Duke Colton benar soal putranya yang kini memiliki status tak resmi sebagai "menantu paling diidamkan nomor satu" dan "calon suami paling diinginkan nomor satu" di Rexton. Meski hampir bisa dikatakan jika dia hanyalah pria bangsawan biasa dengan penampilan serba hitam dan rambut acak-acakan, Chas adalah orang yang tampan (kata para gadis), baik hati (kata para penduduk duchy), dan cerdas (kata teman sejawat). Tidak ada yang kurang dari Chas karena toh nantinya dialah yang akan menjadi "Duke Colton" berikutnya.
Lalu, siapakah yang pantas untuk mendampingi Chas yang hampir memiliki segalanya itu? Ada sederet anak gadis bangsawan yang kebanyakan tidak Chas ketahui wajahnya. Tapi Chas sering mendengar kalau "Putri X yang berambut hitam indah itu akan cocok denganmu" atau "Kekayaan keluarga Putri Y pantas bersanding denganmu". Yang paling mengerikan, yang Chas jarang-jarang dengar karena yang bersangkutan konon katanya tertarik pada seorang marquis bunyinya seperti ini, "Persatuan keluarga Colton dengan Istana akan membawa Kerajaan Rexton pada kejayaan."
Tolong jangan mengatakan itu sekarang, batin Chas sambil melihat Luciell berjalan mendekat ke arahnya.
"Selamat siang, Tuan Chas. Sungguh kebetulan kita bisa bertemu di pusat perbelanjaan begini," sapa Luciell dengan suara merdu.
Kemunculannya di tengah-tengah keramaian Ibu Kota Ozera dan masyarakat ini sangat menarik perhatian. Chas yakin Luciell mengirim mata-mata untuk membuntutinya dan membuat pertemuan ini seakan sebuah kebetulan.
"Chas Colton memberi salam pada Yang Mulia Putri Luciell," balas Chas sesopan mungkin. Dia meminta tangan Luciell dan mengecup jemarinya. "Suatu kehormatan bisa bertemu Putri di sini."
Luciell tersenyum penuh makna. "Waktunya pas sekali saya ingin kembali ke Istana. Maukah Anda mengantar saya?"
Sialan, batin Chas. Yang barusan dikatakan Luciell dengan suara cukup keras, sengaja memberitahu orang-orang di sekeliling mereka jika dia mengundangnya ke Istana. Chas tidak akan bisa menolak.
"Jika Putri berkenan," jawab Chas pasrah.
Samar-samar Chas bisa mendengar pekik tertahan orang-orang.
Ayo lakukan ini dan pulang, itulah rencana awal Chas. Yang penting Luciell puas dan dia memberi kesan bagus pada orang-orang. Cukup sampai gerbang Istana saja rasanya sudah cukup. Buat apa Chas mengantar sampai ke dalam?
Tapi pada akhirnya, Chas malah minum teh di salah satu ruang duduk di Istana Putri yang dulunya adalah Istana Pangeran.
"Saya ingin memamerkan kepala rusa 'hadiah' dari Tuan Chas," kata Luciell.
"Saya senang Tuan Putri memberi perhatian khusus pada hadiah pemberian saya," balas Chas sambil menatap kepala rusa malang yang sudah dipajang di atas perapian.
"Tuan Chas," panggil Luciell geli. "Saya selalu menaruh perhatian khusus pada Anda."
Tolong harga dirimu, Luciell, batin Chas. "Anda terlalu menaruh perhatian khusus pada saya, Tuan Putri."
"Apakah Tuan Chas tidak menyukai perhatian khusus dari saya?"
"Ya."
Kejadiannya cepat sekali.
Luciell menerjang Chas, menyeberangi meja yang memisahkan mereka sampai kudapan manis dan cangkir-cangkir berjatuhan ke lantai. Jemari lentik serta kuku Luciell yang panjang siap menggores leher Chas. Mata biru langitnya yang biasa menunjukkan pesona menjadi nyalang. Luciell jelas sedang marah.
Namun itu hanya sedetik saja. Tangan Luciell bergerak turun dari leher ke dada Chas.
"Tuan Chas." Luciell yang berada di atas Chas menunduk semakin dalam, membuat rambut keperakannya berjatuhan di wajah Chas. "Saya selalu bertanya-tanya kenapa dan bagaimana."
"Putri bisa menganggap jika saya memiliki kemampuan pengendalian diri yang hebat," kata Chas tenang sambil menghentikan jemari Luciell yang hendak melepas kancing bajunya.
"Entahlah, saya kurang bisa mempercayainya," bisik Luciell.
"Kenapa tidak?" tantang Chas. "Saya laki-laki terhormat dari keluarga terhormat."
Luciell menyentak tangannya dari tangan Chas dan menggunakannya untuk mengangkat dagu Chas. Bibirnya tersenyum miring. "Benar juga. Dengan wajah tampan ini dan kekayaan yang keluarga Anda miliki, saya tak pernah mendengar satu pun gosip tentang Anda dengan seorang wanita."
Chas diam. Menatap balik mata Luciell dengan datar.
"Bagaimana kalau membuat gosip pertama Anda dengan saya?" Wajah Luciell semakin mendekat pada wajah Chas.
"Kendalikan diri Anda, Tuan Putri." Kali ini Chas menahan tangan Luciell dengan cengkeraman yang kuat. "Percuma saja Anda melakukannya pada saya."
Akhirnya Luciell benar-benar menjauhkan wajahnya dari Chas. Tapi dia justru mengganti posisinya dengan duduk di atas pangkuan Chas. "Yakinkan saya jika alasannya karena bukan wanita kain," desisnya. "Bukan karena Anda diam-diam menyukai seseorang."
"Kenapa saya harus melakukannya?"
"Karena jika memang karena ada wanita di hati Anda saat ini, saya akan membunuhnya."
Jawaban yang sudah Chas duga. Masalahnya dia tidak bisa menebak apakah Luciell mengetahui wanita itu atau tidak.
"Anda bertindak terang-terangan sekarang," desah Chas. "Apakah karena sekarang Pangeran Axelle sudah tidak ada di kastilnya lagi atau karena Marquis Hadrian sudah menikah?"
"Saya tidak pernah menyukai Marquis Hadrian. Beliau yang mengejar saya duluan," kata Luciell dengan nada manis. "Dan bukankah saat ini hanya Anda satu-satunya yang pantas mendampingi saya?" Luciell menangkup wajah Chas dengan kedua tangannya.
"Mohon maaf, Tuan Putri." Chas menyingkirkan tangan Luciell selembut mungkin. "Tapi harus saya katakan jika saya tidak tertarik pada Anda, dan itu bukan karena wanita lain."
"Anda yakin?"
"Ya, saya yakin."
Luciell memandang ke dalam mata Chas, menggali dan menembus masuk tanpa ampun. Sebuah ketidaksopanan yang justru terasa mengerikan. Tapi Chas bertahan di tempat, membuktikan jika dia tidak akan termakan rayuan iblis.
"Pergilah," bisik Luciell. Dia turun dari pangkuan Chas. "Tapi ingatlah jika aku akan mendapatkanmu."
"Saya permisi dulu kalau begitu, Yang Mulia Putri," pamit Chas. "Semoga hari Anda menyenangkan."
Chas keluar dari ruangan. Begitu pintunya tertutup dia mendengar Luciell melempar sesuatu ke pintu dengan sangat keras.
"Wanita mengerikan," desis Chas.
Dia harus berhati-hati mulai sekarang.
***
"Aku kira kamu hanya berjalan-jalan sebentar, ternyata malah minum teh bersama Putri Luciell?" sambut Duke Colton begitu Chas pulang. "Beritanya sudah menyebar ke mana-mana." Chas tertawa datar mendengarnya. "Sepertinya bukan pertemuan yang menyenangkan."
"Memang bukan," kata Chas. Dia memperhatikan orang-orang yang tampak mondar-mandir sedang menyiapkan sesuatu. "Kenapa semua terlihat sibuk?"
Duke Colton menyesap tehnya. "Ayah akan kembali ke duchy, kau tetap di sini."
"Apa?" Chas tidak bisa menahan suaranya. "Maafkan aku, Ayahanda. Tapi kenapa?"
"Aku merasa kalau lebih baik ada orang yang mengawasi Ibu Kota dengan cermat mengingat keadaan sekarang, tapi kamu tahu sendiri Ayah punya pekerjaan di duchy. Dan kamu… aku pikir kamu sanggup melakukannya. Tapi setelah undangan tak terduga dari Putri Luciell barusan…"
Ya, Chas bisa melakukannya. Masalahnya ada pada Luciell. Menetap di Ibu Kota Ozera memiliki peluang besar untuk kebetulan bertemu lagi dengan Luciell seperti tadi.
"Kamu kelihatannya enggan sekali." Duke Colton memperhatikan anaknya lekat-lekat. "Baiklah, siapkan semua barang-barangmu. Aku akan–"
"Tidak, tidak. Aku bisa melakukannya, aku tidak apa-apa," potong Chas.
Duke Colton menatapnya tak yakin. "Dengar, Chas. Ayah sama sekali tidak bermaksud melukai harga dirimu. Tapi yang paling penting, Ayah juga tidak suka kamu dekat-dekat dengan Putri Luciell," katanya. "Kita tinggal cari pengganti saja."
"Sudahlah, Ayahanda. Tidak apa-apa. Aku akan baik-baik saja–sepertinya," kata Chas. "Mohon doa keselamatannya saja."
"Ya, baiklah. Tentu saja." Duke Colton beranjak. "Di rumah pasti sepi sekali. Awalnya ibumu, Marioline, lalu sekarang kamu. Rhea yang baru ditemukan bahkan pergi ke ujung kerajaan." Dia menepuk pundak Chas. "Jagalah dirimu baik-baik. Seringlah berkabar, jangan hanya menyampaikan kabar Ibu Kota saja."
Chas menggenggam tangan ayahnya, tahu kalau ini semua berat bagi mereka.
Ini adalah pertama kalinya keluarga Colton berpencar-pencar.