Chereads / No Past and No Future / Chapter 25 - Pulang (2)

Chapter 25 - Pulang (2)

Perjalanan Hadrian dan rombongannya pun berlanjut. Sejauh ini tidak ada masalah berarti selain Rheannon yang sempat flu ringan setelah perkemahan mereka di malam berangin. Rheannon segera saja sembuh setelah beristirahat dengan nyaman di penginapan mereka yang selanjutnya.

Sungai dan jalan berbatu berhasil mereka lewati. Tidak ada perampok yang menghadang jalan mereka. Hewan-hewan liar berhasil mereka hindari. Perjalanan mereka kelewat tenang untuk sebuah perjalanan yang panjang, membuat Hadrian justru merasa waswas.

"Saya tidak suka ketenangan ini," kata Ichabod.

Hadrian mengangguk setuju. Kesatrianya yang lain pun juga berpikir demikian.

Mereka sudah menempuh setengah perjalanan sekarang dan mereka tidak (atau belum) menemui masalah. Entah ini karena perencanaan perjalanan mereka yang terlalu bagus atau karena Dewa memang sedang berbaik hati pada mereka.

[Tidak baik lho, berpikiran buruk pada Dewa.]

Rheannon menatapnya dari seberang api unggun sambil memakan ubi tumbuk halusnya. Desmond yang duduk di sampingnya sambil memakan ubi bakar juga ikut menatapnya.

Rheannon tidak mungkin berbicara pada Desmond dengan berbisik-bisik di dalam kepalanya juga, kan? batin Hadrian.

[Tidak, saya hanya melakukannya pada Anda saja.]

Kapan dia akan berhenti membaca dan berbisik di pikiranku? batin Hadrian lelah.

[Saya tidak membaca pikiran Anda, suamiku. Pikiran Anda yang merembes ke mana-mana. Rasanya saya sudah pernah mengatakannya.]

Ini harus segera dihentikan. Tidak nyaman mengetahui ada seseorang yang bisa membaca pikiranmu. Dan, sekarang orang itu malah tertawa.

"Sabarkan dirimu, Hadrian," gumamnya pada diri sendiri.

Mengikuti firasat buruknya, malam itu Hadrian memutuskan untuk berjaga di dekat kereta kuda tempat Rheannon dan Desmond tidur. Namun hampir semalaman berjaga firasat buruknya tidak terjadi. Semua aman dan Rheannon tidur dengan pulas tanpa terdengar suara batuk-batuk.

"Mungkin saya hanya kelelahan dan karena banyak pikiran," kata Hadrian pada Ichabod yang mengkhawatirkan dirinya.

"Apa tidak sebaiknya Marquis beristirahat juga di dalam sana?" saran Ichabod.

"Tidak, nanti suasananya jadi canggung," kata Hadrian. "Gara-gara kamu."

Ichabod tertawa kecil mendengarnya. "Maafkan kelancangan saya, Marquis. Tapi percayalah kalau saya melakukannya demi kebaikan Anda dan keluarga baru Anda. Kan Marquis sendiri yang bilang untuk menjaga Tuan Muda Desmond."

"Itu dia, Sir Ichabod. Saya menyuruhmu untuk menjaga Desmond, bukan untuk mengajarinya yang tidak-tidak," kata Hadrian. Lagi-lagi Ichabod tertawa kecil. "Jangan tertawa, itu mengganggu anak dan istriku."

"Aw, manis sekali."

Hadrian hanya sempat merasa malu untuk sepersekian detik karena tiba-tiba saja sebuah busur panah melesat ke arahnya. Busur panah itu berhasil dihindarinya dan menancap di kereta kuda Rheannon serta Desmond.

Seruan, "Perampok!" terdengar. Suasana menjadi riuh seketika.

"Sir Ichabod, kau jaga di sini!" perintah Hadrian, lalu segera melesat pergi ke pusat pertikaian untuk memimpin perlawanan balik.

Hadrian mengirim dua kesatria lain untuk membantu Ichabod. Perampok hutan biasanya tidak pandang bulu dengan mangsa mereka. Siapa pun itu yang lewat, mau itu raja sekali pun, selama terlihat membawa barang berharga mereka akan menyerang. Kaum barbarian tangguh yang bertahan hidup dengan cara keras di tengah ketidakadilan dunia, itulah mereka.

"Orang-orang yang tangguh," desis Hadrian sambil menebas salah satu dari mereka sampai tersungkur jatuh.

Para perampok ini salah orang jika mereka memutuskan untuk menyerang bangsawan yang bertugas menjaga keamanan kerajaan.

Bukan berarti Hadrian adalah orang paling tangguh dan kuat seantero Rexton. Buktinya sebilah pedang hampir saja menebas lehernya.

Lawan di depannya kali ini cukup sulit. Orang kidal dengan ayunan dan cara melawan yang berkebalikan dari lawan-lawan yang biasa Hadrian hadapi. Butuh sedikit waktu untuk terbiasa dengan gerakannya yang kidal itu.

Tapi tunggu–pedang?! Hadrian menatap heran pada lawannya yang terlalu terlatih dan pedangnya yang bagus terawat.

Soal pedang, bisa saja itu adalah salah satu barang rampokannya. Tapi penampilan keseluruhannya serta caranya bertarung benar-benar rapi dan pasti.

Mereka bukan perampok.

"Siapa kau?!" tanya Hadrian begitu berhasil mendesak lawannya.

Lawannya itu tidak menjawab dan malah menatapnya dengan penuh tekad. Mata hijau sedikit pucat yang bersinar di tengah malam…

Orang Pyrs.

Aku tidak bisa membiarkannya mati! tekad Hadrian dalam hati.

Di luar dugaan, lawannya sangat tangguh. Hadrian berkali-kali terdesak. Dia pun sudah terluka di sana-sini karena sedaritadi hanya bertahan tanpa melakukan perlawanan yang tuntas.

"Percuma saja membiarkanku hidup, Hadrian. Aku tidak akan mengatakan apa pun padamu kalau kau berhasil menangkapku," kata lawannya itu. Lagi-lagi satu serangan yang fatal hampir mengenai Hadrian. "Jadi bunuh saja aku sekalian!"

Hadrian menangkis serangannya yang lain. "Apa maumu?!"

Meski hanya tampak matanya saja, Hadrian tahu lawannya itu sedang tersenyum. "Menurutmu?"

Jawaban tak terduga itu menyadarkan Hadrian. Dia menyerang lawannya bertubi-tubi tanpa ampun. Dan begitu melihat celah, dia memberi serangan terakhir.

Lawannya langsung tersungkur. Tanpa menunggu waktu lama Hadrian langsung mengamankannya.

Pertarungan di sekitarnya pun tampaknya sudah berakhir. Hadrian mengkoordinasi orang-orangnya, menepikan siapa pun yang terbunuh, dan mengumpulkan semua yang masih hidup. Beberapa kesatria diminta untuk memeriksa daerah sekitar, barangkali masih ada musuh yang sedang bersembunyi.

"Bagaimana Desmond dan Rheannon?" tanya Hadrian pada Ichabod. Sekitaran kereta kuda yang dijaganya terlihat berdarah-darah.

"Tuan Muda Desmond sama sekali tidak terbangun," lapor Ichabod. "Nyonya Rheannon baik-baik saja."

Tepat pada saat itu Rheannon keluar. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar dan mengakhirnya pada Hadrian. "Siapa?" tanyanya kemudian.

Tidak ada gunanya berbohong pada Rheannon. "Orang Pyrs, mencarimu," jawab Hadrian. "Saya menangkap satu orang yang kelihatannya tahu banyak."

"Pernikahan kita… tersebar cepat," ucap Rheannon kagum.

"Bukan saatnya untuk kagum seperti itu, Rheannon," desah Hadrian. "Kembalilah beristirahat. Saya janji kau akan tetap aman."

Rheannon tersenyum tipis, lalu kembali masuk.

Ichabod tiba-tiba menyikutnya. "Jangan kaku begitu dong, Marquis."

"Memangnya saya harus bagaimana?" tanya Hadrian tak habis pikir.

"Anda bisa memberinya kalimat penghiburan yang manis atau semacamnya. Bukan bicara seperti pengawalnya begitu."

Sayangnya bukan itu yang menjadi permasalahan mereka saat ini.

Setelah dilakukan sedikit penggeledahan, perampok tersebut memang benar orang-orang Pyrs. Di antara kelompok-kelompok perampok hutan Rexton, memang ada ada dua-tiga perampok Pyrs. Mereka biasanya merampok untuk bertahan hidup, karena wilayah mereka terlalu miskin dan tidak menghasilkan apa-apa untuk bertahan hidup. Tapi jelas sekali kalau kalau perampok Pyrs kali ini bukan perampok biasa. Mereka terlalu tangguh dan terlatih, seakan mereka adalah pasukan khusus.

"Sepertinya mereka memang pasukan khusus," kata salah seorang kesatria membenarkan. "Mereka terlalu berani mati, beberapa bahkan ada yang langsung bunuh diri begitu terdesak."

"Untuk kita berhasil menyelamatkan beberapa di antara mereka," sahut Ichabod. "Termasuk satu yang Marquis selamatkan."

Hadrian menatap lawannya tadi. Dia mendekat, lalu menarik rambutnya ke belakang supaya dia bisa melihat wajahnya dengan lebih jelas. Dengan satu gerakan, Hadrian membuka penutup wajah lawannya. Wajah yang terlalu bermartabat dan bersih untuk seorang perampok biasa.

"Kau kesatria, ketua pasukan, atau salah satu menteri Pyrs?" tanya Hadrian. Tangannya menyapu wajah itu dengan kasar untuk mencari ciri-ciri lain yang barangkali terlewat. Jemarinya kemudian menemukan anting permata di telinga sebelah kiri. Cat eyes emas. Terlalu mahal untuk dipakai orang biasa. "Dari bangsawan mana kau?"

Lawannya itu menyentak kepalanya, berusaha mengenyahkan tangan Hadrian. "Kau pikir aku menjawab dengan senang hati?" desisnya.

"Kenapa mengincar Rheannon Whitley?" lanjut Hadrian.

"Kukira namanya sudah menjadi Rheannon Melchoir," dengusnya mengejek.

"Dari mana kau dengar kabar pernikahanku dengannya?"

"Embusan angin bisa membawa kabar dari mana pun, kan?"

Hadrian sudah menduga kalau ini tidak akan mudah. "SIr Ichabod," panggilnya. Ichabod langsung mengerti apa maksudnya. "Saya bukannya tidak mengerti mengapa kalian lebih memilih mati daripada jatuh ke tangan saya."

Hadrian menarik pisaunya, lalu mendekati perampok Pyrs lain yang masih hidup yang Ichabod bawa ke hadapannya. Tubuh perampok itu lemah karena luka pertarungan, tapi itu tidak akan bisa membuatnya mati. Perampok itu masih punya kesempatan untuk hidup jika diobati.

Hadrian sama sekali tidak berniat untuk mengobatinya.

Dia mengarahkan pisaunya ke mata perampok yang menjadi sanderanya saat ini. "Aku ulangi dari awal: siapa kau?"

Lawannya menggertakkan gigi. "Apa yang coba kau lakukan?"

Tanpa peringatan, Hadrian menusuk sebelah mata sanderanya. Sanderanya berteriak kencang sementara darahnya menetes-netes. "Jawaban yang salah, Tuan," ucapnya serius. Dia ganti mengarahkan pisaunya ke mata yang masih utuh, membuat sanderanya menggeliat ingin melarikan diri. "Kutanya sekali lagi: siapa kau?"