"Chas, tidak ada gunanya kamu melakukan apa pun itu sekarang."
"Iya, aku tahu, Ayah," desah Chas. Dia menutup matanya sejenak saat menarik napas, berusaha menenangkan dirinya. Sekarang dia sudah bisa melihat Rheannon dengan lebih tenang saat Hadrian mulai memperkenalkannya pada Desmond.
Chas jarang sekali mendatangi undangan pernikahan di keluarganya sendiri, tapi dia tahu suasana pernikahan seharusnya tidak seperti ini. Alih-alih kebahagiaan, suasana pernikahan ini justru diliputi dengan kecurigaan dan ketegangan dari tiap-tiap pihak. Demi Dewa, bahkan ekspresi Desmond sekarang sangat tegang.
"Apakah Rhea tidak apa-apa berdiri terlalu lama seperti itu?" bisik Chas pada ayahnya.
"Kita tidak bisa membicarakan hal buruk di sini sekarang. Kamu dengar sendiri bagaimana suaranya bergetar tadi," balas Duke Colton. "Tapi aku sudah mengirimkan seorang dokter untuk memeriksa Rheannon nanti sore."
"Kenapa harus menunggu sampai sore? Tidak ada resepsi, kan?"
Duke Colton melirik anaknya sekilas, lalu mengawasi Raja yang menghampiri Hadrian secara terpisah. "Karena nanti malam–kau tahu apa maksudku," jawabnya.
Malam pengantin, batin Chas. Dengan keadaan Rheannon yang sekarang, dia tidak mungkin melakukannya dengan suaminya. Tidak boleh. Tidak usah sekalian.
"Masalahnya, Raja menginginkan agar mereka segera memiliki keturunan," lanjut Duke Colton.
"Mereka bukan ternak!" sembur Chas kesal. Duke Colton sampai menatapnya tajam, memperingatkannya. "Lagi pula itu harusnya urusan keluarga. Siapa pun tidak berhak ikut campur. Ah, aku tidak bisa. Mumpung bangsat tua sialan itu ada di sini–"
"Chas, ini Rumah Dewa. Jangan kotori dengan ucapanmu itu dan darah," tegur Duke Colton. "Lebih baik kita menyapa mereka sekarang."
Mereka pun menghampiri pengantin baru tersebut. Chas dan Duke Colton hanya bertukar senyum tipis penuh makna dengan sang Raja sebelum akhirnya beliau menjauh dan mendekati Uskup Meical.
Dasar bedebah, batin Chas.
Chas beralih pada Rheannon.
Wanita itu tampak cantik, terlihat selayaknya seorang putri bangsawan alih-alih seorang tahanan yang siap pindah ke sel tahanan yang baru.
"Rhea, kamu terlihat lelah. Kenapa tidak duduk saja?" tanya Chas, berusaha menyelematkan Rheannon. Dia meminta tangannya, yang kemudian disambut dengan suka cita.
Hadrian menatapnya bergantian, lalu memanggil seseorang. "Apakah saya bisa meminta minuman? Terima kasih," katanya. "Maaf, saa tidak menyadari jika Putri–maksud saya–Rheannon kelelahan."
"Kalau begitu, mulai sekarang tolong lebih diperhatikan lagi," kata Chas kesal.
Duke Colton langsung menegur anaknya dengan tendangan kaki. "Tubuh Rhea sangat lemah, Marquis. Nanti akan saya kirimkan seorang dokter ke townhouse Anda," katanya.
"Terima kasih atas perhatiannya, Duke. Tapi saya memiliki dokter keluarga sendiri yang bisa memeriksa Rheannon," kata Hadrian. "Jika Duke khawatir, saya bisa mengirimkan hasil pemeriksaannya pada Anda."
"Tidak, Marquis," ucap Duke Colton bersikeras. "Rhea sebaik diperiksa oleh dokter yang akan saya kirimkan saja. Beliau, anggap saja, lebih mengerti daripada dokter mana pun. Saya memaksa."
Meski terlihat heran, pada akhirnya Hadrian mengangguk.
"Kau akan baik-baik saja," bisik Chas.
"Ya," balas Rheannon.
***
Rheannon tidak berhenti batuk-batuk sepulang dari Kuil Beulah. Saat Hadrian tanya, Rheannon bilang jika dia hanya ingin air hangat. Dan karena tidak bisa memanggil dokter sendiri, tidak banyak yang bisa dilakukannya selain menunggu dokter kiriman Duke Colton.
Hadrian cemas.
Juga curiga.
Sisa hari itu, selagi menunggu dokter, dihabiskan Rheannon di kamar yang akan mereka tempati bersama. Desmond yang berusaha untuk mendekat untuk mengakrabkan diri jadi susah karena keadaan Rheannon.
"Siang tadi saya sempat menemani Nona makan," kata Desmond pada Hadrian. "Makannya sedikit sekali."
Hal yang sama persis seperti yang dikatakan oleh pelayannya.
Apakah keadaannya seburuk itu? pikir Hadrian. Dalam kunjungannya ke penjara, dia tidak sebegitu memperhatikannya.
Sore pun turun. Dokter yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya datang dengan dikawal oleh kesatria Duke Colton. Dokter tersebut tanpa berbasa-basi menanyakan di mana Rheannon, seakan dia sudah mengenalnya sebelum ini.
"Sejak tadi batuk-batuk terus," beritahu Hadrian saat Dokter mulai memeriksanya. "Saya hanya memberinya air hangat untuk melegakan tenggorokannya."
"Itu langkah yang tepat," kata Dokter. Setelah memeriksa keadaan Rheannon, dia beralih pada Hadrian yang menunggu di pojokan ruangan. "Nah, Marquis," Dokter menghampirinya, "jika tidak keberatan, saya ingin bicara berdua dengan Anda."
"Baiklah," kata Hadrian. Dia memanggil pelayan untuk mengantarkan Dokter ke ruang kerjanya terlebih dulu.
Sementara itu Hadrian menyempatkan diri untuk menghampiri Rheannon. Mereka berdua bertatapan tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun. Tangan Hadrian bergerak mengusap kepala Rheannon, gestur kecil yang mulai dia biasakan lakukan pada Desmond sebagai bentuk penguatan dan kepercayaan. Tak disangka, istrinya itu membalasnya dengan sebuah senyuman kecil.
"Marquis Hadrian," Dokter tersebut langsung berbicara begitu Hadrian sampai di ruangannya dan duduk. "Saya harap Anda sadar jika apa yang akan saya katakan pada Anda ini adalah rahasia. Mungkin Anda sudah menebak jika sebelum ini saya sudah pernah bertemu dengan Putri Rheannon."
"Di kastil Pangeran Axelle?" tebak Hadrian.
Dokter mengangguk membenarkan. "Saya adalah dokter yang dipanggil oleh Pangeran Axelle setelah beliau berhasil membebaskan Putri Rheannon. Bisa dibilang, sayalah yang paling mengerti soal keadaan Putri Rheannon sekarang. Duke Colton mengetahui semua ini," jelasnya.
"Itu sebabnya Duke Colton mengirim Anda pada saya?"
"Ya. Jadi," Dokter menatap Hadrian dengan serius, "Anda tidak akan bisa memiliki anak dengan Putri Rheannon."
"Apa?"
"Kalian juga tidak bisa melakukan malam pengantin."
Oke. Baiklah. Sebenarnya Hadrian sendiri tidak berniat melakukannya malam ini juga atau dalam waktu dekat. Hanya saja… "Kenapa?"
"Putri Rheannon belum mengalami haid." jawab Dokter lugas. "Selain itu, kondisi tubuhnya sangat lemah. Putri Rheannon tidak akan bisa melakukannya."
"Usianya sudah hampir 20 tahun. Bagaimana bisa ada wanita yang belum mengalami…" Hadrian menggantung kalimatnya.
"Marquis sudah melihat sendiri bagaimana keadaannya." Dokter mengembuskan napas panjang. "Pertumbuhan dan perkembangan tubuh Putri Rheannon terhambat dengan sangat buruk. Saat saya pertama kali bertemu dengannya bahkan Putri Rheannon tidak bisa berdiri atau pun berbicara."
Hadrian menyisir rambutnya ke belakang dengan jemarinya. Dia memejamkan matanya, berusaha mengingat-ingat bagaimana keadaan Rheannon yang sebenarnya saat mereka pertama bertemu dulu.
Dasar bodoh, maki Hadrian pada diri sendiri. Tentu saja ada yang salah dengan tubuh Rheannon. Rheannon terlalu kecil dan kurus, dia juga pucat luar biasa. Caranya berbicara selalu hanya sepatah dua patah saja dan selalu bergetar. Saat pemberkatan tadi, walau baru berdiri dan berjalan sedikit saja Rheannon sudah terlihat kelelahan. Demi Dewa, bahkan di pertemuan pertama mereka Rheannon sudah bilang kalau tenggorokannya sakit.
"Apa yang sebenarnya pernah terjadi padanya?" tanya Hadrian tak habis pikir.
"Baik Pangeran Axelle maupun Putri Rheannon tidak pernah mengatakannya secara jelas pada saya. Duke Colton bahkan terang-terangan tidak mau memberitahu saya," jawab Dokter. "Tapi… saya menduga jika Putri Rheannon dikurung di tempat dan cara yang sangat tidak layak."
Kulitnya sepucat itu dan suaranya sulit keluar. Hadrian menduga jika tempatnya dikurung pasti sangat tertutup dan tanpa teman bicara. Seperti… sel yang ditempati Axelle selama beberapa waktu kemarin.
Raja Rexton V lah yang melakukan itu pada seorang wanita yang awalnya hanyalah seorang anak perempuan biasa.
Bisakah Hadrian mempercayainya?
"Marquis!" Dokter dengan sigap menghampiri Hadrian yang memegangi kepalanya karena serangan sakit yang luar biasa. "Anda baik-baik saja?!"
"Saya baik-baik saja," jawab Hadrian. "Tolong lanjutkan saja penjelasan Dokter soal istri saya. Saya masih bisa mendengarkan."
Dokter terlihat ragu, tapi toh dia tetap melanjutkan. "Saya sudah pernah mengatakan ini sebelumnya pada Pangeran Axelle; jika Putri Rheannon tidak akan pulih dengan cepat. Butuh waktu berbulan-bulan untuk mengembalikan tenaga, kelenturan otot, dan suaranya. Merawat orang dengan keadaan seperti Putri Rheannon butuh kesabaran dan kehati-hatian."
Hadrian makin pusing mendengarnya. "Kedengarannya seburuk itu."
"Lebih buruk dari kedengarannya, Marquis," ralat Dokter. "Tapi saya yakin, jika sudah waktunya nanti beliau pasti bisa kembali seperti semula."
Setelahnya, Dokter menuliskan resep obat dan apa saja yang harus dilakukan oleh Hadrian supaya Rheannon pulih.
Kalimat perpisahan dari Dokter cukup melukai hati Hadrian, "Jika Marquis tak sanggup merawatnya, kembalikan saja Putri Rheannon pada Duke Colton. Putri Rheannon tidak butuh penderitaan lain lagi."
Seolah-olah hanya Rheannon sajalah yang sakit di sini.