Akhirnya dengan biaya dari pak Haryo, Ayah segera dioperasi. Untuk jalannya operasi membutuhkan tambahan darah. Kebetulan aku dan Gilang memiliki golongan darah yang sama dengan Ayah.
Setelah dilakukan transfusi darah dan beristirahat sebentar, Gilang pamit untuk menjemput si kembar, Hana dan Hani, adik bungsuku. Mereka sejkarang masih sekolah, duduk di bangku kelas empat SD. Memang aku dan si kembar memiliki jarak usia yang lumayan jauh, enam tahun.
Mereka juga belum tahu dengan kecelakaan yang menimpa Ayah. Mungkin nanti kami akan memberitahukannya setelah keadaan Ayah membaik. Karena mereka sangat dekat dengan Ayah, takutnya nanti mereka kepikiran dan khawatir.
Sementara Ibu kulihat juga masih syok, aur mata masih saja keluar dan menetes di pipinya. Sekali-kali Ibu mengusap airmatanya, hingga matanya merah dan sembab.
Petugas kepolisian juga sudah tidak ada disitu lagi, karena kami sepakat untuk damai, pak Haryo sanggup untuk memenuhi biaya Ayah selama dirawat di rumah sakit sampai sembuh.
Kini hanya ada aku, Ibu dan Pak Haryo. Kulihat pak Haryo sibuk menerima telepon, tampaknya sangat sibuk dan penting.
Sepertinya pak Haryo tahu kalo aku memperhatikannya. Tak kusangka, pak Haryo malah berjalan ke arahku. " Maaf Rena, saya harus ke kantor. Ini ada karti ATM juga kartu nama saya, kalau ada apa-apa telpon. Saya tidak akan kabur, jangan khawatir saya akan penuhi semua biaya rimah sakit Ayahmu." Aku hanya mengangguk.
Setelah pak Haryo pergi, aku perhatikan kartu nama pak Haryo. Rupanya pak aharyo ini pemilik PT Anugerah Semesta, pabrik garment terbesar di kota ini, dan jaraknya juga tidak jauh dari rumahku.
Bahkan banyak tetangga juga saudara yang bekerja di pabrik itu. Dan ternyata pak Haryo pemilih pabrik itu.
Kini hanya aku dan Ibu yang menunggu jalannya operasi Ayah. Kondisi Ayah tergolong cukup parah, karena ada pendarahan di otaknya.
Kami hanya bisa berdo'a, semoga semua baik-baik saja. Ayah bisa sembuh, pulih seperti sedia kala. Dan bisa bekerja lagi dan bercengkarama pada malam harinya. Ayah memang sosok yang lucu. Bahkan tak jarang Ayah melontarkan guyonan-guyonan yang membuat kami ketawa. Walaopun kadang juga lawakannya garing, tidak bisa menbuat kamu aneh.
Itulah sosok Ayah, yang sekarang hanya bisa berpasrah. Tubuhnya tak berdaya, menghadapi berbagai peralatan operasi.
Ayah, aku berharap kamu segera bangun, dan kembali kumpul bersama kami.lagi, anak-anakmu. Kamu adalah sosok Ayah pekerja keras, yang sangat bertanggungjawab dan sayang dengan keluarga.
Lama kami menunggu jalannya operasi. Setwlah beberapa lama, akhirnya operai Ayah selesai juga. Ada seorang perawat mendatangi kami. " Keluarga pak Asep?" " Tanya perawat. " Ya buk." Jawabku.
" Bapak sudah selesai operasinya. Tapi karena belum sadar belum bisa ditengok. Alhamdulillah operasi berjalan lancar dan semoga cepet sembuh.