Tak lama setelah operasi, Ayah masih dipindah ke ruang ICU karena masih juga belum sadar. Dokter bilang, kondisi Ayah masih lemah. Tak berapa lama, pak Haryo datang dengan seorang pemuda tampan.
" Bagaimana kondisi Pak Asep?" tanya pak Haryo. " Operasinya berjalan lancar pak, tapi Ayah masih harus dirawat di ruang ICU." Jelasku.
" Oh ya, kenalkan ini anak saya, Arbi." Lalu pemuda itu menyodorkan tangannya. " Arbi." Katanya sopan. " Renata " jawabku sopan. Arbi, anak pak Haryo sangat tampan, walaupun orang kaya tapi dia sangat sopan.
" Bagaimana keadaan Ayahmu? " Dia membuka percakapan padaku dengan ramah. " Iya, operasi Ayah berjalan lancar. Tapi sekarang belum sadar, jadi masih di ICU. " Jawabku.
Entah mengapa aku dan mas Arbi bisa nyambung ngobrolnya. Mungkin karena kami seumuran, paling selisih beberapa tahun. Mas Arbi orangnya juga nggak jaim, dia santai. Sementara pak Haryo sibuk telepon dengan koleganya. " Ya begitulah Papaku, orangnya dimana saja sibuk." Komentar mas Arbi saat tahu aku melihat Pak Haryo.
" Oh ya, kamu sudah kuliah atau sekolah?" Tanya mas Arbi. " Masih sekolah Mas." Jawabku. " Ooo kelas berapa?" Tanya dia lagi. " Kelas 12 mas " " Ooo sebentar lagi selesai dong. Mau lanjut kuliah dimana? " Tanya dia lagi. Aku terdiam lama, boro-boro kuliah, nanti bisa sampai lulus apa nggak aku juga nggak tahu.
" Hei...kok diem sih." Mas Arbi mengagetkanku dari lamunanku. " Eh iya mas, nggak tahu. Karena Ayah juga masih sakit. Aku juga nggak tahu bagaimana kehidupan kami nantinya." Jelasku.
" Maksud kamu?" Tanya mas Arbi. " Ya kan, Ayah tulang punggung di keluarga kami, hanya Ayah yang bekerja jadi penjual sayur keliling. Kalau Ayah sakit, tidak tahu nanti kehidupan kami selanjutnya." Jelasku. " Oh iya, yang sabar ya." Jawaban mas Arbi sungguh bijak, dan aku suka dengan gayanya yang ramah.
Sementara Gilang sudah datang dengan si kembar Hana dan Hani. Seperti dugaanku, si kembar menangis saat tahu kondisi Ayah. Ibu dan Gilang berusaha menenangkan mereka.
" Mas, aku kesana dulu ya. Itu adik bungsuku." Aku minta ijin sama mas Arbi untuk menemui adikku. " Oh iya, kembar ya? " Tanya mas Arbi. " Iya nas." Jawabku.,lalu bergegas menemui si kembar.
"Sini sayang, Ayah nggak papa kok, doakan semoga Ayah cepat sembuh ya." Ucapku sambil memeluk mereka. Pasti hal ini berat bagi mereka.
Tak berapa lama suster memanggil, dokter ingin menjelaskan kondisi Ayah. " Maaf keluarga, silakan menemui dokter di ruangannya, dokter ingin menjelaskan kondisi pasien." Kata suster.
" Sama saya saja ." Tiba-tiba pak Haryo menawarkan diri untuk mendampingi. Aku lihat Ibu, dan Ibu mengangguk tanda setuju. Lalu dengan di temani pak Haryo, aku menemui dokter yang menangani Ayah.
" Keluarga pak Asep?" Kami mengangguk. " Silahkan duduk." Kata dokternya ramah. " Jadi begini,kondisi pak Asep lumayan parah, operasi pada kepalanya tadi sudah berhasil, tidak ada lagi penyumbatan, kemungkinan pak Asep bisa sadar, tapi ingatannya untuk pulih perlu proses. Sementara untuk cedera tulang belakangnya untuk pemulihan juga butuh waktu, jadi untuk ke depannya nanti Pak Asep tidak bisa berjalan, untuk sembuh butuh waktu yang lama." Tentu penjelasan dokter membuatku sangat terkejut dan lemas.
Berarti Ayah akan lumpuh dan lupa ingatan. Aku menarik nafas panjang, bagaimana aku akan mengatakan hal ini pada Ibu dan adik-adikku. Lalu bagaimana dengan kehidupan kami nanti. Tak terasa mataku berkaca-kaca.
Aku terkejut saat pak Haryo memegang tanganku, " Yang sabar ya, kita hadapi bersama-sama." Katanya. Aku sungguh tidak mengerti dengan maksud ucapan pak Haryo. Segera aku lepaskan gemggaman tangannya untuk menyeka air mataku.
Lalu aku segera berpamitan pada dokter. " Terima kasih penjelasannya, kami mohon pamit Dok." Kataku.
Di luar, Ibu dan adik-adik serta mas Arbi sudah menunggu. " Bagaimana kondisi Ayah kak?" Gilang sudah tidak sabar mendengar penjelasan dariku.
Aku pandangi wajah mereka, aku harus kuat, aku tidak boleh terlihat sedih di hadapan mereka. " Ayah operasinya berhasil, Ayah akan sadar tapi untuk memulihkan ingatannya butuh waktu . Untuk busa berjalan lagi juga butuh waktu. Kita berdoa ya, semoga Ayah cepat pulih." Jawabku.
" Jadi Ayah lumpuh kak?" Tanya Gilang. Aku mengangguk. Dan tanoa aku duga Gilang kembali menonjok pak Haryo " Gilaang, jangan!" Teriakku sambil mencegahnya untuk memukul pak Haryo lagi. Pak Haryo sempoyongan, untung di tahan mas Arbi, jadi tidak jatuh.
" Maafkan Adik saya pak." Aku buru-buru minra maaf, karena bagaimanapun semua ini kecelakaan dan Pak Haryo juga sudah bertanggungjawab.
Untung pak Haryo tidak marah pada Gilang. " Nggak papa, saya tahu kondisi adikmu masih muda dan masih emosian " " Terima kasih Pak, mas Arbi atas pengertiannya. " Kataku.
Lalu pak Haryo berpamitan untuk pulang. "Saya pulang dulu. Oh ya ini pin kartu ATM yang saya berikan kemarin." Kata pak Haryo sambil menyerahkan no pin kartu ATM kemarin.
" Kamu bisa bayar biaya rumah sakit Ayahmu pakai kartu ini, saya kira saldonya cukup. Kalau kurang, kamu telpon saya." Aku bersyukur, untung yang menabrak Ayah mau beryanggungjawab