya mau disini."

Dia tersenyum mengejek,"Yakin kamu? aku tidak tanggung ya kalau nanti terjadi apa-apa sama kamu."

Sholeh  menggeser duduknya sedikit menjauh dari sofa lalu bersiap untuk melakukan bersemedi. Cukup lama dia diposisi seperti itu sampai-sampai aku terkantuk. Aku pun berbaring di sofa sebelah Mas Rafa, kebetulan sofa itu berbentur letter L. Tak ada gangguan selama dia melakukan ritual.

Tiba-tiba lampu ruang tamu meredup. Keadaan yang semua tenang berubah menjadi mistis. Angin berhembus pelan di sekujur tubuhku. Tubuhku seolah menjadi kaku.  Dengan gelisah, aku mengintip dari sela mataku. Apa yang akan terjadi beberapa saat kemudian adalah pengalaman pahit yang paling membekas dalam hidupku.

Tak berapa lama, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri Bayangan wanita dengan gaun merah menembus tembok dengan wajah yang mengerikan dan sosok Wewe Gombel yang mengusikku tadi terbang mendekati Sholeh.

Mereka mengitari Sholeh dengan wajah yang murka. Bayangan mereka semakin lama semakin jelas, menampakan wujud asli mereka yang menyeramkan.  Aku tidak tahu pasti apa yang dilakukan Sholeh sampai membuat mereka marah Sementara Sholeh berkomat-kamit semakin cepat. Kerut didahinya mengambarkan kepanikan. Tubuhnya bergetar hebat. Dan akhirnya dia terkulai tak berdaya.

Kini tinggal aku sendiri. Merasa diperhatikan, si kuntilanak merah itu menoleh tajam kearahku sambil menunjuk wajahku. Setelah apa yang mereka lakukan terhadap kakakku dan Sholeh, aku benar-benar ketakutan setengah mati. Dia melayang dengan mendahulukan kepalanya dulu, mendekatiku dengan tertawa yang terdengar melengking memekakan telinga.

Sosok itu tiba-tiba terpental,  sayup-sayup aku mendengar  kakakku seperti menginggau ayat kursi. Sontak kuntilanak dan wewe gombel itu lenyap.

Tubuhku bisa digerakan lagi. Hati yang terkungkung dengan ketakutan perlahan sirna, berganti dengan kelegaan yang luar biasa. Lalu, aku beranjak membangunkannya. Tapi dia masih terbuai di alam mimpi,  Aku pun mengikutinya membaca ayat kursi sampai dia berhenti menggigau. Namun, aku tetap melanjutkan membaca kitab suci melalui ponsel secara terus menerus.

Malam itu keadaan di luar rumah sangat berisik. Angin berhembus kencang menggoyang pohon-pohon, suara orang berlari di atas genteng, bahkan suara mengerang seperti harimau. Tak kuhiraukan itu semua,  Aku membaca ayat-ayat dalam kitab suci dengan sangat khuyuk di samping Mas Rafa sampai terlena dalam tidur.

***

Kembali ke sudut pandang Rafa.

Keesokan harinya

WUEKKK!!!

Aku memuntahkan isi dalam perutku yang membuatku terhenyak setengah mati. Tikus? Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku sampai memakan bangkai tikus.

Yang aku ingat ketika berada di dalam tempat yang gelap dan berlumpur. Samar-samar, mataku menangkap  dinding dinding bebatuan. Tidak salah lagi ini adalah Goa. Tapi dimana ini?

Kejadian yang tak akan pernah aku lupakan. Entah kenapa seolah aku merasa menjadi pribadi lain. Jiwa baru yang kuat dan berani. Tanpa ragu, aku berlari dan terus berlari hingga menemukan sebuah titik cahaya yang aku yakin adalah jalan keluar.

Hingga aku terbangun dan merasakan neg perutku dan keluarlah benda yang tak kusangka adalah bangkai seekor tikus. Mendengar suaraku, Ilham terbangun. Rona wajahnya terlihat gembira melihat aku siuman.

"Kakak sudah sadar? Syukurlah."

Dalam kondisi bingung, nyawa yang belum genap terkumpul, aku bertanya," Apa yang terjadi denganku Ham?"

Ilham menceritakan kronologi kejadian dari dia menemukanku di belakang rumah sampai kejadian tadi malam, termasuk soal tikus itu. Sampai kedatangan Sholeh seperti pahlawan kesiangan yang memamerkan kemampuan batinnya, eh malah pingsan, begitu tutur Ilham seolah jengkel dengan Sholeh.

Aku hanya manggut-manggut. Beberapa kali teror dilakukan para demit itu, entah kenapa kali ini aku merasa biasa saja saat mendengar penuturan dari Ilham, seolah sudah kebal. Ada yang berbeda dari diriku saat bangun tidur tadi Mataku terpancar terang, tubuhku menjadi sangat bugar, dan nyaliku juga kuat.

"Ngomong-ngomong, ini sudah jam berapa Ham?

"Ini sudah jam lima subuh Mas"

"Lho, kamu kan seharusnya sudah pulang?"

"Hari ini, saya libur Mas. Jadi saya mau menemani Mas seharian di sini."

"Bagus kalau gitu, sholat jamaah yuk. Tapi kita bangunin Sholeh dulu."